Advertorial

Beginilah Keseharian Nursaka, Bersekolah di Indonesia, Tapi Bantu Ayahnya Cari Kaleng Bekas di Malaysia

Mentari DP
,
Aulia Dian Permata

Tim Redaksi

Mereka menyekolahkan Saka di Entikong karena kemudahan untuk mendapatkan akses pendidikan seperti warga Indonesia lainnya.
Mereka menyekolahkan Saka di Entikong karena kemudahan untuk mendapatkan akses pendidikan seperti warga Indonesia lainnya.

Intisari-Online.com - “Kalau kamu mau jadi orang, kamu harus belajar yang rajin, jangan malas, harus sekolah, supaya enggak seperti bapakmu ini...”.

Kalimat itu terlontar dari Darsono, pria kelahiran Banyuwangi tahun 1965, saat menasehati putra pertamanya, Nursaka, sore itu.

Dialah yang selalu memberi motivasi kepada sang anak untuk meraih cita-cita di masa mendatang.

Setiap pagi, Darsono selalu membantu Saka, panggilan putra pertamanya yang baru berusia 8 tahun itu, untuk mempersiapkan segala sesuatu sebelum mengantar dan menemaninya hingga mendapat tumpangan menuju border perbatasan Indonesia-Malaysia.

Baca Juga : Nursaka, Siswa SD yang Tiap Hari Lewati 2 Negara Untuk Bersekolah

Darsono memboyong istrinya ke Tebedu sejak Nursaka lahir. Sebelumnya, keluarga ini tinggal dan memiliki usaha rumah makan di daerah Entikong.

Selain berkebun, Darsono juga memelihara ternak seperti ayam, bebek dan kelinci. Dari hasil menjual hasil kebun itulah, Darsono menghidupi keluarga dan membiayai anaknya sekolah.

Saka mulai bersekolah di Entikong sejak TK. Saat itu, setiap hari Darsono dan istrinya, Julini, bergantian menemani anaknya berangkat hingga pulang sekolah bolak-balik melintasi perbatasan.

Mereka menyekolahkan Saka di Entikong karena kemudahan untuk mendapatkan akses pendidikan seperti warga Indonesia lainnya.

Pasalnya, banyak syarat khusus yang harus dipenuhi untuk menyekolahkan Nursaka di Tebedu daripada di Tanah Air.

“Waktu itu Saka masih kecil, baru 5 tahun, gak berani dilepas sendirian, takut kenapa-kenapa di jalan. Maklum lah, anak masih belum tahu apa-apa kan,” ujar Darsono.

Hari berganti hari, Saka pun lulus TK dan mulai masuk ke jenjang sekolah dasar. SD Negeri 03 Sontas di Kecamatan Entikong, Kabupaten Sanggau, menjadi pilihan orangtuanya untuk Saka.

Awalnya, Saka masih diantar dan ditemani hingga jam pelajaran sekolah usai.

Namun hal itu tak berlangsung lama, karena sang ibu hamil dan melahirkan adik bungsu Saka, Nurman, yang saat ini berusia satu setengah tahun.

Otomatis, kesibukan sang ibu mengurus anak dan kesibukan sang ayah mengurusi kebun membuat keduanya tak punya waktu untuk mengantar Saka ke sekolah.

Baca Juga : Setiap Hari Melintas Indonesia-Malaysia, Nursaka Akhirnya Dapat Hadiah Sepeda dari Jokowi

Sejak duduk di kelas 2, Saka tak lagi ditemani orangtuanya berangkat ke sekolah. Setiap pagi, saka berangkat menumpang kendaraan orang menuju PLBN Entikong.

Kemudian dilanjutkan dengan naik ojek langganan yang saban hari menjemput dan mengantarnya kembali dari PLBN Entikong ke sekolah dengan biaya Rp10.000 per hari.

Nasi sisa dan kaleng bekas Setiap pukul 05.00 sore waktu setempat, Darsono selalu membawa kedua anaknya, Nursaka dan Yoga, untuk mengambil nasi sisa di salah satu rumah makan yang berada sekitar 2 kilometer dari tempat tinggal mereka.

Nasi sisa itu digunakan untuk memberi makan hewan ternak yang mereka pelihara.

Di sela mengambil nasi sisa untuk ternak, Darsono mengajak anak-anaknya berkeliling kompleks pertokoan Tebedu, pom bensin, dan perkampungan menggunakan mobil minibus butut keluaran lawas bekas milik adiknya yang dipinjamkan kepadanya.

Mereka lalu singgah di setiap tempat sampah yang ditemui untuk mencari kaleng bekas minuman. Nursaka dan adiknya selalu bersemangat mengumpulkan kaleng-kaleng bekas itu.

Kaleng-kaleng itu nantinya akan dijual ke pengepul yang datang dari Kuching setiap beberapa bulan sekali.

Hasil dari penjualan kaleng itu kemudian ditabung Nursaka di sebuah celengan plastik berbentuk ayam berwarna biru yang dimilikinya sejak kecil.

Aktivitas berkeliling dan mengumpulkan kaleng setiap sore merupakan salah satu upaya Darsono supaya anaknya tidak jenuh di rumah.

“Saya memberi motivasi kepada anak-anak untuk mewujudkan keinginan mereka dengan cara menabung.”

“Misalnya mereka ingin membeli sesuatu, kayak sepeda atau lainnya, saya tanamkan semangat menabung itu.”

“Mereka pun semangat mengumpulkan kaleng-kaleng bekas itu,” ujar Darsono saat Kompas.com mengikuti keseharian aktivitas keluarga ini di Tebedu, Sarawak, Malaysia, Rabu (12/9/2018) sore.

Baca Juga : Jai Singh, Raja India yang Gunakan Mobil Mewahnya untuk Mengangkut dan Membersihkan Sampah

Saka merupakan sosok anak yang gemar menabung.

Setiap kali mendapatkan uang, entah itu dari hasil menjual kaleng atau diberi oleh orang-orang seperti petugas imigrasi atau polisi yang mencarikannya tumpangan untuk pulang saat di PLBN, uang itu selalu dia tabung.

“Uangnya untuk bantu biaya kuliah kakak. Nanti kalau kakak sudah kerja, bisa gantian biayai saya sekolah,” ujar Saka polos.

Pasalnya, uang yang ditabungnya sejak usia dua tahun dalam celengan, pernah dibongkar dan digunakan sang ayah untuk membantu biaya kuliah kakaknya di Jember.

Tak hanya mencari kaleng, Saka dan adiknya juga selalu ikut membantu sang ayah di kebun belakang rumah mereka.

Entah itu hanya sekedar memberi makan ayam, memasukkan ayam ke dalam kandang saat sore tiba, atau memberi makan kelinci dan mengumpulkan telur bebek.

“Setiap hari ya begini ini, kecuali hujan atau mereka sedang sakit,” ungkap Darsono.

Setiap Saka tiba di rumah pulang dari sekolah siang hari, sang ayah selalu menyuruhnya untuk istirahat dan tidur siang.

Untuk mengerjakan PR dari sekolah, biasanya dilakukan Saka di sela menunggu tumpangan mobil di PLBN Entikong atau saat tiba di rumah.

Terkadang Saka juga mengerjakan PR pada malam hari ketika kedua adiknya sudah tidur. Saka mengerjakan PR dibantu dan ditemani kedua orangtuanya secara bergantian.

Baca Juga : Waspada! 6 Gejala Serangan Jantung ini Hanya Terjadi pada Wanita, Salah Satunya Sakit Perut

Harapan ayah untuk Nursaka

“Saya ingin Saka kelak bisa menjadi orang, entah itu pegawai negeri, biar gak seperti bapaknya yang petani menumpang di tempat orang,” ucap Darsono, Rabu malam saat Kompas.com menginap di rumahnya.

Bagi Darsono, masa depan ada di tangan anak-anaknya sehingga dia selalu bertekad bagaimana pun caranya, Nursaka harus tetap bersekolah.

“Kehidupan kami di sini sudah susah. Bertani menumpang kebun punya orang. Di Entikong pun kami sudah tidak punya apa-apa lagi. Jadi bagaimana pun saya upayakan Saka harus bisa tetap sekolah di tempat kita sendiri, di Indonesia,” katanya.

Keseharian Nursaka yang tiap hari bolak-balik untuk bersekolah melintasi perbatasan bukannya tak menjadi bahan pemikiran bagi Darsono.

Dia berharap, kelak apabila sudah terkumpul uang dan bisa memiliki lahan di Entikong, bisa kembali ke Indonesia dan pulang memboyong keluarganya.

“Supaya tidak was-was lagi setiap hari Saka berangkat ke sekolah ditumpangkan (menumpang) kendaraan orang menuju PLBN Entikong.”

“Kalau berangkat kita kenal orang yang ditumpangkan, tapi kalau pulang sekolah kan dia sendiri, dicarikan tumpangan sama om-om (petugas imigrasi dan polisi),” ungkap Darsono.

Apabila hingga pukul 02.00 waktu setempat Saka belum tiba di rumah, maka sang ayah akan menyusulnya ke PLBN Entikong.

“Saya khawatir kalau sampai jam segitu dia belum pulang ke rumah, saya cari dan susul sampai ketemu. Karena biasanya pukul 01.30 sudah tiba di rumah,” ungkap Darsono. (Yohanes Kurnia Irawan)

(Artikel ini telah tayang dikompas.comdengan judul "Keseharian Bocah Nursaka, Sekolah di Indonesia lalu Bantu Ayah Cari Kaleng Bekas di Malaysia (3)")

Baca Juga : Kekerasan adalah Penghambat Tumbuh-Kembang Bangsa, Bisakah Indonesia Mengatasinya?

Artikel Terkait