Advertorial

‘Balung Buto’, Sebutan untuk Tulang-tulang Raksasa di Sangiran yang Berasal dari Tiga 'Pencuri' Suruhan Raden Saleh

Afif Khoirul M
Afif Khoirul M
,
Ade Sulaeman

Tim Redaksi

Selain kisah mengenai Sangiran yang dulunya adalah lautan, kisah lain yang tak kalah menarik adalah cerita awal mula bagaimana fosil ditemukan.
Selain kisah mengenai Sangiran yang dulunya adalah lautan, kisah lain yang tak kalah menarik adalah cerita awal mula bagaimana fosil ditemukan.

Intisari-online.com –Selain kisah mengenai Sangiran yang dulunya adalah lautan, kisah lain yang tak kalah menarik adalah cerita awal mula bagaimana fosil ditemukan.

Dalam penelusuran Intisari Online di kawasan Museum Purbakala Sangiran, Tanto (65), seorang 'tetua' di Sangiran, juga menjelasakan mengenai masyarakat Jawa khususnya Sangiran menyebut fosil dengan istilah berbeda.

Menurut Tanto, mengutip dari arsip sejarah Museum Sangiran, orang zaman dahulu menyebut istilah fosil dengan sebutan ‘balung buto’.

Buto sendiri dalam mitologi Jawa adalah sebuah makhluk berperawakan raksasa yang diyakini sebagai makhluk ghaib, sedangkan balung memiliki arti tulang dalam bahasa Jawa.

Baca Juga : Memesan Air Putih, Pria Ini Memberi Tip Rp150 Juta Pada Pelayan, Tidak Menolak Tapi Ini yang Dilakukan Pelayan

Untuk itulah mengapa orang zaman dahulu mengatakan bahwa temuan folil tulang raksasa ini disebut dengan istilah ‘balung buto’.

Menurut Tanto istilah balung buto ini muncul kurang lebih sebelum tahun 1928, waktu itu ada tiga orang yang diyakini kolektor tulang-tulang fosil yang berasal dari kampung Cemoro Sewu.

Tiga orang yang dimaksud tersebut, diyakini memiliki identitas sebagai Panuju, Srapil, dan Rusman.

Tanto mengatakan “Dulu itu ada tiga orang penggemar, bernama Panuju, Srapil, dan Rusman yang datang ke situs Sangiran untuk mencari tulang-tulang raksasa.”

Baca Juga : 10 Manfaat Jepan alias Labu Siam yang Jarang Diketahui. Salah Satunya Bisa Tingkatkan Fungsi Otak, Lo!

“Lalu, suatu ketika mereka mendapatkan tulang dengan cara dipanggul, kemudian masyarakat Sangiran bertanya : yang dibawa itu apa tuan, kok besar sekali?” Tanto menjelaskan.

“Lalu ketiga orang tersebut mengatakan, ini ‘balung buto’ lalu mereka membawanya ke dukuh Kalioso dan menginap sementara di rumah Mbah Suro, untuk selanjutnya dibawa dengan kereta menuju Solo,” Tanto menambahkan.

“Setelah itu tidak diketahui lagi kemana tulang-tulang tersebut selanjutnya dibawa.” Tambahnya lagi.

Meski demikian, Tanto juga menjelaskan bahwa ketika nama yang disebutkan di awal kemungkinan besar hanya nama samaran saja.

Baca Juga : Cara Mengobati Biduran Secara Alami Tanpa Obat Kimia tapi Tetap Manjur

“Tapi disini ketika identitas ketika orang tersebut, diduga hanya nama samaran saja ada dugaan mereka mungkin adalah orang-orang seperti Raden Saleh,” Tanto menambahkan.

Artikel Terkait