Sebaliknya kedua kakakku, saat Bapak mencapai puncak mereka sudah SMP dan SMA.
Selanjutnya begitu Bapak sudah menurun, mereka cenderung lebih cengeng.
Kendati demikian, aku tetap merasa sangat -beruntung dengan indahnya masa kecilku. Kata orang, aku sudah genit banget saat balita.
Aku sering sekali difoto Bapak. Kasarnya melakukan gerak apa saja, tak pernah lepas dari jepretan Bapak.
Wah, fotonya lucu-lucu.
Meski genit, aku termasuk bengal, lo. Ketimbang main dengan anak perempuan, aku lebih suka main silat-silatan dan suka berantem dengan anak lelaki.
Bahkan, aku berani melawan Rubat, teman sebaya yang terkenal bandel. Habis berantem, aku menangis, pulang ke rumah, dan mengadu sama Ibu.
Tapi, Rubat juga menangis dan mengadu pada ibunya. Konyolnya lagi, setelah itu ibuku dan ibu Rubat berantem.
Jadilah berantem sesama ibu. Aku masih ingat, Ibu melabrak Yu Rupik, ibu Rubal.
Yu Rupik seorang pedagang nasi pecel di pasar. Ia tinggal 200 meter dari rumah kami.
Ibu jengkel, masak Rubat beraninya sama perempuan. Padahal, sebenarnya aku juga nakal, ya. Ha...ha...ha...
Ibu memang sangat menyayangiku. Hanya saja, setelah gede, aku merasa dibedakan.
Penulis | : | Intisari Online |
Editor | : | Moh. Habib Asyhad |
KOMENTAR