Advertorial

Operation Market Garden: Operasi Pasukan Terjun Payung yang Terlalu Bernafsu Mengejar Musuh tapi Justru Babak-belur Akibat Salah Perhitungan

Moh Habib Asyhad

Editor

Intinya menghancurkan pasukan musuh yang sudah mundur seperti di Dunkirk ternyata tidak mudah. Apalagi jika pasukan musuh yang sedang mundur masih memiliki persenjataan yang memadai.
Intinya menghancurkan pasukan musuh yang sudah mundur seperti di Dunkirk ternyata tidak mudah. Apalagi jika pasukan musuh yang sedang mundur masih memiliki persenjataan yang memadai.

Intisari-Online.com -Dalam Perang Dunia II, Pasukan Sekutu setelah berhasil mendarat di Normandia pada Juni 1944 dan telah mendesak mundur Jerman Nazi ke arah timur, membebaskan Paris, ternyata dihadapkan pada pilihan sulit.

Pasukan sulit itu adalah terus menguber pasukan Jerman atau berhenti sementara di Sungai Seine untuk konsolidasi. Lebih-lebih dukungan logistic mulai menipis.

Tapi Jenderal Dwight Eisenhower selaku panglima tertinggi cenderung ingin maju terus walaupun menyadari risiko logistiknya. Maju terus berarti tidak memberi kesempatan Jerman untuk menyusun pertahanan.

Rupanya Eisenhower tidak mau meniru pasukan Jerman yang pada Mei 1940 pernah membiarkan pasukan Inggris dan sekutunya mundur menuju ke Dunkrik sehingga masih punya waktu untuk menyelamatkan diri ke Inggris.

(Baca juga:Kisah Tragis Para Tentara Bayaran AS yang Terbunuh di Fallujah Irak: Sudah Dibakar, Digantung Pula di Jembatan)

Apabila pasukan Amerika, Inggris, dan Kanada mampu memelihara momentum pengejaran dan memasuki wilayah Jerman, maka diharapkan perang dapat diselesaikan lebih cepat.

Eisenhower merencanakan dua serbuan besar Sekutu ke Jerman.Pertama, Grup Tentara Ke-21 pimpinan Jenderal Bernard Montgomery maju ke timur laut melalui Belgia, lalu masuk ke wilayah Ruhr, yang merupakan jantung industri Jerman.

Kedua, Grup Tentara Amerika Ke-12 pimpinan Jenderal Omar Bradley terus ke timur, masuk ke Saar, pusat industri Jerman lainnya. Kedua gerakan Sekutu itu dipisahkan di tengah oleh Ardennes, wilayah berhutan yang sulit di Belgia bagian selatan.

Namun gagasan Eisenhower ini ditentang Montgomery. Ia mengusulkan serangan masif tunggal oleh Grup Tentara Ke-21 dan Ke-12 di utara Ardennes.

Dengan kekuatan gabungan 40 divisi itu, Montgomery yakin Jerman lebih cepat ditaklukkan.

Eisenhower tak sependapat, karena serangan betapapun kuatnya, di satu sektor, akan membuat musuh melakukan serangan balasan terhadap sektor lainnya.

Namun akhirnya dia setuju berkompromi, mengabulkan sebagian permintaan Monty—panggilan Montgomery—dengan mengalihkan sebagian kekuatan Grup Tentara AS Ke-12 untuk mendampingi gerakan pasukan Inggris.

Pada 10 September 1944, Monty bertemu lagi dengan Eisenhower di Brussels. Sekali lagi dia mendesakkan serangan tunggal masif ke Jerman.

Untuk itu dia telah menyiapkan suatu operasi pembuka, yang dinamakannya Operasi Market-Garden. Operasi ini intinya membuka jalan bagi British Second Army dan American First Army yang akan melintasi Belanda untuk mencapai Ruhr.

Dalam operasi ini, Montgomery akan menerjunkan tiga divisi pasukan payung di sepanjang koridor jalan raya yang menghubungkan tiga kota di Belanda: Eindhoven, Nijmegen, dan Arnhem.

(Baca juga:Jasa Besar Lumba-Lumba dalam Operasi Militer Amerika Serikat (2))

Tugas mereka menguasai kanal dan jembatan.Tahap itu adalah bagian dari Operasi Market, sedangkan bagian Garden adalah bertemunya pasukan lapis baja Inggris dengan pasukan payung tadi.

Pasukan lapis baja tadi akan menuju Zuider Zee sebelum berbelok ke timur untuk merebut Ruhr.

Rencana operasi yang begitu berani ini mengagetkan banyak perwira yang mengenal Monty, karena dia biasanya ‘prudent’ dan berhati-hati.

Tetapi Eisenhower tertarik, karena kebetulan dia sendiri sudah gatal ingin menggunakan pasukan payung Sekutu, yang kini hanya jadi pasukan cadangan.

Market-Garden adalah kesempatan yang ditunggu-tunggu. Diputuskan, operasi ini akan dilaksanakan 17 September, atau hanya satu minggu setelah Eisenhower memberi lampu hijau.

Para perancang operasi semula meragukan apakah Market-Garden akan berhasil.

Namun keraguan ini tersingkir oleh kebutuhan mendesak, serta adanya keyakinan bahwa unsur pendadakan akan menjamin keberhasilan menguasai semua jembatan yang jadi sasaran.

Apalagi mereka menilai moril pasukan Jerman sedang merosot, sehingga tak sanggup untuk melakukan perlawanan kuat.

Jembatan jalan raya di Nijmegen dan Arnhem merupakan sasaran utama Market-Garden, karena lewat itulah pasukan lapis baja Sekutu akan meluncur masuk wilayah Jerman dan menguasai Ruhr.

Namun di tengah kepercayaan tinggi itu, muncul laporan merisaukan dari gerakan perlawanan Belanda, bahwa dua divisi panser SS Jerman yang mengundurkan diri dari Normandia diketahui berhenti di dekat Arnhem untuk mengaso dan memulihkan kekuatannya.

(Baca juga:Memperingati Invasi Normandia: Adakah yang Tahu Apa Arti 'D' dalam 'D-Day'?)

Divisi Panser SS Ke-9 dan Ke-10 itu merupakan bagian dari Korps Panser Kedua SS yang dipimpin Letjen Wilhelm Bittrich.

Intelijen Sekutu mengonfirmasi laporan tersebut, sehingga Kastaf Eisenhower, Jenderal Beddel Smith mengkhawatirkan prospek Market-Garden.

Ia menyarankan revisi rencana operasi tersebut. Namun Monty tidak tergerak dan mengesampingkan saran tadi. Foto udara juga menunjukkan tank Jerman dekat Arnhem, namun oleh pimpinan intelijen Sekutu dianggap kurang penting.

Hari Minggu 17 September, tak kurang dari 1.545 pesawat angkut C-47 dan 478 pesawat layang (glider) yang ditarik, bertolak dari 24 pangkalan udara di Inggris.

Armada udara yang mengangkut 16.500 pasukan payung dan 3.500 pasukan yang akan mendarat dengan pesawat layang itu, dikawal oleh 1.131 pesawat tempur.

Divisi Payung Pertama Inggris menuju sasarannya di Arnhem, Divisi Payung Ke-82 Amerika ke Nijmegen, dan Divisi Payung Ke-101 Amerika menuju Eindhoven.

Perlawanan Jerman lebih ringan dari yang diperkirakan semula. Dalam tempo singkat, ribuan terjun payung berkembang di udara, sementara pesawat glider mendarat untuk menumpahkan pasukannya.

Pasukan terjun payung Inggris yang dipimpin Mayjen Robert E. Urquhart mendarat di dekat S. Rhine, di barat kota Arnhem. Dengan cepat mereka bergerak menuju kota, dengan tujuan meguasai secepatnya jembatan jalan rayanya.

Pada awalnya tak ada perlawanan dari Jerman. Namun gerakan pasukan payung itu tiba-tiba dikacaukan oleh serangan para penembak jitu musuh.

Pasukan Inggris tidak menyadari tempat mereka mendarat, hanya sekitar 3 km dari Mabes Grup B Tentara Jerman pimpinan Marsekal Walther Model.

Ia pun langsung memindahkan markasnya ke timur, dan lega karena Letjen Bittrich dari Korps Panser Kedua langsung bereaksi cepat terhadap invasi Sekutu dari udara, dengan mengerahkan pasukan lapis bajanya.

Intuisi Bittrich ternyata benar. Ia membaca tujuan Sekutu tersebut adalah untuk menguasai semua jembatan di Arnhem dan Nijmegen, demi melancarkan serbuan besar ke Jerman.

Divisi Panser SS Ke-9 dia perintahkan ke Arnhem untuk mempertahankan jembatan dan akses jalan rayanya, sedangkan Divisi Panser Ke-10 diluncurkan ke Nijmegen.

Dengan datangnya bantuan Lapis Baja SS Ke-9, maka pasukan Jerman berhasil menutup jalan ke Arnhem.

(Baca juga:Bahaya, Ditemukan Bom Bekas Perang Dunia II di Area Reaktor Nuklir Fukushima Jepang)

Pasukan payung Inggris tidak dapat maju lebih jauh, kecuali sekitar 500 pasukan Batalyon Ke-2 dari Brigade Parasut Pertama pimpinan Letkol John D. Frost yang sempat masuk hingga ke utara jembatan.

Mereka malam itu mencoba menyerang jembatan, namun berhasil dipukul mundur.

Sebaliknya, pasukan Jerman yang berusaha menyeberangi jembatan dari arah selatan pun gagal, karena gigihnya perlawanan pasukan Frost yang berkubu di rumah-rumah sekitar jembatan.

Mayjen Urquhart yang terputus komunikasinya dengan Frost, berusaha untuk mengetahui kondisi sebenarnya. Disertai sejumlah pasukannya, dia menyelinap masuk kota Arnhem, di belakang garis Jerman.

Dia pun terlibat pertempuran. Sehingga 36 jam berikutnya, Panglima Divisi Payung Pertama Inggris itu terpaksa main kucing-kucingan yang menegangkan, sampai akhirnya berhasil lolos dan kembali ke garis Inggris.

Sementara itu pasukan Frost bertarung habis-habisan. Kini bukan lagi untuk merebut jembatan Arnhem, namun lebih untuk bertahan terhadap gempuran musuh.

Persediaan makanan, obat-obatan, dan amunisi pun sudah menipis sekali. Bantuan logistik dari udara, dengan mudah jatuh di tangan musuh yang sudah tahu kapan dan di mana bantuan itu akan didrop.

Pasukan payung Inggris yan dijuluki “Red Devils” itu semakin menyusut dari waktu ke waktu. Kini tinggal menunggu datangnya pasukan induk Sekutu untuk menyelamatkan mereka.

Tetapi bala bantuan ternyata tak kunjung tiba. Mereka tak tahu bahwa Divisi Panser SS Ke-10 berhasil memblokir jalan raya ke arah jembatan S. Waal di Nijmegen.

Mereka memukul mundur setiap usaha Divisi Payung Ke-82 Amerika untuk menguasai jembatan dan menuju Arnhem guna membantu pasukan Inggris.

(Baca juga:Pertempuran Iwo Jima pada Perang Dunia II Laiknya Misi Bunuh Diri Massal Puluhan Ribu Pasukan Sekutu, Kok Bisa?)

Komandan divisi Brigjen James M. Gavin yang prihatin dengan kondisi di Arnhem, berusaha keras menolong dengan melancarkan “serangan amfibi” menyeberangi sungai.

Dengan perahu, 260 pasukan pimpinan Mayor Julian Cook pada 20 September menyerberangi sungai.

Mereka bukan hanya melawan derasnya arus, namun juga melawan tembakan pasukan-pasukan Jerman. Tetapi sebagian berhasil mendarat di seberang dan melumpuhkan posisi musuh.

Sehingga mereka mampu mendekati jembatan dengan kekuatan yang bertambah, karena makin banyak pasukan yang dapat diseberangkan.

Serangan terhadap jembatan di Nijmegen itu didukung satuan lapis baja Inggris, yang akhirnya berhasil meretakkan pertahanan Jerman di kaki jembatan.

Jatuhnya jembatan ini membuka jalan untuk membantu “Red Devils” yang mati-matian bertahan dari gempuran Jerman. Jalanan sudah penuh dengan rongsokan kendaraan dan bekas-bekas pertempuran lainnya.

Dalam kondisi terjepit, Letkol Frost dan anak buahnya tidak pernah memberi kesempatan kepada musuh untuk dapat melalui jembatan.

Semangat dan moril pasukan Frost tetap tinggi, walau di gudang bawah tanah rumah penduduk yang mereka jadikan kubu, jumlah rekan mereka yang terluka semakin banyak.

Pasukan ini pun mula kelaparan, dan cuma makan buah yang ditemukan saja.

(Baca juga:Ternyata Ancaman Korea Utara untuk Jatuhkan Bom Atom di AS, Hanya ‘Tulah’ dari Sikap AS saat Perang Korea)

Pada 19 September malam, dari sekitar 500 anggota pasukan payung Inggris yang bertempur di Arnhem, yang masih sanggup angkat senjata tinggal setengahnya.

Esok harinya, jumlah ini berkurang lagi tinggal 150 atau 200 orang. Tanggal 20 September sisa pasukan ini tinggal menguasai sejumlah rumah.

Frost sendiri terluka serius akibat pecahan peluru artileri musuh. Dia menyadari perlawanan lebih lanjut tak ada gunanya, sehingga sebelum fajar 21 September,

Frost memerintahkan sisa pasukannya untuk meloloskan diri dalam kelompok-kelompok kecil, menyatu dengan gelapnya malam. Beberapa berhasil, namun lainnya termasuk Letkol Frost sendiri tertangkap dan ditawan.

Dari 10 ribu pasukan Inggris yang diterjunkan, hanya sekitar 2.200 yang dapat diselamatkan, sisanya tewas, terluka, atau ditawan.

Market-Garden memang berhasil menguasai koridor jalan sepanjang 90 km, namun justru gagal menguasai ujungnya, jembatan di Arnhem sehingga gagal pula membangun pijakan di Rhine guna masuk ke Ruhr, dan selanjutnya ke Berlin.

Impian Sekutu mengakhiri perang lebih cepat pun raib.

Awal bencana ini tak lain karena dari mula Sekutu meremehkan laporan adanya dua divisi lapis baja Jerman di dekat Arnhem, serta memandang enteng kekuatan musuh yang baru terusir dari Perancis.

Intinya menghancurkan pasukan musuh yang sudah mundur seperti di Dunkirk ternyata tidak mudah. Apalagi jika pasukan musuh yang sedang mundur masih memiliki kekuatan dan persenjataan yang memadai.

Pasukan pengejar malah bisa hancur akibat salah strategi dan perhitungan.

Artikel Terkait