Advertorial
Intisari-Online.com -Sulit sekali rasanya menemukan musuh terbesar Iran saat ini selain Arab Saudi dan Israel.
Nama terakhir, kita tahu, sudah sejak lama terganggu dengan retorika anti-Israel yang meluas di Teheran, Ibukota Iran.
Iran juga disebut sebagai aktor utama yang menyuplai rudal-rudal yang digunakan pasukan Hizbullah di Lebanon menyerang Israel.
Sementara itu, rivalitas Iran dan Arab Saudi lebih pada perlombaan siapa yang paling superior di Timur Tengah. Soal kekuatan militer Iran, jangan ditayakan lagi.
Baca Juga : Arab Saudi Siap Impor Senjata dari Jerman, 'Krisis Kemanusiaan Terburuk di Dunia' Semakin Mengkhawatirkan
Ditambah lagi Iran juga sedang dalam upaya mengembangkan program nuklir berikut turunannya seperti rudal balistik.
Program rudal balistik Iran dimulai selama Perang Kota dalam Perang Iran-Irak. Saat itu Baghdad menghujani kota-kota besar di Iran dengan ratusan rudal Scud.
Tak hanya “menggugah” Iran, rudal-rudal yang diluncurkan Irak waktu itu juga membuat Arab Saudi khawatir.
Ditolak oleh Amerika Serikat, Riyadh mencoba mengetuk pintu Beijing—yang sebelumnya bersedia mengekspor senjata ke Iran ketika Moskow dan AS menolak melakukannya.
Tahun 1987, China mengekspor antara 30 – 120 rudal jarak menengah berukuran 24 meter Dongfeng (East Wind) DF-3A dan selusin truk Transport-Erector-Launcher.
Dengan bahan bakar maksimal, rudal-rudal ini bisa menyerang target sejauh 2.700 mil—meskipun dibutuhkan bantalan peluncur khusus.
Untuk mengoperasikan senjata baru ini, Arab Saudi membentuk Pasukan Rudal Kerajaan Saudi—dan ini sangat menggangu Amerika Serikat.
Hanya empat tahun kemudian, Arab Saudi mengakhiri perselisihan dengan Irak.
Meski sekitar 46 rudal Irak jatuh di wilayahnya, Arab Saudi tidak pernah meluncurkan rudalnya ke negara tersehut. Kenapa?
Masalah utama DF-3 adalah ia punya Circular Error Probable (CEP) sebanyak 300 meter.
Dalam istilah balistik, CEP digunakan sebagai ukuran tingkat akurasi sistem senjata khususnya peluru kendali balistik.
Baca Juga : Ada Rudal Balistik Hingga Roket, Ini 7 Senjata Paling Mematikan yang Pernah Diciptakan
Ini artinya, jika Anda menembakkan enam rudal ke target yang disasar, hanya akan ada tiga rudal yang mendarat pada jarak tiga kali lapangan sepakbola dari target, sementara tiga lainnya meleset jauh.
Bagaimanapun juga, buat apa menggunakan senjata yang tingkat akurasinya minim? Kecuali jika DF-3 itu sudah dilengkapi dengan hulu ledak nuklir.
Tapi China mengaku tidak akan menjualnya kepada Arab Saudi.
DF-3 kini sudah dimodifikasi untuk membawa 3.000 ton bahan peledak tinggi.
Ini artinya, DF-3-nya Arab Saudi waktu itu hanya “berguna” untuk menjatuhkan bahan peledak tinggi pada target seluas kota dan secara acak akan membunuh warga sipil yang tidak berdosa.
Selain itu, melimpahnya senjata dari pesawat perang AS selama Perang Teluk membuat Saudi tak perlu membutuhkan rudal itu.
Lebih dari satu dekade kemudian, Arab Saudi kembali tertarik mendatangkan sistem antirudal yang lebih efektif, dan sekali lagi melirik ke China.
Kali ini negara kaya Timur Tengah itu melirik DF-21 IRBM yang jauh lebih akurat, yang punya CEP hanya 30 meter.
(China bahkan sudah mengembangkan model DF-21D terpadu yang dirancang untuk menghantam kapal besar di laut).
Selain itu, DF-21 bisa digunakan dalam waktu yang sangat singkat.
Meskipun punya jangkauan yang lebih pendek (kurang dari 1.100 mil), rudal seberat 30 ton ini sangat memadai untuk mencapai target di seluruh Timur Tengah dan sulit dicegah lantaran ia 10 kali lebih cepat dari kecepatan suaran.
Baca Juga : Serangan Teroris di Parade Militer Iran, Dilaporkan 29 Tewas dan 70 Lainnya Terluka
Nah, pada 2014 lalu, CIA disebut-sebut punya andil sebagai penengah rencana jual-beli rudal balistik ini—dengan syarat DF-21 tidak berhulu ledak nuklir.
Setelah serangkaian pertempuan rahasia di sebuah tempat di Washington DC antara mata-mata dan pejabat Saudi, pada 2007 lalu dua agen CIA dilaporkan dikirim untuk memeriksa rudal di peti pengiriman China sebelum dikirim ke Arab Saudi.
Arab Saudi memang tidak pernah dilaporkan melakukan uji coba rudal, tapi mereka mempunya empat atau lima fasilitas bawah tanah untuk menampung senjata-senjata itu.
Akhirnya, pada April 2014, ketika kekhawatiran semakin membaiknya hubungan AS-Iran memuncak, Arab Saudi akhirnya mempublikasikan rudal-rudalnya.