Yana Zein Gemar Minum Minuman Bersoda: Benarkah Minuman Berkarbonasi Memicu Kanker Payudara?

Ade Sulaeman

Editor

Yana Zein di Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten, Minggu (28/5/2017).
Yana Zein di Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten, Minggu (28/5/2017).

Intisari-Online.com -Sampai saat ini belum diketahui pasti apa pemicu kanker yang diderita mendiang Yana Zein.

Namun, menurut mantan sopir pribadi Yana yang bernama Oli,penyakit itu kemungkinan didapati Yana akibat gaya hidupnya selama di lokasisyuting.

"Kalau gejalanya mungkin kebanyakan waktu syuting minum cola.Kalau syuting harus ada cola, kalau enggak ada cola, dia enggak mau, mungkin itu kali efeknya," jelas Oli seperti dikutip daritribunnews.com.

Benarkah minuman berkarbonasi tersebut dapat memicu kanker, khususnya kanker payudara?

(Baca juga: Yana Zein Meninggal Dunia: Inilah 3 Zat Penyebab Kanker Payudara yang Wajib Dihindari)

Merujuk pada jurnalCancer EpidemiologyBiomarkers, dikatakan bahwa minuman ringan tersebut memang dapat meningkatkan risiko kanker payudara.

Bahkan, penelitian tersebut juga menyebutkan bahwa remaja perempuan yang sering, apalagi rutin mengonsumsi minuman berkarbonasi berpotensi tinggi terkena kanker payudara pramenopause.

Seperti halnya karbohidrat, daging merah, makanan olahan, minuman diet atau margarin, minuman bersoda memicu terjadinya inflamasi tinggi dalam darah.

(Baca juga: Yana Zein Meninggal Dunia: Lewat Foto Lemon-lemon Ini Wanita Bisa dengan Mudah Deteksi Kanker Payudara)

"Karena kanker payudara membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk muncul, kami ingin tahu apakah minuman bersoda menjadi pemicu selama fase awal kehidupan seorang wanita dan merupakan faktor risiko untuk kanker payudara,"ujarKarin Michels, Profesor di University of California, Los Angeles Fielding School of Public Health seperti dikutip dari tempo.co.

Selain kanker payudara, minuman berkarbonasi juga diketahui meningkatkan risiko terkena kanker empedu.

Kesimpulan tersebut diperoleh melalui sebuah penelitian yang dilakukan olehpara ahli di Karolinska Institute di Swedia.

Artikel Terkait