Lalu apakah ada penjarahan massal seperti di Palu? Tidak ada.
Baca Juga : Polisi Akhirnya Berhasil Menangkap 45 Penjarah Setelah Gempa di Palu
Sebuah tulisan yang ditulis oleh Amy Chaves yang ditulis di huffingtonpost.com pada Minggu (27/3/2011) menjelaskan mengapa di Jepang tidak ada penjarahan massal seperti di Palu atau tempat bencana lainnya.
Ketika gempa dan tsunami menerjang Jepang, para korban tidak ada yang melakukan penjarahan karena mereka lebih percaya pada pemerintah mereka.
Mereka percaya bahwa pemerintah Jepang sedang melakukan aksi untuk membantu mereka selama krisis.
Sementara warga lainnya mengatakan bahwa keharmonisan antara satu keluarga dengan keluarga lainnya sangat dijunjung tinggi dalam budaya Jepang.
Di Jepang, ada budaya untuk mengembalikan barang-barang yang hilang dan memberikan penjelasan tentang bagaimana barang yang hilang.
Setelahnya, barang akan selalu dikembalikan kepada pemiliknya di Jepang, termasuk dompet, uang tunai dan bahkan payung.
Mereka berpikir ‘Itu bukan barang saya. Saya tidak berhak atas barang itu’.
Menurut Amy, orang Jepang punya integritas yang tinggi kepada individu lainnya. Mereka sopan dan sangat bertoleransi.
Jangankan penjarahan, serangan verbal terhadap pegawai toko, kemarahan dalam bentuk alis yang berkerut, bibir yang mengeras, hingga dengusan yang tidak puas, tidak diterima di sini.
Jadi, semarah apapun seseorang, mereka tidak akan menunjukkannya di depan umum.
Tidak heran, Amy memberikan dua kata kunci untuk menggambarkan orang Jepang, sopan dan harmonis.
Dua kata yang mungkin bisa kita pelajari. Tidak hanya untuk warga Indonesia, namun seluruh dunia.
Baca Juga : Deretan Foto Warga yang Menjarah Mall dan Toko Setelah Gempa dan Tsunami di Palu
Penulis | : | Mentari DP |
Editor | : | Ade Sulaeman |
KOMENTAR