Antara bulan Mei dan Oktober (musim semi dan panas di Cina); tanaman gosberi Cina Actinidia chinensis berbunga dan berbuah.
Dalam bulan itu pula seluruh dunia, termasuk Indonesia, dibanjiri buah itu. Mula-mula masih mahal, tetapi makin lama makin murah karena banjir.
Sekilas buah gosberi ini mirip sawo, tetapi kulitnya berbulu rapat, sampai terbayang sebagai bulu burung kiwi.
Orang Selandia Baru tidak mau menyebutnya Chinese gooseberry lagi, tapi enak saja kiwi fruit. Orang Cina tidak ada yang protes, karena masih banyak pekerjaan lain yang perlu diselesaikan.
Nama gooseberry memang sudah usang dan tidak cocok bagi buah kiwi.
Dulu nama itu diberikan oleh orang Inggris abad XII kepada semak belukar daerah beriklim empat Eropa, Ribes uva-crispa (dari suku Saxifragaceae), karena buahnya yang diolah menjadi saus asam pedas dipakai untuk menyantap "potong bebek angsa masak di kuali".
Tetapi gosberi Cina bukan semak belukar Ribes, melainkan liana berkayu yang merambati batang tanaman lain dari daerah subtropis dan beriklim empat Asia Timur Raya, Actinidia chinensis dari suku Actinidiaceae.
Jelas bukan gosberi, meskipun disebut salah kaprah Chinese goosberry. Makanya benar juga kalau orang Cina diam saja tatkala tanamannya disebut kiwi.
Kalau buah itu dikupas kemudian diiris melintang, terlihatlah daging buahnya yang hijau muda dengan deretan biji kecil di sekeliling empulur buah yang putih.
Biji ini seperti biji wijen tapi berwarna hitam. Sangat dekoratif, kalau dipakai mengiringi hidangan selada, puding, kue tar, atau fruit cocktail.
Rasanya segar asam-asam manis bagi mereka yang masih muda dan tahan banting. Bagi mereka yang sudah manula dan lansia, buah itu lebih banyak asamnya daripada manisnya.
Tapi tidak mengapa! Buah eksotik itu sedang in. Jadi dimaafkan saja, dengan promosi: "Banyak kok, vitamin C-nya!"
Penulis | : | Moh Habib Asyhad |
Editor | : | Moh Habib Asyhad |
KOMENTAR