Mengungkap Asal-Usul Manusia Lewat DNA Mitokondria: Nenek Moyang Orang Jawa dan Bali

Moh Habib Asyhad

Editor

Mengungkap Asal-Usul Manusia Lewat DNA Mitokondria: Nenek Moyang Orang Jawa dan Bali
Mengungkap Asal-Usul Manusia Lewat DNA Mitokondria: Nenek Moyang Orang Jawa dan Bali

Intisari-Online.com - Untuk mengungkap asal-usul manusia lewat DNA mitokondria,Max Ingman, doktor genetik asal Amerika Serikat dalam tulisan bertajuk “Mitochondrial DNA Clarifies Human Evolution” pernah mengungkapkan, bahwa manusia modern berevolusi dari salah satu tempat di Afrika antara kurun waktu 100 – 200 ribu tahun lalu. Dari situ moyang manusia masa kini itu lantas menyebar dan mendiami tempat-tempat di luar Afrika. Gen manusia modern ini tidak bercampur dengan gen spesies manusia kuno. Teori penyebaran manusia ini dikenal dengan hipotesis Out of Africa dan disokong oleh bukti-bukti genetik yang telah ditemukan.

Di Indonesia mtDNA dipakai untuk melacak jejak gen manusia purba. Hal itulah yang dikerjakan oleh Wuryantari, lulusan Fakultas Biologi Universitas Gadjah Mada (UGM) tahun 1990. la melakukan penelitian untuk menjawab pertanyaan apakah manusia dari situs Plawangan, Rembang (Jawa Tengah) yang hidup sekitar 2.400 – 3.500 tahun lalu dan Gilimanuk (Bali) sekitar 2.320 - 1.215 tahun lalu merupakan nenek moyang populasi orang Jawa dan Bali masa kini.

Setelah bergelut selama 22 bulan di Lembaga Biologi Molekuler Eijkman, Jakarta, Juni 2001 Wuryantari dalam tesis berjudul Haplotipe DNA Mitokondria Manusia Prasejarah Jawa dan Bali: Sejarah Populasi dan Kekerabatannya menyimpulkan, manusia purba yang hidung di Plawangan dan Gilimanuk mempunyai kekerabatan dekat dan mirip dengan manusia Jawa dan Bali yang sekarang ada. Juga ternyata, manusia prasejarah dari dua situs itu merupakan keturunan ras Asia atau Mongoloid dengan ciri Polinesia.

Mehurut Prof. dr. Sangkot Marzuki, MSc., PhD., direktur Lembaga Eijkman, penelitian terhadap DNA mitokondria sebenarnya sudah cukup lama dilakukan di luar negeri. Di Indonesia, penelitian serupa mulai dikerjakan di Eijkman, Jakarta, tahun 1993, mengenai keanekaragaman genom manusia di Indonesia. "Sasarannya untuk melihat kedekatan kekerabatan di antara sejumlah etnik di Indonesia," jelas Prof. Sangkot. (Intisari, September 2000)

Menurut Wuryantari, sebagai negara kepulauan, Indonesia didiami oleh lebih dari 438 kelompok etnik (populasi) yang tersebar di 17.500 pulau. Masing-masing populasi itu merhiliki ciri khas, baik morfologi, bahasa (dialek), maupun budaya. Berdasarkan ciri-ciri tersebut, populasi Indonesia dibedakan menjadi dua kelompok besar, yaitu kelompok yang mendiami Indonesia bagian barat yang mendapatkan pengaruh kuat gen mongoloid (Austronesia), dan kelompok yang mendiami Indonesia bagian timur yang mendapat pengaruh kuat dari gen melanesid (Austroloid).

Bagi Tari, panggilan akrab Wuryantari, penggunaan mtDNA sebagai sampel bukanlah tanpa sebab. "Rangkaian informasi genetik yang terkandung dalam DNA mitokondria dapat menggambarkan karakteristik suatu populasi dan sangat mungkin merekonstruksi sejarah evolusi," jelasnya.

Tari yang dibimbing oleh dr. Herawati Sudoyo, PhD., Prof. dr. Sangkot Marzuki, M.Sc, Ph.D., Dr. H. Truman Simanjuntak, dan disokong oleh sejumlah peneliti yang percaya bahwa mtDNA sangat berperan dalam penelusuran asal-usul manusia dari sisi ibu (maternal), karena mtDNA hanya didapat dari dan diturunkan oleh ibu kepada anak perempuannya. Pewarisan sepihak (ayah tidak ikut campur) ini membuat rekombinasi tidak dijumpai pada mtDNA. Demikian juga, dalam penelusuran gen yang membawa berbagai penyakit yang diturunkan, mtDNA telah terbukti terlibat dalam sejumlah pewarisan penyakit tersebut.

Kendati begitu, pewarisan sifat genetik tidak selamanya berakibat suatu penyakit. Sejumlah mutasi dan variasi lain di dalam gen ternyata juga dapat terjadi secara alamiah dan tidak membawa akibat buruk kepada si pemilik, kecuali menyebabkan variasi individu yang khas. Sifat ini dikenal sebagai polimorfisme genetik. Dalam penelusuran asal-usul manusia dan pencarian hubungan kekerabatan antarberbagai ras dan suku, sifat polimorfisme inilah yang dipakai untuk menentukan atau membedakan ras yang satu dengan yang lain.

Lantaran mtDNA dapat berubah oleh adanya proses mutasi sehingga menghasilkan suatu variasi, dan karena variasi tersebut diwariskan, jauh dekatnya kekerabatan kelompok etnik dapat dilihat dari persamaan variasi yang dimiliki suatu populasi. Variasi mtDNA di dalam populasi dapat berupa penggantian (substitusi), penyisipan (insersi), atau penghilangan (delesi) basa pada satu atau beberapa nukleotida tanpa menyebabkan suatu kelainan atau penyakit.

Artikel ini pernah dimuat di Intisari edisi Oktober 2001 dengan judul “DNA Mitokondria Lorong Menuju Pengungkapan Asal-Usul Manusia”