Advertorial
Intisari-Online.com – Mau ikut menikmati fasilitas kaum bangsawan, tapi enggan cek darah di laboratorium—untuk menentukan apakah darah Anda biru, kuning atau malah abu-abu? Hhmm, gampang.
Minum saja ramuan sehat ala keraton ini, sambil membayangkan di sebelah Anda berjejer dayang-dayang berkipas kebesaran.
Bicara herbal dan gaya hidup sehat kaum bangsawan, khususnya bangsawan Jawa (Keraton Yogyakarta dan Keraton Solo), memang ada beberapa tanaman yang secara tradisional dan turun-temurun ditanam dan dipelihara di apotek hidup keraton.
Sudah bukan rahasia lagi, keluarga besar keraton-keraton di Jawa Tengah itu sangat rajin mengonsumsi teh mahkota dewa, yang diramu bersama daun sambiloto (Andrographis paniculata), rimpang temu putih (Curcuma zedoaria), daun maupun umbi dewa (Gynura psidochina).
(Baca juga:Kartini, Keturunan Bangsawan yang Tak Sudi Disebut Bangsawan)
Selain diminum untuk menjaga kebugaran, ramuan tadi dipercaya berkhasiat juga mengusir beragam penyakit degeneratif, seperti hepatitis, diabetes, rematik, kanker, darah tinggi, dan gangguan jantung.
Baik sendiri=sendiri maupun bersama-sama (sebagai ramuan lengkap), tanaman-tanaman tadi menjadi andalan kalangan keraton selama bertahun-tahun.
Nah, mari kita longok satu per satu tanaman, sekaligus menyingkap rahasia hidup sehat ala keraton.
Herbal serbabisa
Sebenarnya, di daerah asalnya, kulit batang mahkota dewa lebih dikenal sebagai penghasil serat untuk bahan pakaian (dalam Journal of the Arnold Arboretum 1974 disebutkan, mahkota dewa berasal dari Nugini).
Namun di sini, khasiat penyembuhannya yang justru lebih populer. Memang, selain penampilan buahnya yang menarik (warna merah menyala), mahkota dewa juga memiliki khasiat sebagai obat tradisional.
Kulit dan daging buah mahkota dewa bahkan diperdagangkan sebagai bahan teh kesehatan.
Sementara biji, buah, dan daunnya yang rontok (sudah kering) jangan dibuang, karena masih bisa ditumbuk dan dicampur dengan tanaman-tanaman lain yang sekhasiat, untuk dijadikan salep penyakit kulit misalnya.
Jika direbus, daun mahkota dewa pun berpotensi ampuh menjadi obat alergi, disentri, dan tumor. Jadi, banyak sekali manfaat yang diperoleh dari herbal serbabisa yang satu ini.
(Baca juga:Kisah Lies Mariani Sembuh dari Kanker lalu Membuat Ramuan Antikanker)
Menurut Hermanto (2002), dalam buku Mahkota Dewa, Obat Pusaka Dewa, secara empiris buah dan daun mahkota dewa telah digunakan untuk pengobatan terhadap sirosis hepar (pengecilan hati) dan penyakit lever.
Sedangkan Gotama dan kawan-kawan (1999) dalam literatur Inventarisasi Tanaman Obat Indonesia jilid V menyebut bahwa pengaruh terapi yang dimiliki mahkota dewa sangat mungkin berkaitan erat dengan senyawa kimia di dalam mahkota dewa, yaitu kulit buahnya yang mengandung senyawa alkaloid, saponin, dan flavonoid.
Flavonoid selama ini dikenal sebagai obat antiradang, pereda rasa sakit, antitumor, anti-HIV, antidiare, serta antikeracunan hati. Sedangkan saponin bisa dimanfaatkan sebagai pencegah batuk dan peluruh dahak.
Lain lagi dengan alkaloid yang sejak zaman baheula sudah dipercaya cocok sebagai obat/antimalaria, pereda rasa tegang, dan menyimpan kemampuan untuk memperbaiki irama jantung.
Cegah leukemia
Bagaimana dengan sambiloto? Nama yang satu ini pasti tidak asing lagi di telinga penggemar herbal.
Meski berstatus salah satu herbal andalan keluarga keraton, tanaman ini sesungguhnya berasal dari negerinya Mahatma Gandhi (India), dan telah lama dibudayakan sebagai tanaman obat di sejumlah kawasan di Asia, seperti Indocina, Cina daratan, Thailand, semenanjung Malaysia, Indonesia, Filipina, dan Australia.
Penyebaran tanaman ini konon juga mencapai kawasan Amerika Tengah.
Di tanah asalnya tanaman ini dikenal sebagai obat diabetes, khususnya setelah diramu dengan daun kumis kucing (Orthosipon aristatus).
(Baca juga:Shi Luyao, Bocah 11 Tahun yang Sendirian Menempuh Jarak 400 Kilometer untuk Terapi Leukemia Akut)
Di samping itu, rebusan daun atau akarnya juga sering digunakan sebagai obat sakit perut, disentri, tipus, kolera, influenza, bronkitis, peluruh cacing, dan diuretik. Lumayan lengkap!
Tapi sambiloto tidak sendirian berada di halaman keraton. Dia harus berbagi dengan rimpang temu putih, yang juga termasuk ramuan andalan raja-raja Jawa dan keluarganya.
Temu putih selama ini dikenal masyarakat sebagai obat tradisional antikanker. Tanaman ini kemungkinan berasal dari India timur laut, lalu menyebar ke selatan Asia Tenggara, termasuk Indonesia, dan selanjutnya dibudidayakan di Malaysia, Cina, Taiwan.
Jika ditelaah, rimpang temu putih ternyata menghasilkan senyawa curcuminoid. Menurut Manuchair Ebadi (2001) dalam literatur Pharmacodynamic Basis of Herbal Medicine, curcuminoid tak hanya mengandung senyawa antioksidan, antikarsinogen, dan antiradang, tapi juga aktif menurunkan kolesterol.
Dalam sebuah uji coba terbukti, sari putihnya bahkan dapat mencegah timbulnya sel leukemia pada tikus, jika dicobakan dengan dosis tertentu.
Sebagai pelengkap, kalangan keraton juga memelihara umbi dewa atau beluntas cina jenis Gynura pseudochina, termasuk keluarga sembung-sembungan (Asteraceae).
Tanaman ini di kalangan masyarakat Cina dikenal sebagai sam sit. Banyak pihak memperkirakan, tanaman ini berasal dari India atau Srilangka, kemudian dibawa jalan-jalan ke arah timur, seperti Burma, Indocina, Cina Selatan, dan Thailand.
Sekarang, ia banyak dibudidayakan di Semenanjung Malaysia maupun Jawa sebagai bahan baku jamu dan kosmetik.
(Baca juga:Tak Perlu Buru-Buru Ke Dokter, Ini Dia Obat Herbal Untuk Redakan Batuk Kering dan Berdahak)
Di tanah Jawa, umbi akarnya digunakan sebagai obat luar dan dalam. Umbi yang ditumbuk sering digunakan sebagai tapal jerawat.
Dijamin, setelah dibubuki sang umbi, pipi yang tadinya totol-totol kembali kinclong, mirip putri-putri keraton yang selalu terlihat cantik tak berjerawat.
Masih berkaitan dengan putri keraton, umbi akar atau daunnya juga dipercaya dapat membuat aliran darah mereka tetap lancar, sehingga tidak mengalami gangguan haid yang tidak teratur.
Sebuah sumber bahkan menyebut, umbi dewa dapat juga digunakan untuk membantu proses penyembuhan kanker payudara.
Mengapa umbi dewa alias sam sit ini begitu berkhasiat? Berdasarkan temuan sejumlah ahli, sam sit tertanyata kaya akan kandungan senyawa flavonoid dan saponin.
Sedangkan Zhang dkk (2000), menulis di Journal Singapore Medical bahwa tanaman sam sit tampak sakti lantaran juga mengandung senyawa iridoid, terpenyl coumarins, spyrostanol steroids, pyrrlizidines, dan chromanones.
Uji pada tikus menunjukkan hasil positif. Tikus yang telah disuntikkan streptozotozin (pembawa diabetes) menunjukkan, kadar gula darahnya turun setelah diberi sam sit dengan dosis terbaik 150 mg/kg.
Dalam tujuh hari, sang tikus sukses mengurangi kadar kolesterol dan trigliserida darahnya.
Resep luar dalam
Untuk obat dalam, baik mahkota dewa, sambiloto, temu putih, dan umbi dewa dapat dipersatukan dalam satu gelas, berbentuk ramuan.
Sebagai contoh, campuran 15 g buah mahkota dewa rajangan kering, 10 g daun sambiloto kering, 10 g rajangan temu putih kering, dan 10 g rajangan umbi dewa kering.
Lalu masukkan mereka ke dalam kendi tanah liat yang telah diisi air 6 gelas. Rebus hingga airnya tersisa ½-nya, kemudian diminum 3 kali sehari.
Biasanya setelah sebulan minum, mulai terasa perubahan di dalam tubuh.
Dosis 3 kali sehari cocok untuk mereka yang sedang diserang penyakit. Kalau hanya buat menjaga kebugaran, lebih pas satu kali sehari.
Bahan-bahan itu pun bisa didayagunakan sebagai obat luar. Persisnya obat kulit.
Caranya, tiga biji mahkota dewa digoreng sangrai, lalu ditumbuk halus, kemudian campurkan 1 sendok teh serbuk daun sambiloto, 1 sendok teh sebuk umbi dewa, dan 1 sendok teh serbuk daun umbi dewa.
Ramuan diaduk merata bersama 200 cc minyak kelapa. Nah, siap deh diolesin ke kulit yang bermasalah. (Samiran & Sutiyono)
(Diambil dari Majalah Intisari edisi November 2007)