Tapi petinggi Blackwater bukannya tidak menggubris terhadap reaksi IPOA dan BAPSC serta komentar negative yang terus bermunculan.
Untuk meredam imej dan prasangka buruk itu nama Blackwater pun diubah menjadi Xe. Namun, nama baru itu ternyata tak mampu mengubah perilaku karena para PMC Xe tetap saja melakukan tindakan di luar hukum.
Terlepas dari image sepak terjang PMC yang cenderung negatif pada kenyataannya keberadaan mereka justru makin dibutuhkan dan lembaga penyedia PMC pun terus bertambah hingga lebih dari 60 institusi.
Pemicu meledaknya bisnis PMC adalah peristiwa 9 Sepetember 2002 disusul Perang Irak (2003) dan ditambah oleh ‘’fatwa’’ Presiden George Bush yang memberikan ijin membunuh, License to Kill, bagi pasukan AS serta PMC yang bertugas dalam misi perang melawan terorisme.
Tapi jauh sebelum itu pada tahun 1985 militer AS memang telah membutuhkan kehadiran pihak sipil, Logistics Civil Augmentation Program (LOGCAP) untuk mendukung operasional militer.
Namun karena situasi yang berubah sipil bersenjata itu ternyata turut bertempur kendati dengan alasan membela diri. Ironisnya pihak yang paling membutuhkan tenaga PMC pada saat itu adalah lembaga dan sekaligus institusi yang menjadi otak strategi militer AS,
Pentagon. Pada era itu, Halliburton menjadi satu-satunya pemasok sekitar 3000 personel PMC bagi Pentagon dengan nilai kontrak mencapai angka 16 milliar dollar AS.
Pentagon rupanya tak hanya sekedar menyewa tenaga PMC tapi juga mengaturnya sehingga muncul semacam doktrin bahwa PMC memang harus ada di medan perang.
Akibatnya kehadiran PMC di medan tempur terutama yang sedang ‘’digarap’’ oleh AS terus mengalir deras.
Jika pada tahun 2003 di Irak hanya ada 3000 PMC, pada tahun 2009, sesuai data yang dikeluarkan oleh
Departemen Pertahanan AS jumlah PMC di Irak telah mengalami kenaikan luar biasa lebih 250.000 atau merupakan kekuatan kedua setelah pasukan reguler AS.
Sementara jumlah PMC di Afghanistan juga mengalami kenaikan tak kalah luar biasa karena pada akhir tahun 2009, seperti dilaporkan oleh lembaga Congressional Research Service (CRS) jumlah PMC yang beroperasi sekitar 104.000 orang.
Untuk mengendalikan ratusan ribu PMC itu, masing-masing institusi yang mengirim memang telah berusaha membuat aturan yang harus dipatuhi.
Tapi karena semua personel PMC adalah mantan anggota militer yang cenderung merindukan peperangan dan dipersenjatai serta selalu bekerja di bawah tekanan, mereka jadi mudah menarik picu senjata.
Apalagi saat di medan tempur, musuh justru lebih suka menyergap PMC. Para resistance rupanya juga punya taktik, lebih mudah membinasakan PMC dibandingkan anggota militer reguler.
Akibatnya bisnis PMC benar-benar menjadi bisnis berdarah baik darah yang ditumpahkan oleh personel PMC maupun para korbannya.
Sedikitnya 1.327 personel PMC telah tewas di Irak. Namun tetap saja PMC merupakan profesi yang diburu mengingat nilai uangnya yang luar biasa.
Penulis | : | Ade Sulaeman |
Editor | : | Ade Sulaeman |
KOMENTAR