Intisari-Online.com – Anehnya lagi, sinar tak kasat mata yang pada November 1995, berumur 100 tahun itu ditemukan oleh orang yang tak mengantungi ijazah SMA, Wilhelm Conrad Rontgen.
Karena tak tahu namanya dia sebut saja sinar X.
Pemanfaatannya tidak hanya di seputar dunia medis, tetapi meluas sampai ke bidang-bidang lain. Efek sinarnya bisa menyebabkan kanker, tetapi Anda jangan takut dirontgen.
Kenapa?
Cuaca musim gugur pada 8 November di Kota Wurzburg, Jerman, seratus tahun lalu memang sedang tidak cerah. Suhu udara sangat dingin. Angin bertiup kencang dan turun salju lebat seharian.
(Baca juga: Ternyata Istri Jenderal yang Tampar Petugas Bandara Juga Bikin Laporan Perbuatan Tidak Menyenangkan)
Namun justru di hari itulah, Wilhelm Conrad Rontgen, seorang profesor pimpinan Institut Kimia Fisik Universitas Wurzburg, sedang terheran-heran dengan hasil percobaannya.
Di ruang laboratorium yang sengaja dibuat gelap, dia saat itu lagi asyik "bermain-main" dengan suatu alat listrik yang dilengkapi tabung-tabung gelas penghasil suatu sinar.
Dalam percobaan hari itu, Rontgen membungkus tabung penghasil sinar itu dengan lembaran kertas-kertas hitam tidak tembus cahaya.
Setelah alat tersebut dialiri listrik, tiba-tiba saja kristal barium plantinsianat yang kebetulan terletak di atas meja dekat tabung itu tampak bercahaya.
Inilah yang membuat dia terheran-heran.
(Baca juga: Mulai dari Bayi Hingga Mayat, Inilah 5 Hal Gila yang Pernah Ditemukan Petugas Keamanan Bandara)
Wajar kalau dia keheranan. Sebab menurut logika, kalau bola lampu ditutup dengan kertas hitam tidak tembus cahaya, tentu tidak ada sinar yang keluar darinya.
Kristal itu pun tidak akan menyala, kalau tidak ada energi yang datang dari luar.
Oleh karena itulah dia yakin, kristal yang bercahaya itu pasti diakibatkan oleh pancaran suatu sinar yang keluar dari tabung tersebut.
Sinar yang tidak tampak mata tersebut kala itu belum dia ketahui namanya. Makanya dia lalu menyebutnya sebagai sinar "X".
Tertarik akan fenomena sinar ini, rontgen kemudian mengambil kertas, yang lalu diletakkan berdiri di antara tabung dan kristal.
Maksudnya untuk mengalang-alangi pancaran sinar yang diduga keluar dari tabung menuju kristal. Lagi-lagi dia heran, karena kristal itu masih tetap bercahaya.
Karena penasaran, diambilnyalah berganti-gantian buku setebal 1.000 halaman, kaleng, lalu kayu untuk menggantikan posisi kertas itu. Kristal pun masih bercahaya.
Ini berarti sinar "X" itu dapat menembus benda-benda itu. Dia lalu menggeser letak kristal itu sedikit demi sedikit.
Ternyata sampai dengan jarak 2 m dari tabung, kristal itu pun masih menyala. Kemudian dia mencoba mengenakan tangannya sendiri pada sinar tersebut.
Hasilnya benar-benar mengejutkan. Dengan bantuan film dia memperoleh gambar tulang tangannya.
Sampai beberapa hari setelah itu, dia terus penasaran dan mengembangkan cara baru untuk memperbaiki penampilan gambar foto yang dihasilkan.
Akhirnya, pada 22 Desember 1895, Rontgen meminta tangan istrinya sendiri, Anna Bertha. Walhasil, gambar relief tulang tangan kiri istrinya terlihat dengan jelas.
Enam hari setelah itu, rontgen menyerahkan makalahnya kepada senat universitas, yang berisi tulisan tentang apa yang diamatinya.
Walau dalam suasana liburan Natal, pegawai percetakan bekerja lembur untuk menggandakan makalah ini. Tiga hari kemudian disebarluaskan dalam berbagai bahasa.
Barulah pada 23 Januari 1896, rontgen memberikan ceramah tentang penemuannya di hadapan para ilmuwan.
Seusai ceramah dilakuan pula peragaan untuk pengambilan foto tangan Prof. Albert von Kolliker, seorang ahli anatomi. Hasilnya benar-benar menakjubkan para peserta.
Atas saran Prof. Kolliker, jenis sinar baru yang ditemukan oleh Rontgen itu diberi nama sinar rontgen.
Berkat penemuannya, pada 10 Desember 1901 Rontgen memperoleh sertifikat dan medali penghargaan Hadiah Nobel. Dia adalah orang pertama penerima Hadiah Nobel di bidang fisika.
Tidak berijazah SMA
Wilhelm Conrad Rontgen lahir pada 27 Maret 1845 di Kota Lennep, jerman. Dia anak tunggal dari pasangan pedagang kaya raya, Friedrich Conrad Rontgen dan Charlotte Constanze.
Tiga tahun setelah kelahiran Wilhelm, nama kecilnya, keluarga ini pindah ke Belanda. Di Kota Apeldoorn dan Utrecht, Wilhelm mulai bersekolah.
Dia memperoleh nilai bagus, namun tidak diperkenankan menempuh ujian Abitur, semacam ujian akhir sekolah menengah atas.
Alasannya sepele, gara-gara karikatur. Pada saat itu salah satu teman Wilhelm membuat karikatur tentang gurunya dan menempelkannya di ruang kelas.
Konon, gurunya tersinggung, dan Wilhelm yang diduga sebagai pelakunya. Karena Wilhelm tidak mau mengatakan kejadian sesungguhnya, maka sebagai hukumannya dia tidak boleh ikut ujian akhir.
Otomatis dia tidak memiliki ijazah SMTA.
Akhirnya, Wilhelm keluar dari sekolah itu dan pindah ke sekolah swasta. Dasar apes, pada saat ujian, yang menguji ternyata guru itu lagi, sehingga dia tidak diluluskan dan tetap tidak memiliki ijazah Abitur.
Pada usia-20 tahun, dia kuliah di Universitas Utrech selama dua tahun. Tetapi karena tak mempunyai ijazah Abitur, dia pun tidak diperkenankan mengikuti ujian semesteran.
Kemudian Wilhelm pindah ke Kota Zurich, Swis. Di kota ini dia kuliah di politeknik bidang teknik mesin. Untunglah di perguruan tinggi ini, ijazah Abitur tidak dipersyaratkan.
Pemuda Rontgen kemudian memasuki kuliah di Universitas Zurich. Itu pun berkat pertolongan seorang profesor fisika bernama August Kundt.
Atas bujukannya, Rontgen pindah ke jurusan fisika. Di universitas inilah Rontgen berhasil meraih gelar doktor pada 1869.
Pada 1872 dia menikah dengan Anna Bertha Ludwig. Pada tahun itu pula Prof. Kundt pindah kerja ke Wiirzburg, dan Rontgen ikut sebagai asistennya.
Di Universitas Wiirzburg, Rontgen ingin menempuh program habilitasi untuk meraih gelar profesor.
Tetapi lagi-lagi karena tidak mengantungi ijazah Abitur, dia tidak mendapat izin dan akhirnya pindah ke Austria. Di sanalah ia meraih gelar profesor.
Setelah beberapa kali berpindah-pindah sebagai profesor dari satu universitas ke universitas lain, baru sejak tahun 1888 Rontgen bekerja sebagai profesor di Universitas Wiirzburg.
Pada 1894 ia terpilih sebagai rektor, dan setahun kemudian berhasil menemukan sesuatu yang bermanfaat bagi umat manusia.
Rontgen dinobatkan sebagai warga kehormatan Oberbayern dan Wurzburg.
Istrinya meninggal pada 1919, dan empat tahun berikutnya Rontgen pun meninggal di Munchen. Sayangnya, keluarga ini tidak dikaruniai anak. Mereka hanya memiliki anak angkat.
Sampai akhir hidupnya, Rontgen tidak bersedia penemuannya dipatenkan.
Nama rontgen masih banyak dikenang. Berkali-kali gambar foto Rontgen menghiasi prangko, medali, dan uang logam. Tidak hanya di Jerman, melainkan juga di negara-negara lain. (Drs. M. Yuwono, Apt.. MS. dan dr. Bastiana)
(Seperti pernah dimuat di Majalah Intisari edisi Januari 1996)