Selama dua malam pertama berada di rumah baru itu, keluarga Lutz selalu dibangunkan suara-suara aneh pada setiap pukul 03.15 dini hari. Namun horor yang sesungguhnya baru dimulai pada malam ketiga.
Seperti biasa, sebelum tidur George Lutz memeriksa seluruh pintu dan jendela apakah sudah terkunci dengan baik. Suara-suara itu membangunkannya kembali pada pukul 03.15 pagi. Kali ini dia turun ke bawah untuk memeriksanya.
Apa yang ia saksikan? Pintu kayu depan yang berat itu telah terbuka lebar dan bergelayut pada satu engselnya. Dicekam rasa takut, dia melihat bahwa pintu itu telah dirusak dari bagian dalam rumah.
Pegangan pintu beralur yang terbuat dari baja tebal sudah dipelintir dan plat logam yang mengelilinginya telah menganga ke depan.
Sejak saat itu, rumah itu tampaknya memiliki roh kehidupannya sendiri. Jendela dan pintu membuka dan menutup semaunya, dan pegangan tangga tercerabut dari tempatnya.
Dua minggu setelah peristiwa pintu depan rumah, George terbangun di tengah malam. la melihat istrinya, Kathleen, melayang-layang di atas tempat tidur mereka.
George berupaya menarik Kathleen ke bawah dengan menarik rambutnya dan menyalakan lampu. Alih-alih melihat istrinya yang masih muda dan cantik, dia melihat penampilan istrinya sungguh menyeramkan.
Kathleen berhasil menangkap sejenak pantulan dirinya di kaca dan dia pun menjerit,
"Itu bukan saya. Itu bukan saya!" Penampilannya pun kemudian berangsur-angsur kembali normal dalam waktu enam jam berikutnya.
Beberapa malam kemudian, Kathleen berada di ruang duduk bersama George dan ketika dia mengangkat wajahnya tampak olehnya dua mata merah bersinar di tengah bingkai jendela yang gelap.
Mereka segera berlari keluar dan menemukan jejak-jejak aneh berserakan di tengah salju yang tebal. Kathleen bercerita kepada Jay Anson sang penulis buku, "Jejak-jejak itu sepertinya bekas tapak kuku terbelah dari seekor babi yang sangat besar."
Mereka hanya tinggal 28 hari di rumah itu. Keluarga Lutz akhirnya memutuskan keluar dari rumah impian mereka yang telah memberi serangkaian mimpi buruk.
Penulis | : | Ade Sulaeman |
Editor | : | Ade Sulaeman |
KOMENTAR