Pertama, kontrak kerja berlaku untuk masa 5 tahun kerja berkesinambungan, dengan masa kerja 6 hari seminggu, 7 jam kerja sehari di kebun atau 10 jam kerja di pabrik.
Kedua, pekerja pria usia di atas 16 tahun mendapat upah 60 sen sehari. Sedangkan wanita dan anak-anak usia 10 — 16 tahun mendapat upah 40 sen sehari.
Baca Juga : Pasukan Pemburu MayatPalang Hitam,
Pasal ketiga mencantumkan keharusan majikan untuk menyediakan tempat tinggal dan perawatan kesehatan gratis.
Keempat, untuk masa 3 bulan pertama seiak tiba di Suriname, para pekerja memperoleh makanan dan barang-barang yang harus dibayarnya kemudian.
Sedangkan pasal terakhir menyebutkan hak setiap pekerja seusai 5 tahun kerja untuk kembali ke Jawa dengan biaya ditanggung majikan.
Janji gombal
Baca Juga : Benarkah Perempuan Jawa di Era Kolonialisme Lemah Lembut dan Tak Berdaya?
Selain kelima pasal kontrak itu, para buruh Jawa juga diiming-imingi janji lain. Bila si buruh mau memperpanjang kontrak kerjanya, maka ia berhak memperoleh bonus sebesar 20 gulden setiap tahun perpanjangan. Maksimum bonusnya 100 gulden untuk masa 5 tahun.
Pada masa itu upah 60 sen sehari berarti dua kali lipat dari penghasilan buruh di Jawa pada umumnya, yang rata-rata cuma 33 sen sehari. Namun, janji-janji yang menggiurkan itu ternyata tidak berhasil.
Sesungguhnya, di balik bunyi kontrak dan janji yang menggiurkan itu, para kuli kontrak dikenai Poenale Sanctie, yaitu ancaman hukuman badan terhadap kuli kontrak yang minggat atau mangkir.
Bahkan janji dipulangkan gratis ke Jawa dan belakangan janji penghapusan Poenale Sanctie, menurut Dr. Yusuf Ismael, hanyalah teori belaka. Upah 60 sen juga kebanyakan cuma diberi 30 sen!
Source | : | intisari |
Penulis | : | K. Tatik Wardayati |
Editor | : | Moh. Habib Asyhad |
KOMENTAR