Advertorial

Tengkorak Prasejarah Ini Dianggap Bisa Menjelaskan Bagaimana Kera Berevolusi Jadi Manusia

Moh Habib Asyhad

Editor

Fosil Alesi yang ditemukan di dekat Danau Turkana, Kenya, itu dianggap bisa menjawab misteri bagaimana kera berevolusi jadi manusia.
Fosil Alesi yang ditemukan di dekat Danau Turkana, Kenya, itu dianggap bisa menjawab misteri bagaimana kera berevolusi jadi manusia.

Intisari-Online.com -Tengkorak primata berusia 13 juta tahun yang menyerupai seekor siamang diduga bisa menjelaskan misteri besar bagaimana seekor kera berevolusi jadi manusia.

Keyakinan itu dilontarkan para ilmuwan baru-baru ini.

Tengkorak bayi itu, yang ditemukan di Kenya utara, disebut tidak terkait baik dengan manusia atau kera. Para peneliti itu lebih suka menyebutnya, “tampak mirik dengan nenek moyang kita yang sudah punah.”

(Baca juga:Mahluk Kecil Tanpa Bokong dan Bermulut Besar Ini Diklaim Sebagai Nenek Moyang Tertua Manusia)

Bila siamang-siamang di Asia Selatan pandai berakrobat, maka, menurut bukti-bukti yang ditemukan para ilmuwan, tidak dengan siamang Kenya ini.

Mereka siamang yang lebih berhati-hati dalam bergerak.

Menurut New York Post, spesies kera yang melahirkan simpanse dan manusia diperkirakan telah hidup di dataran Afrika sekitar tujuh juta tahun yang lalu.

Meski demikian, tak ada yang tahu persis apa yang terjadi sebelum itu.

Nah, fosil tengkorak baru ini—yang disebut Alesi dan ditemukan di daerah Napudet dekat Danau Turkana, di mana banyak fosil-fosil nenek moyang manusia ditemukan—dianggap bisa menjawab misteri itu.

Untuk sementara, para ilmuwan menandainya dengan sebutan Nyanzapithecus alesi. Nama itu diambil dari nama leluhur Turkana, “ales”.

Tengkorak itu, hanya seukuran lemon, mirip dengan bayi siamang, meski Alesi dianggap terkait dengan primata Asia itu.

Untuk mengungkap detail-detail pada tengkorak, para ilmuwan menggunakan pencitraan sinar-X 3D.

(Baca juga:Jika Manusia Saling Mengenal Wajah, Simpanse Saling Mengenal Pantat)

Dari kondisi rongga otaknya, telinga bagian dalamnya, dan gigi dewasanya yang belum tumbuh, menunjukkan bahwa Alesi baru berusia sekitar satu tahun dan empat bulan saat ia meninggal dunia.

Para peneliti juga mendapatkan petunjuka perilaku Alesi dari telinga bagian dalamnya, yang merupakan organ keseimbangan.

“Siamang terkenal karena tingkahnya yang cepat dan akrobatik saat di pohon, namun telinga bagian dalam Alesi menunjukkan bahwa ia punya kecenderungan yang lebih hati-hati untuk bergerak,” ujar Dr. Fred Spoor, anggota internasional dari University College London.

Para ilmuwan lalu berasumsi, yang ditulis di jurnal Nature, bila keluarga Alesi mungkin tinggal di Afrika lebih dari 10 juta tahun yang lalu.

“Yang penting dari penemuan Alesi adalah bahwa ini dekat dengan asal-usul kera dan manusia dan aslinya dari Afrika,” tambah Dr. Isaiah Nengo dari De Anza College di California, yang merupakan penulis utama penelitian ini.

(Baca juga:Kerangka Manusia Hobbit di Indonesia Ternyata Berasal dari Spesies Manusia Purba Asal Afrika)

Artikel Terkait