Advertorial

Enaknya Jadi Karyawan Google, Bebas Makan Cemilan dan Kerja Sampingan di Jam Kerja

K. Tatik Wardayati
,
Aulia Dian Permata

Tim Redaksi

Di kantornya, karyawan Google dianggap sebagai aset utama. Untuk itu mereka  disediakan cemilan, dan bebas kerja sampingan.
Di kantornya, karyawan Google dianggap sebagai aset utama. Untuk itu mereka disediakan cemilan, dan bebas kerja sampingan.

Intisari-Online.com – Banyak orang terheran-heran, kok bisa-bisanya situs Goggle yang bersahaja itu menjadi mesin uang. Dulunya, ia cuma hasil penelitian yang sempat ditawarkan ke portal-portal besar (dan ditolak!).

Kata "Google" bahkan berasal dari salah eja, yang untungnya tak banyak orang tahu. Buku Kisah Sukses Google, karya David A. Vise dan Mark Malseed (alih bahasa Alex T.K., PTGramedia Pustaka Utama, 2006) menampilkan jatuh bangunnya search engine itu. Termasuk kisah Larry Brin, penciptanya sebagai sosok istimewa.

Dicukil oleh Muhammad Sulhi dalam tulisan Google Mencari Data Juga Mencetak Uang, disajikan oleh Majalah Intisari di edisi Februari 2007.

--

Baca Juga : Google Ulang Tahun ke-20: Ini Perbedaan Kantor Google 20 Tahun yang Lalu dan Sekarang

Tahun 2004, ketika bisnis pencarian Google kian meledak, Brin dan Page mulai memikirkan langkah apa lagi yang harus dilakukan untuk kembali membuat dunia berteriak, "Wow, Google!"

Tampaknya, e-mail menjadi langkah lanjutan yang paling masuk akal. Brin dan Page ingin membuat guncangan besar dengan meluncurkan Gmail, layanan e-mail cerdas, mudah, murah dan unggul.

Mereka bahkan menawarkan 1GB (1.000 MB) media penyimpanan gratis per e-mail, 500 kali lebih banyak (saat itu) dari Hotmail-nya Microsoft dan 250 kali lebih banyak dari fasilitas yang diberikan Yahoo!

Untuk meneruskan tradisi promosi dari mulut ke mulut, keduanya menghadiahkan 1.000 e-mail kepada 1.000 tokoh untuk diuji.

Baca Juga : Banyak Berita Buruk Tentang Dirinya, Trump Salahkan dan Ancam Google

Namun, rencana Google Inc. memasukkan iklan dalam e-mail pribadi menempatkan perusahaan yang sebelumnya bercitra "saudara tua" pengguna komputer dunia ini sebagai pesakitan yang dicurigai. Tiba-tiba saja, para aktivis hak asasi manusia bergabung menantang Brin dan Page.

"Google sedangmempertaruhkan reputasinya lewat Gmail'" tulis Walt Mossberg, kolumnis terkenal The Wall Street Journal.

Sebetulnya, bukan masuknya iklan yang jadi masalah. "Orang merasa keberatan karena Google memindai e-mail pribadi untuk menemukan kata kunci guna membangkitkan iklan. Ini seperti pelanggaran terhadap kerahasiaan pribadi. Saya mengimbau Google memulihkan kembali reputasinya sebagai perusahaan yang jujur," sambung Mossberg, yang juga penggemar berat Google.

Tulisan Mossberg membuat Brin dan Page terkejut. "Sepintas lalu masalah ini mengerikan, padahal tidak. Iklan yang muncul berkolerasi dengan pesan yang sedang Anda baca. Kami tidak menyimpan surat Anda, menggali isinya atau berbuat apa pun semacam itu. Dan tak ada informasi yang kami bocorkan ke luar. Yang kami lakukan hanya menyisipkan iklan. Prosesnya otomatis. Tak ada orang yang melihat. Maka menurut saya, kami tidak melanggar hak kerahasiaan pribadi," balas Brin.

Baca Juga : Pengguna Ponsel Android Wajib Waspada! Selama Ini Google Mengumpulkan Data-data 'Privasi' Penggunanya

Belakangan, ketika para pengritik Brin dan Page mulai mencoba Gmail, suara-suara sumbang mulai reda.

Para jurnalis bahkan memuji Gmail, karena untuk pertama kalinya mereka dapat menemukan e-mail lama dengan mudah, semudah melakukan pencarian di Google.com.

Sekali lagi, Brin dan Page membuktikan, mereka memang jenius.

Karyawan jadi aset utama

Baca Juga : Tak Harus Miliki Gelar Sarjana, Google hingga Apple Buka Lowongan yang Utamakan Skill

Brin dan Page menempatkan karyawan - kebanyakan programmer - sebagai aset perusahaan yang paling berharga.

Untuk mendukung munculnya kreativitas, keduanya selalu mencoba menciptakan suasana kerja nan menyenangkan, di kantor pusat mereka di Mountain View.

Di tengah kesibukan, para karyawan masih sempat bermain biliar dan menikmati cemilan.

Brin dan Page berani mengeluarkan dana berapa pun untuk menciptakan kultur yang tepat di Googleplex, markas Google.

Baca Juga : Mengenal 'Alat Ajaib' di Balik Google Street View yang Biasa Kita Lihat

Lampu lava dan beragam mainan di sana-sini membuat suasana di kantor menjadi ceria.

Delapan puluh lima karyawan memang dipaksa bekerja keras, namun mereka juga diperlakukan seperti keluarga sendiri. Makan gratis, minuman kesehatan cuma-cuma, dan cemilan berlimpah.

Ada juga layanan binatu, penata rambut, doker umum dan dokter gigi, pencucian mobil, kebugaran lengkap, tukang pijat, dan belakangan penitipan anak.

Sedangkan fasilitas outdoor yang tersedia, antara lain lapangan voli pantai, futsal, sepatu roda. Pendek kata, tak perlu keluar jauh dari kantor jika ingin menghibur diri dari penatnya kerja.

Baca Juga : Diam-diam Ternyata Google Merekam Percakapan Kita dari Smartphone Tanpa Disadari, Begini Cara dan Dampak Buruknya

Beda dengan kebanyakan perusahaan yang melarang karyawannya melakukan "pekerjaan sampingan" (sehingga mereka bekerja sembunyi-sembunyi, agar tidak ketahuan bosnya).

Di Google, karyawan punya jatah waktu 20% dalam seminggu untuk mengerjakan apa pun yang mereka sukai.

Jika diterjemahkan, 20% itu sama dengan satu hari kerja (dari total lima hari kerja). Hal ini digagas Brin dan Page, agar orang-orang cerdasnya tetap termotivasi untuk membuat terobosan-terobosan.

Memang beda kalau orang jenius.

Baca Juga : 5 Kesalahan Terbesar Google Maps yang Pernah Terjadi, Bahkan Sampai Sebabkan 2 Negara Berselisih!

Artikel Terkait