Awas, Pencernaan Kacau Gara-Gara Udara, Salah Satunya Bisa Disebabkan oleh Permen Karet

Moh Habib Asyhad

Penulis

Masalah pencernaan bisa disebabkan oleh permen karet
Masalah pencernaan bisa disebabkan oleh permen karet

Intisari-Online.com – Bersendawa merupakan hal umum yang dialami banyak orang.

Namun, bila sering bersendawa yang didahului rasa tidak enak di perut, perlu hati-hati.

Apalagi bila rasa tak nyaman itu semakin meningkat setelah bersendawa. Ada kemungkinan kalau kita menderita areofagi.

(Baca juga:Jangan Lewatkan Makan, 1 dari 10 Cara Mudah Bikin Pencernaan Selalu Sehat)

Sindrom ini termasuk kelainan saluran pencernaan yang bersifat fungsional. Artinya, bukan akibat kelainan struktur pada saluran cerna.

Ternyata, kasusnya cukup banyak lho. Mencakup sekitar 50% kasus yang ditangani institusi gastroenterologi (yang mengelola kasus-kasus kelainan saluran cerna).

Lalu, apa sih yang menyebabkannya?

Gangguan itu bisa disebabkan oleh udara yang tertelan dan produk gas hasil fermentasi bakteri dalam saluran cerna.

Nah, udara-udara ini bisa tertelan secara berlebihan pada saat kita mengalami stres emosional, mengunyah permen karet, terlalu banyak merokok, atau mulut kering.

Selain itu, pemasangan pipa lambung karena tidak bisa makan, banyak bersendawa, baru mengonsumsi makanan sumber karbohidrat dan sari buah tertentu, atau mengalami gangguan absorbsi makanan juga bisa menjadi biang keroknya.

Gejala masalah medis ini ditandai dengan kelebihan udara pada saluran cerna.

(Baca juga:Bukan Hanya Pemanis Mulut, Ternyata Inilah Manfaat Positif Lain dari Permen Karet, Para Perempuan Pasti Menyukainya)

Peregangan lambung yang menyebabkan rasa tidak enak dan ada tekanan udara di perut bagian atas yang mengganggu setelah makan.

Peregangan usus besar ini, terutama pada pojok lekukannya di sebalah kiri atas yang menimbulkan nyeri dan buang angin yang berlebihan.

Yang perlu diketahui, kecurigaan terhadap sindrom ini semakin kuat bila gejalanya berlangsung lama dan tidak progresif.

Kalau sudah begitu, sebaiknya penderitanya mengunjungi dokter untuk memastikan ia bukan sedang menderita mag, batu empedu, atau kanker usus besar.

Susahnya, obat pengikat gas untuk mengurangi frekuensi buang angin kurang bermanfaat.

(Baca juga:Patut Ditiru! Demi Kurangi Polusi Udara, Inggris Larang Penjualan Kendaraan Berbahan Bakar Fosil pada 2040)

Lalu, apa yang terbaik?

Nah, yang terbaik adalah hindarilah penyebabnya. Misal, mengurangi mengunyah permen karet, merokok, minuman mengandung gas, makan kacang-kacangan atau buah tertentu seperti apel, anggur, dan pisang.

Artikel Terkait