Advertorial
Intisari-Online.com – Serangkaian gempa dan tsunami yang menerjang Indonesia sungguh membuat khawatir.
Sebab, hampir di semua tempat di Indonesia rawan akan kedua bencana alam tersebut.
Bahkan pasca gempa dan tsunami yang menerjang Lombok, Palu, dan Donggala, hari ini (Kamis (11/10/2018), terjadi gempa di Situbondo.
Nah, kini para ahli memperingatkan salah satu negara tetangga Indonesia juga bisa terkena tsunami?
Baca Juga : Masih Banyak Korban Belum Ditemukan, Mengapa Pemerintah Hentikan Pencarian Korban Gempa dan Tsunami Palu?
Negara mana?
Dilansir dari dailymail.co.uk pada Kamis (11/10/2018), para ahli telah memperingatkan bahwa hanya masalah waktu sebelum Australia dilanda tsunami dahsyat.
Sebab, menurut mereka, kota-kota pesisir di negara tersebut ‘sangat beruntung’ tidak diserang oleh serangkaian gelombang destruktif yang dipicu oleh dampak meteor atau aktivitas seismik (gempa).
Sebelumnya, negara ini pernah dilanda tsunami, tepatnya pada tahun 1491.
Pada saat itu, ombak setinggi 60 meter menerbang tebing dan mengirim air laut hingga ke daratan seperti ke Blue Mountains, sekitar 50 km barat Sydney.
Dale Dominey-Howes, wakil direktur Pusat Penelitian Tsunami Australia di Universitas New South Wales mengatakan, tsunami merupakan ancaman nyata bagi kota-kota di Australia.
"Jika itu terjadi tanpa peringatan dan terjadi di musim panas, dampaknya akan menjadi bencana besar," katanya kepada Australian Geographic.
Apalagi Dale menambahkan bahwa peristiwa seperti gempa dan tsunami tidak bisa terdeteksi sampai menit terakhir.
Contoh tsunami sering dipicu oleh gempa bumi dan tanah longsor. Namun mereka juga dapat dipicu oleh serangan meteorit.
Baca Juga : Gempa Situbondo Berkekuatan 6,4 SR: Tiga Warga Sumenep Meninggal Dunia
Khusus untuk serangan meteorit yang bisa menyebabkan tsunami, pakar Tsunami Dr Ted Bryant, dari Universitas Wollongong, punya pandangannya.
Dia percaya bahwa sistem deteksi tidak akan selalu menangkap komet atau meteor yang menerjang Bumi dan yang dapat memicu gelombang tsunami yang tinggi.
Namun apapun penyebabnya, Dr. Bryant percaya bahwa tsunami bisa mendatangkan malapetaka di sepanjang pantai timur Australia.
Contoh, tsunami yang pernah menghantam Shoalhaven dekat Nowra di Pesisir Selatan New South Wales antara 4.000 dan 5.000 tahun yang lalu, pernah mengirim air ke daratan sejauh 10 km.
Oleh karenanya, garis pantai Australia dimonitor 24 jam sehari untuk menghadapi tsunami. Tapi monitor tersebut hanya dicatat setiap dua tahun sekali di Australia.
Meskipun jarang, mereka menimbulkan ancaman bagi perenang karena mereka dapat membawa gelombang abnormal dan arus berbahaya.
Untuk antisipasi, selain dimonitor 24 jam sehari, ada juga layanan peringatan tsunami yang komprehensif dan independen.
Layanan ini dari Proyek Sistem Peringatan Tsunami Australia (ATWS).
Baca Juga : Fenomena 'Tembok' Raksasa yang Terbentuk Usai Gempa 7,8 SR Mengguncang Selandia Baru
Tugasnya untuk memberi saran kepada media dan otoritas umum atas setiap ancaman tsunami ke Australia dan wilayah lepas pantai.
Atau jika terjadi gempa bumi, seismolog di Pusat Peringatan Tsunami Australia Bersama (JATWC) menentukan apakah ada potensi gempa bawah laut untuk menyebabkan ancaman tsunami ke Australia.
Jika ada ancaman, JATWC akan mengeluarkan arloji tsunami nasional bernama tsunameter.
Tsunameter bisa mendeteksi perubahan tekanan dan informasi dikirimkan melalui pelampung, ke satelit iridium dan ke JATWC.
Setelahnya, JATWC akan terus memonitor permukaan laut untuk memverifikasi, menilai ulang dan memperbarui informasi tentang ancaman.
Jika pengamatan data mengkonfirmasi ancaman tsunami, atas nama JATWC, mereka akan mengeluarkan peringatan bagi wilayah yang mungkin akan terkena dampaknya.
Ketika ancaman telah berlalu, JATWC akan kembali menjadi layanan yang akan menginformasikannya kepada publik.
Dengan begitu, penduduk bisa kembali ke daerah masing-masing.
Baca Juga : Rizki, Bocah 12 Tahun Korban Gempa Palu, Tak Kuasa Menahan Haru Dapat Video dari Pemain Manchaster City