Intisari-Online.com -Pasukan AS dan personel CIA yang dikirim ke Afganistan untuk melancarkan perang melawan terorisme ternyata tidak setangguh seperti yang ditayangkan dalam film-film ala Hollywood.
Mereka bahkan seringmengalami babak belur melawan gempuran pejuang Taliban.
(Baca juga:Mohammad Hatta: Biarlah Indonesia Tenggelam ke Dasar Lautan Kalau Tetap Dikuasai Penjajah)
Para agen CIA yang pertama kali dikirim ke Afghanistan adalah pasukan paramiliter Special Operation Group (SOG) yang merupakan bagian dari divisi elite Special Activities Division (SAD).
Tugas utama paramiliter CIA adalah bekerja sama dengan suku-suku di Afghanistan utara dan menyiapkan logistik serta jaringan operasi bagi pasukan khusus AS.
Agen CIA, Special Forces, dan para pejuang Afganistan utara pada awalnya memang memiliki tugas utama meringkus kelompok Al-Qaeda tanpa harus menurunkan pasukan koalisi.
Namun karena Taliban menolak untuk menyerahkan Osama Bin Laden serangan militer pun dilancarkan. Kini semua kekuatan militer pasukan koalisi dan CIA melanjutkan misi berikutnya menghancurkan kelompok Al-Qaeda.
Tim SOG, yang merupakan binaan Direktur CIA, George Tenet, hanya bertugas khusus memburu teroris dengan kekuatan sekitar 150 orang.
Personel SOG mirip anggota Private Military Contractor (PMC) karena berasal dari orang-orang yang berpengalaman tempur seperti mantan anggota Special Forces Delta Force dan Navy Seal.
(Baca juga:Nenek 70 Tahun Ini Sudah 28 Tahun Tak Mengonsumsi Gula, Hasilnya Sungguh Luar Biasa)
Selain beranggota personel yang memiliki profesionalisme tinggi dalam dunia militer, SOG juga beranggota sejumlah pilot bahkan disediakan oleh AU AS dan sebagian lainnya merupakan pilot sewaan dari Rusia.
Khususnya pilot helikopter transpor yang merupakan veteran perang Soviet-Afghanistan.
Upaya CIA untuk menghancurkan dan menangkap Osama ternyata tidak mudah.
Korban justru makin banyak berjatuhan baik dari militer AS maupun anggota CIA. Hampir 2.000 tentara koalisi tewas selama beroperasi di Afghanistan, sementara korban jiwa agen CIA sudah mencapai lusinan orang.
Korban agen CIA yang tewas dalam jumlah cukup besar akibat serangan bom bunuh diri terjadi pada Desember 2009.
Saat itu sebanyak delapan agen CIA tewas ketika markas mereka yang berada di perbatasan Afganistan-Pakistan, Khost, diserang oleh seorang pengebom bunuh diri yang kemudian diketahui sebagai agen ganda.
Kehilangan lusinan orang di Afganistan bagi CIA merupakan hal yang sangat serius. Karena untuk mengganti orang-orang yang paham Afganistan termasuk menguasai bahasa lokal sangat sulit.
Untuk melancarkan tugas-tugasnya di Afganistan yang dari hari ke hari makin rumit, para petinggi CIA menyiapkan strategi baru.
Strategi yang dirangkum dalam CIA’s Afghan Task Force itu antara lain, pertama, memperbaiki hubungan baik dengan suku-suku Afganistan yang pernah bekerja sama khususnya para kolaborator semasa perang Soviet-Afganistan.
Kedua, memaksimal kerja sama dengan satuan-satuan Special Forces dan memanfaatkan back up dari AU AS.
Ketiga mempersiapkan pemimpin-pemimpin suku yang kooperatif untuk mengantisipasi tumbangnya pemerintahan Hamid Karzai.
Jadi saat kekuatan di Afganistan vakum, CIA masih mempunyai hubungan yang dapat diandalkan dengan kepala suku binaan itu.
(Baca juga:Jika Tak Dibongkar, Rumah Mewah Juragan Warteg Mungkin Akan Bernasib Sama dengan Rumah Ini)
Keempat, terus membangun relasi dengan tokoh di daerah yang menjadi medan operasi CIA, terutama kawasan yang menerima baik kehadiran agen CIA dan mereka masih bisa bekerja secara leluasa.
Kelima, terus memantau kerja sama dengan kepala suku yang mudah menerima uang dan sanggup menggerakkan kekuatan untuk pertempuran dalam skala besar.
Keenam, tetap mengandalkan UAV Predator dan bukannya paramiliter atau pasukan bayaran untuk mengurangi jatuhnya korban jiwa.
Namun hingga saat ini pasukan AS dan personel CIA di Afganistan tetap belum bisa menaklukkan para pejuang Taliban dan korban jiwa pun terus berjatuhan.
Hingga tahun 2017 ini jumlah pasukan AS yang tewas di Afghanistan sudah berjumlah 2.297 orang.