Intisari-Online.com – “Berpuasalah, niscaya kalian sehat!" Nyaris setiap hari kita bisa mendengar hadis tadi dikutip orang, di beragam tempat, mimbar, maupun seminar, khususnya di bulan Ramadan.
"Puasa memang punya banyak manfaat buat kesehatan,” dukung dr. Titi Sekarindah. MS, Sp.GK, ahli gizi klinis pada Rumah Sakit Pusat Pertamina, Jakarta.
(Baca juga:Tidak Perlu Jauh-jauh ke Kalimantan Bila Ingin Berbuka Puasa dengan Soto Banjar, di Jakarta pun Ada)
Jika hadis dan dokter sudah saling menguatkan, mestinya tak ada lagi yang perlu diragukan.
Meski diyakini, manfaat puasa akan lebih terasa, jika anjuran-anjuran hadis dan dokter itu dipraktikkan bareng sepanjang Ramadan. Hasilnya dahsyat, man!
Kontrol gula darah
Manfaat pertama puasa, jelas Titi Sekarindah, memberi kesempatan kepada organ cerna untuk beristirahat sejenak. Pada mereka yang punya hobi makan dan ngemil, organ cerna umumnya bekerja terus, kecuali saat tidur.
Dengan puasa, organ ini mendapat jatah istirahat tambahan sekitar 12-14 jam tiap hari selama sebulan.
Manfaat kedua, puasa juga mengaktifkan mekanisrae kontrol gula darah. Pada siang hari, kadar gula darah menurun karena tak ada pasokan dari makanan.
Namun, kondisi itu tidak berbahaya, karena tubuh sudah dilengkapi dengan mekanisme kontrol. Begitu kadar gula turun, tubuh akan membongkar lumbung glikogen di organ hati yang akan dilepas ke dalam darah sebagai glukosa.
Berpuasa mengaktifkan mekanisme kontrol gula, sehingga risiko terserang diabetes mellitus atau kencing manis ikut berkurang.
Manfaat ketiga, puasa memberi kesempatan untuk menurunkan berat badan. Manfaat ini terutama diperlukan oleh mereka yang punya masalah kegemukan.
Saat makan, kelebihan gula akan disimpan oleh liver dalam bentuk glikogen. Jika kapasitas penyimpanan lumbung sudah terlewati, glukosa cliubah menjadi lemak, yang selanjutnya disimpan, terutama di bawah jaringan kulit.
Simpanan lemak itu bakal menumpuk, jika makanan yang kita santap juga kaya lemak. Nah, saat puasa, tubuh membongkar cadangan glikogen di liver. Jika cadangan glikogen sudah menipis, tubuh akan menggunakan timbunan lemak sebagai sumber energi.
Walhasil, timbunan lemak akan berkurang, berat badan turun, risiko terhadap penyakit akibat kegemukan pun ikut turun.
Jika puasa dilakukan secara benar, ritus itu juga bisa mengurangi risiko terhadap tingginya kadar lemak darah, kolesterol, dan trigliserida.
Shahid Athar, clinical associate professor dari Indiana University School of Medicine, Indianapolis, Amerika Serikat, punya kebiasaan menarik. Setiap menjelang dan akhir puasa, ia selalu melakukan tes kimia darah.
Ternyata kadar glukosa, kolesterol, dan trigliserida selalu menunjukkan perbaikan di akhir bulan Ramadan.
(Baca juga:Tujuh Manfaat Puasa untuk Tubuh)
Bukan bulan makan
Baik Shahid Athar maupun Titi menegaskan, semua manfaat puasa itu hanya bisa diperoleh, jika puasa dilakukan dengan mengikuti ajaran Nabi Muhammad dan mematuhi aturan ilmu kesehatan.
Puasa, kata Rasulullah SAW, bukan hanya menahan lapar dan dahaga di siang hari. Lebih dari itu, puasa adalah pengendalian diri secara utuh.
Saat azan berkumandang, misalnya, semua jenis makanan halal disantap. Namun, pada saat yang sama Rasul mengajarkan, "Makan dan minumlah, tapi jangan berlebihan."
Uniknya, dalam pandangan Titi, kita punya tradisi yang tidak sesuai dengan ajaran Nabi ini. Buat sebagian besar masyarakat, bulan puasa identik dengan bulan makanan.
Selama sebulan penuh, meja makan biasanya dipenuhi dengan berbagai jenis makanan vang sebelumnya tidak ada. Bahkan tak jarang, di bulan Ramadan, kita makan lebih banyak daripada biasanya.
"Itu kebiasaan yang keliru," ujar Titi. "Kebiasaan makan banyak saat bulan puasa bukan hanya tak sesuai ajaran Nabi, tapi juga berlawanan dengan ilmu kesehatan," kata Shahid Athar kepada Intisari lewat e-mail.
Agar manfaatnya optimal, kita bisa mengawinkan ajaran puasa Nabi dengan resep dokter. Resep pertama, jangan lupakan sahur. Pesan Nabi, "Bersahurlah, karena di dalam sahur ada berkah."
Puasa Ramadan 2017 Dipastikan Berbarengan, Bagaimana dengan Lebarannya?)
Agar efek sahur tak lekas hilang, waktu sahur sebaiknya diakhirkan menjelang imsak. Bukan pada malam hari sebelum tidur.
Menurut Titi, kombinasi nutrisi yang tepat untuk sahur adalah rendah karbohidrat sederhana (seperti gula), tapi tinggi serat dan protein.
Jika komposisi karbohidrat sederhananya terlalu besar, tubuh akan merespons dengan cara melepas insulin secara cepat.
Akibatnya, kadar gula naik secara cepat, lalu turun secara cepat pula.
"Insulin 'kan fungsinya memasukkan gula ke dalam sel. Kalau sahurnya yang manis-manis, siang biasanya cepat lapar,” tandas Titi.
Sebaliknya, jika komposisi serat dan proteinnya tinggi, proses pencernaannya lebih lambat. Dengan begitu, insulin dikeluarkan secara bertahap.
Kadar gula darah tidak terlalu cepat naik lalu cepat turun. Perut pun tak cepat merasa lapar. Selain itu, serat juga akan memudahkan acara ke belakang, yang pada bulan puasa biasanya mengalami hambatan.
Resep kedua, tetap aktif selama berpuasa. Jika produktivitas kerja menurun saat puasa, itu keliru.
"Kalau puasa, jangan tidur aja," canda Titi. Nabi pun mengajarkan kita untuk lebih giat beribadah di Bulan Suci ini.
Sedangkan Shahid menyatakan, "Setiap bulan Ramadan, stamina tubuh dan kesadaran mental saya biasanya lebih baik."
Menurut Shahid, puasa bukan hanya urusan fisik, tapi juga mental. Keduanya saling berhubungan. Jika kita menyambut bulan puasa dengan bersemangat, stamina fisik pun akan ikut prima.
(Baca juga:Bagaimana Astronaut Melakukan Salat dan Puasa di Luar Angkasa?)
Tarawih bakar kalori
Resep ketiga, jangan lupa berolahraga. Meski tak makan di siang hari, bukan berarti punya alasan untuk meninggalkan aktivitas fisik.
Agar tak berisiko mengalami dehidrasi atau hipoglikemia, Titi menganjurkan olahraga sekitar 1,5-2 jam menjelang berbuka. Bukan pagi atau siang hari.
Jenis olahraga pun harus disesuaikan dengan kondisi puasa. Tak perlu latihan fisik yang berat. Cukup joging ringan atau jalan kaki.
Dengan tetap berolahraga, sirkulasi darah menjadi lebih lancar. Mata pun tak mudah mengantuk.
Dilihat dari segi ini, salat tarawih pun bisa dianggap sebagai aktivitas fisik ringan. Berdasarkan perhitungan kalorimeter Shahid, salat tarawih membakar sekitar 200 kalori.
Resep keempat, segerakan berbuka. Untuk memperoleh energi seketika, kita bisa memilih pembuka yang mengandung karbohidrat sederhana, misalnya teh manis, kolak pisang, atau kurma.
Namun, sekali lagi Titi menegaskan, "Jangan banyak-banyak." Sebagai pembuka, hindari es atau minuman bersoda. Karena perut dalam keadaan istirahat, es dan minuman bersoda bisa menyebabkan fungsi pencernaan tidak bekerja optimal.
"Sebaiknya, pilih minuman yang anget-anget aja," saran Titi.
Resep kelima, makan secara bertahap, bukan sekaligus dalam jumlah besar. Setelah pembuka ini, kita tidak disarankan langsung makan nasi. Sesudah salat magrib, barulah nasi dipersilakan.
Tujuannya, memberi kesempatan organ cerna agar tidak terkejut.
Setelah salat tarawih, bisa dinikmati makanan ringan sebagai pelengkap nutrisi. Jika makan besar setelah tarawih, pada saat sahur bisa kehilangan selera makan.
Secara umum, aturan komposisi makanan selama bulan puasa tak beda jauh dengan hari biasa. Komposisi karbohidrat sekitar 50 - 60% dari total kalori, protein 10 - 20%, dan lemak 20 - 30%. ditambah sayur dan buah-buahan sebagai sumber vitamin, mineral, dan serat.
Bedanya, porsi makan harus diatur seimbang antara saat berbuka, lepas tarawih dan saat sahur. Aturannya sederhana.
Anggaplah seluruh makanan yang kita santap di malam hari sebagai 100%. Saat azan, Titi menyarankan porsi makanan sebesar 10% sebagai pembuka. Selepas salat magrib sampai menjelang tidur, porsinya 50%. Sedangkan saat sahur, porsinya 40%.
Jika punya target menurunkan berat badan, aturan porsi itu harus dikurangi. Misalnya, porsi yang mestinya 50% dikurangi menjadi 40%.
(Baca juga:Cerita Ramadan: Eyad Sabbah, Seniman Palestina yang Mengenang Kekejaman Israel dengan Patung)
Resep keenam, minum cukup air untuk mencegah dehidrasi. Sama seperti makan, minum air pun perlu diatur supaya seimbang. Tiga gelas saat sahur dan lima gelas saat berbuka sampai menjelang tidur.
Pengertian air di sini bukan hanya air putih, tetapi juga minuman lain, misalnya teh atau susu. Segelas teh saat azan bisa dihitung sebagai segelas air. Begitu pula segelas susu menjelang imsak.
Jangan dipaksa
Resep ketujuh, jangan paksakan diri. Resep ini terutama penting buat mereka yang sakit, misalnya sakit mag, diabetes mellitus, atau hipertensi.
"Kalau (sakit) mag ringan, biasanya dipakai puasa malah membaik. Tapi kalau (sakit) mag berat, sebaiknya hati-hati. Coba dulu, kalau ternyata perih sekali, ya harus dibatalkan," pesan Titi.
Begitu pula penderita diabetes. "Diabetesi ringan biasanya membaik dengan puasa," kata Shahid Athar. Namun, diabetesi yang gula darahnya belum terkontrol harus hati-hati berpuasa.
Begitu kadar gula darahnya anjlok dan berkeringat dingin, ia harus segera membatalkan puasa. Baik Shahid maupun Titi sepakat, penderita diabetes tipe I (yang tergantung insulin) tidak dianjurkan berpuasa.
Sedangkan penderita hipertensi ringan bisa berpuasa seperti orang sehat. Mereka hanya perlu meminta dokter untuk menyesuaikan dosis obat antihipertensi.
Sebagai contoh, untuk menghindari dehidrasi, dosis obat diuretik harus dikurangi. Sebaliknya, penderita hipertensi berat tidak dianjurkan berpuasa.
Demikian juga ibu hamil atau menyusui. Pada trimester (tiga bulan) pertama, si ibu sebaiknya tidak berpuasa, karena masa itu merupakan fase pembentukan organ-organ penting bayi.
Jika kebutuhan nutrisinya kurang, dikhawatirkan masa perkembangan tidak berjalan normal. Menurut Shahid, pada trimester ketiga, ibu hamil juga tidak dianjurkan berpuasa.
Pada trimester kedua, si ibu boleh berpuasa asalkan kesehatannya bagus, dan di bawah pengawasan dokter.
Adapun penderita sakit berat, misalnya sirosis hati, sama sekali tidak dianjurkan berpuasa. Mereka tak punya lumbung glikogen, dan karenanya sangat rentan terhadap penurunan kadar gula darah.
(Baca juga:Sejarah Perintah Puasa: Inilah Puasa Wajib bagi Muslim Sebelum Diwajibkannya Puasa Ramadan)
Resep kedelapan, barengi dengan puasa mental-spiritual. Puasa, kata Rasulullah SAW, bukan hanya meninggalkan makan dan minum, tapi juga menahan diri dari impuls negalif."
Seeara psikologis, hal itu adalah latihan untuk mengendalikan emosi. Bila diamalkan dengan benar, latihan puasa mental-spiritual itu akan membuat jiwa lebih sehat.
Nah, dengan menggabungkan ajaran Nabi dan saran dokter, insya Allah selepas Ramadan nanti, kita bukan hanya menjadi orang yang lebih bertakwa, tapi juga lebih sehat.
(Pernah ditulis oleh M. Sholekhudin pada Majalah Intisari edisi Oktober 2005)