Advertorial
Intisari-Online.com – Pada hari Jumat (28/9/2018) petang, Kabupaten Donggala dan Palu diguncang gempa 7,4 SR.
Tidak lama, tepatnya 30 menit pasca gempa, terjadi tsunami di area dekat pantai di Palu.
Ombak setinggi tiga meter tersebut lantas meluluhlantahkan Donggala dan Palu yang sudah hancur berantakan karena gempa sebelumnya.
Akibatnya 1.200 orang lebih tewas dan puluhan ribu lainnya luka-luka.
Baca Juga : Tak Seperti di Palu, di Jepang Justru Nyaris Tak Ada Penjarahan Saat Bencana Menerjang, Kok Bisa?
Berbagai doa dan bantuan mengalir dari seluruh dunia untuk Donggala dan Palu. Namun di sisi lain, banyak juga yang membandingankan bencana alam ini dengan bencana alam di Jepang.
Seperti yang kita ketahui, Indonesia bukanlah satu-satunya negara yang berlokasi di daerah rawan gempa.
Jepang termasuk negara yang paling sering dilanda gempa.
Salah satu contoh gempa yang dianggap parah adalah gempa Miyagi tahun 1978.
Pada 12 Juni 1978, terjadi gempa berkekuatan 7,7 SR pada pukul 17.14 setempat. Akibat, terjadi tsunami kecil dan menyebabkan 28 orang tewas serta 1.325 lainnya luka-luka.
Selain itu, pada gemba bumi ini terjadi kerusakan bangunan yang sangat parah. Karenanya, pemerintah Jepang saat itu langsung merevisi Undang-undang Standar Bangunan Jepang pada tahun 1981.
Dilansir dari realestate-tokyo.com pada Rabu (3/10/2018), pemerintah Jepang membagi 3 struktur material bangunan dan rumah berdasarkan tingkat ketahanannya pada gempa.
Ini dilakukan untuk keselamatan warganya.
Baca Juga : Gempa Kobe, 'Tamparan Keras' yang Mengubah Cara Jepang Menghadapi Bencana Alam
1. Struktur Tahan Gempa Bumi
Ini adalah struktur paling umum untuk rumah dan gedung di Jepang terpisah di Jepang.
Semua bangunan yang dibangun setelah tahun 1981 harus sesuai dengan Standar Struktur Anti-seismik Baru yang mengharuskan bangunan memiliki struktur ketahanan gempa.
Struktur Tahan Gempa Bumi terdiri dari tiang, dinding dan lantai, untuk menyerap gerakan gempa.
Bangunan dapat dibagi menjadi Struktur Rigid (dibangun secara kaku untuk mencegah keruntuhan) dan Struktur Fleksibel (bagian struktural utama yang membungkuk secara fleksibel untuk menyebarkan kekuatan gerakan seismik).
2. Damping Structure (Struktur Redaman)
Untuk meminimalkan gempa, dinding setiap bangunan harus menyerap energi dari gempa bumi.
Damping structure dapat dibagi menjadi tipe Aktif, yang menggunakan energi seperti listrik, dan jenis Pasif, yang menggunakan kekuatan fisik.
Dibandingkan dengan Struktur Tahan Gempa Bumi, Damping structure dapat mengurangi intensitas gempa sebesar 70 hingga 80%.
3. Struktur Isolasi Seismik
Umumnya struktur ini digunakan untuk bangunan bertingkat tinggi.
Alat isolator (perangkat penyerap gempa) ditempatkan di struktur ini untuk menghalangi gerakan gempa merusak bangunan.
Dengan struktur ini, intensitas gempa bisa dikurangi hingga 50% jika dibandingkan dengan Struktur Tahan Gempa Bumi.
Sementara untuk bahan bangunan, ada 4 bahan yang paling sering digunakan di di Jepang (untuk kantor atau rumah).
1. Bahan Kayu
Kayu adalah bahan utama yang digunakan sebagian besar rumah di Jepang. Sementara untuk gedung, bahan ini berada di bagian tiang inti dari bangunan.
2. Bahan baja
Bahan yang satu ini mengacu pada bangunan gedung besar, terutama pada bagian kerangka mereka. Jarang digunakan untuk bangunan rumah.
3. Bahan Beton Bertulang (RC/Reinforced Concrete)
Ketika membangun kerangka bangunan besar, harus dilengkapi dengan bahan RC. Bahan ini akan jadi menahan berat bangunan.
4. Bahan Beton Bertulang Baja (SRC/Steel Reinforced Concrete Structure)
Bahan SRC disebutkan dapat memberikan ketahanan seismik yang sangat baik, padat, dan tahan lama.
Baca Juga : Setelah Gempa, 47,8 Hektar Wilayah Palu Amblas, Lebih dari 5000 Bangunan Rusak