Intisari-Online.com -Nenek moyang manusia yang hidup sekitar 3,2 juta tahun yang lalu, Lucy, kemungkinan meninggal karena jatuh dari pohon. Tubuh manusia yang disebut menyerupai kera ini diduga jatuh menghantam savana yang kini bermama Etiopia.
Lucy merupakan sebutan untuk sebuah fosil manusia purba yang hidup 3,2 juta tahun lalu. Fosil ini disebut akan menjadi jalan untuk membuka tabir kehidupan manusia di masa lampau.
Hasil studi yang diterbitkan dalam jurnal Nature ini adalah hipotesa pertama terkait bagaimana nenek moyang manusia ini meninggal. Sisa tulang belulang Lucy ditemukan pada 1974, tapi sampai saat ini, teknologi pemindai tubuh hanya bisa mengumpulkan beberapa petunjuk terkait kematiannya.
“Manusia mati karena beragam alasan yang berbeda, tapi sebagian besar alasan tidak terekam dalam tulang mereka,” ujar John Kappleman, penulis utama studi ini kepada Mashable. “Sangat jarang sekali fosil tulang mencatat bagaimana individu meninggal.”
Mau tidak mau, hipotesa ini menambah perdebatan apakah Lucy dan kerabat Australopithecus afarensis-nya—yang berjalan tegak—tinggal dan berpindah dari pohon satu ke pohon yang lain dengan mudah. Jika Kappelman dan rekan-rekannya sangat yakin tentang musabab kematiannya, maka tidak dengan pakar Lucy yang lainnya. Menurut mereka, sifat ambigu fosil membuat mereka kesulitan untuk mengetahui apa yang sebenarnya terjadi dengan tulang belulang itu selama jutaan tahun.
“Ada banyak hal yang bisa menghancurkan dan merusak tulang yang masuk dalam catatan fosil, dan trauma menjadi salah satu di antara mereka,” tutur William Kimbel, direktur Institute of Human Origins di Arizona State University, dalam sebuah wawancara. Kimbel sendiri merupakan penulis junior pada artikel Lucy yang ditulis Donald Johanson pada 1982, yang menemukan tulang-belulang itu di wilayah Afar, utara Etiopia.
Kappleman dan rekan-rekannya begitu yakin dengan hipotesa mereka setelah mempelajari satu set tulang-belulang Lucy yang disebut pernah mengalami patah tulang. Mereka memindai kerangka itu menggunakan alat tomografi berteknologi tinggi milik UT-Austin. Alat ini bisa memindai materi setebal batu dan setipis rambut. Alat ini juga dianggap lebih canggih dibanding mesin pemindai yang digunakan para ilmuwan pada 1970 dan 1980-an.
Setelah 10 hari pascapemindaian, diketahui bahwa serangkaian patah tulang itu mungkin disebabkan oleh salah satu tulang yang melesat akibat trauma ekstrem. Perlu diketahui, dalam tubuh yang hidup, tulang secara bertahap akan berusaha menyembuhkan diri sendiri, merapikan ujung-ujungnya sehingga kembali rapi.(Mashable)