Advertorial
Intisari-Online.com -Brigadir Jenderal Jeffrey Smiley tertembak di Afganistan setelah mendapat serangan Taliban.
Selain Smiley, dalam serangan di Provinsi Kandahar pekan lalu itu, ada satu lagi pimpinan tentara Amerika Serikat yang tewas.
Tertembaknya dua orang penting itu menunjukkan bahwa, setangguh apa pun tentara AS—juga CIA—nyatanya mereka kerap kesulitan menghadapi tentara Taliban.
Baca Juga : Agen CIA Disebut Membantu Arab Saudi Mendapatkan Rudal Balistik dari China, Buat Apa?
Cdr. Grant Neeley, juru bicara North Atlantic Treaty Organization Resolute Support, dan pejabat Departemen Pertahan AS, sudah mengonfirmasi insiden tersebut.
Meski begitu, keduanya tidak memberikan perinciannya secara mendetail.
The Washington Post, yang membuatn breaking news terkait insiden itu, melaporkan, pada Minggu pagi Smiley baru saja pulih setelah menderita luka tembak yang ia dapat di kompleks gubernur di Kandahar.
Smiley mendapat tugas untuk memimpin komando berbasis di Kandahar pada musim panas lalu.
Misi komando ini adalah untuk melatih dan memberi saran kepada pasukan keamanan Afganistan serta membantu proses operasi kontraterorisme di Afganistan selatan.
Seperti telah disingguh di awal, tentera AS dan personel CIA yang pernah dikirim ke Afganistan untuk melancarkan perang melawan terorisme nyatanya tak setangguh yang kita bayangkan.
Mereka bahkan sering mengalami babak belur melawan gempuran pejuang Taliban—tertembaknya Smiley baru satu kasus.
Para agen CIA yang pertama kali dikirim ke Afganistan adalah pasukan paramiliter Special Operation Group (SOG) yang merupakan bagian dari divisi elite Special Activities Division (SAD).
Tugas utama mereka adalah bekerja sama dengan suku-suku di Afganistan utara dan menyiapkan logistik serta jaringan operasi bagi pasukan khusus AS.
Baca Juga : Demi Melawan Taliban, Jet Tempur Siluman Termahal di Dunia Ini Akhirnya Bertempur untuk Kali Pertama
Agen CIA, Special Forces, dan para pejuang Afganistan utara pada awalnya memang memiliki tugas utama meringkus kelompok Al Qaeda tanpa harus menurunkan pasukan koalisi.
Namun karena Taliban menolak menyerahkan Osama Bin Laden, serangan militer pun dilancarkan.
Target mereka adalah menghancurkan kelompok Al Qaeda.
Tim SOG, yang merupakan binaan Direktur CIA, George Tenet, hanya bertugas khusus memburu teroris dengan kekuatan sekitar 150 orang.
Personel SOG mirip anggota Private Military Contractor (PMC) karena berasal dari orang-orang yang berpengalaman tempur seperti mantan anggota Special Forces Delta Force dan Navy Seal.
Selain beranggota personel yang memiliki profesionalisme tinggi dalam dunia militer, SOG juga beranggota sejumlah pilot bahkan disediakan oleh AU AS dan sebagian lainnya merupakan pilot sewaan dari Rusia.
Khususnya pilot helikopter transpor yang merupakan veteran perang Soviet-Afganistan.
Upaya CIA untuk menghancurkan dan menangkap Osama ternyata tidak mudah.
Korban justru makin banyak berjatuhan baik dari militer AS maupun anggota CIA.
Ribuan tentara koalisi tewas selama beroperasi di Afganistan, sementara korban jiwa agen CIA sudah mencapai lusinan orang.
Korban agen CIA yang tewas dalam jumlah cukup besar akibat serangan bom bunuh diri terjadi pada Desember 2009.
Saat itu sebanyak delapan agen CIA tewas ketika markas mereka yang berada di perbatasan Afganistan-Pakistan, Khost.
Mereka diserang oleh seorang pengebom bunuh diri yang kemudian diketahui sebagai agen ganda.
Baca Juga : Yuk Berkunjung ke Takht-e Rostam, Sisa-sisa Pusat Ajaran Buddha yang Tersembunyi di Afganistan
Bagaimanapun juga, kehilangan lusinan orang di Afganistan bagi CIA merupakan hal yang sangat serius.
Dan lebih dari itu, untuk mengganti orang-orang yang paham Afganistan termasuk menguasai bahasa lokal sangat sulit.
Untuk melancarkan tugas-tugasnya di Afganistan yang dari hari ke hari makin rumit, para petinggi CIA pun pernah menyiapkan strategi khusus.
Strategi yang dirangkum dalam CIA’s Afghan Task Force itu antara lain, pertama, memperbaiki hubungan baik dengan suku-suku Afganistan yang pernah bekerja sama khususnya para kolaborator semasa perang Soviet-Afganistan.
Kedua, memaksimal kerja sama dengan satuan-satuan Special Forces dan memanfaatkan back up dari AU AS.
Ketiga mempersiapkan pemimpin-pemimpin suku yang kooperatif untuk mengantisipasi tumbangnya pemerintahan Hamid Karzai.
Jadi saat kekuatan di Afganistan vakum, CIA masih mempunyai hubungan yang dapat diandalkan dengan kepala suku binaan itu.
Baca Juga : Dikenal 'Manja' dalam Pertempuran, Kini Tentara Amerika Dilengkapi 'Tangan Ketiga' untuk Operasikan Senapan
Keempat, terus membangun relasi dengan tokoh di daerah yang menjadi medan operasi CIA, terutama kawasan yang menerima baik kehadiran agen CIA dan mereka masih bisa bekerja secara leluasa.
Kelima, terus memantau kerja sama dengan kepala suku yang mudah menerima uang dan sanggup menggerakkan kekuatan untuk pertempuran dalam skala besar.
Keenam, tetap mengandalkan UAV Predator dan bukannya paramiliter atau pasukan bayaran untuk mengurangi jatuhnya korban jiwa.
Namun hingga saat ini pasukan AS dan personel CIA di Afganistan tetap belum bisa menaklukkan para pejuang Taliban dan korban jiwa pun terus berjatuhan.
Hingga tahun 2017 ini jumlah pasukan AS yang tewas di Afganistan sudah berjumlah 2.297 orang.