Advertorial
Intisari-Online.com - Seorang pria bernama Jeje (55 tahun) meninggal saat mengikuti pertandingan bulu tangkis "Cibojong Cup" di Sukabumi, Jawa Barat pada Minggu (16/9/2018) malam.
Menurut Kepala Subbag Humas Polres Sukabumi, AKP Sunarto, almarhum Jeje meninggal setelah selesai bermain badminton.
Jeje sempat bertanding main double, lalu istirahat di pinggir lapangan. Tak lama kemudian, Jeje tergeletak.
Rekannya langsung membawa korban ke Klinik Adya Kalapanunggal. Namun sesampai di klinik, dokter menyakatakn bahwa Jeje telah meninggal dunia.
Baca Juga : Waspada! 6 Gejala Serangan Jantung ini Hanya Terjadi pada Wanita, Salah Satunya Sakit Perut
"Dalam pemeriksaan dokter, pada tubuh korban tidak ditemukan bekas tanda kekerasan dan menurut dokter, korban meninggal dunia terkena serangan jantung," kata Sunarto.
Ini bukan kasus yang pertama kali terjadi tentang seseorang yang meninggal setelah bermain bulu tangkis atau olahraga lainnya.
Mungkin di sekitar kita juga sudah pernah terjadi sebelumnya.
Kasus semacam ini menimbulkan pertanyaan, mungkinkah olahraga dapat memicu serangan jantung dan menyebabkan seseorang meninggal dunia?
Baca Juga : Hari Palang Merah Indonesia: Kenapa Darah dari PMI Harus Bayar padahal Berasal dari Donor yang Gratis?
Apakah penyebabnya karena jantung berhenti berdetak mendadak atau memang sudah ada serangan jantung sebelumnya?
Umumnya seseorang yang terkena serangan henti jantung saat berolahraga dikarenakan telah memiliki riwayat penyakit jantung, hanya saja mereka tidak menyadari hal tersebut.
Serangan jantung atau heart attack kebanyakan disebabkan oleh penyakit jantung yang berlangsung kronik dalam waktu lama.
Serangan ini terjadi karena adanya penyumbatan mendadak di dalam pembuluh darah koroner sehingga aliran darah ke otot jantung menjadi terhambat dan akhirnya merusak otot jantung.
Baca Juga : Hebat! Juara Japan Open 2018, Marcus/Kevin Baru Kalah dari 3 Pasangan Ganda Putra Ini di Tahun 2018
Apa penyebab henti jantung saat olahraga?
Pada usia muda (di bawah 35 tahun), penyebab kematian mendadak saat olahraga umumnya akibat terjadinya henti jantung mendadak, bukan serangan jantung.
Ini disebabkan karena hipertropik kardiomiopati. Kardiomiopati adalah suatu penyakit genetik yang menyebabkan terjadinya penebalan tidak normal di otot-otot jantung.
Sedangkan, penyebab kematian mendadak pada usia yang lebih tua berbeda – lebih dari 50 tahun, umumnya disebabkan karena mereka memiliki penyakit jantung koroner dan pernah mengalami serangan jantung sebelumnya.
Maka tidak heran, bila di kemudian hari mereka menjadi rentan mengalami serangan henti jantung.
Saat melakukan aktivitas olahraga, semua otot bergerak, termasuk otot jantung.
Ketika melakukan olahraga dengan intensitas tinggi, seseorang yang memiliki faktor kardiomiopati, otot jantungnya akan semakin menebal saat olahraga.
Hal ini membuat jantung bekerja lebih keras untuk memompa oksigen dan aliran listrik menjadi terganggu.
Nah, biasanya banyak orang yang tidak menyadari hal tersebut karena sebelumnya tidak merasakan keluhan.
Baca Juga : Jangan Asal Pasang Stiker Merek-merek ini di Kendaraan Kalau Enggak Mau Jadi Bahan Tertawaan
Sehingga ketika seseorang melakukan olahraga terutama olahraga kompetitif dengan intensitas tinggi seperti sepak bola, futsal, tenis, ataupun lari maraton, jantung akan memompa dengan keras.
Dan terkadang, pada mereka yang kurang beruntung (sekitar 1% dari populasi), jantung berhenti mendadak dan mengakibatkan kematian.
Dalam Journal of American Medical Association, disebutkan bahwa risiko terkena penyakit jantung yang ditimbulkan akibat aktivitas fisik sangat rendah.
Yang lebih penting lagi, penelitian tersebut menemukan bahwa risiko kelangsungan hidup seseorang saat melakukan aktivitas fisik yang dilakukan secara rutin menurunkan risiko mengalami serangan jantung sekitar 45 persen dibandingkan dengan orang sehat yang jarang berolahraga.
Jadi, bukan olahraganya yang menyebabkan seseorang terkena serangan jantung.
Pasalnya, rutin beraktivitas terbukti dapat menurunkan risiko kematian mendadak saat berolahraga, entah karena serangan jantung biasa maupun henti jantung.
Hal ini dikarenakan tubuh sudah terbiasa untuk beradaptasi dengan peningkatan aktivitas tubuh.
Baca Juga : Thailand Dianggap 'Surganya' Ladyboy, Padahal Ini Sebenarnya Yang Mereka Alami Di Sana