Intisari-Online.com – Ingat dengan lagunya Rhoma Irama Begadang?
Begadang boleh saja, kalau ada perlunya.
Nah, penelitian yang dipublikasikan oleh New Scientist ini mencoba mengoreksi hal itu. Apa pun perlunya, usahakan jangan begadang.
Otak kita taruhannya!
(Baca juga:Misteri Jembatan Adam yang Konon Dibuat Hanoman dan Rama untuk Menjemput Shinta di Alenka?)
Sebuah penelitian baru mengungkapkan bahwa otak yang kurang tidur akan makan “temannya”. Dengan menggunakan tikus sebagai kelinci percobaan, ternyata “pembersihan” sel otak itu lebih aktif ketika mereka kurang tidur.
Sel-sel yang dikenal dengan nama astrosit itu bertindak layaknya penyedot debu di otak, menyedot sel-sel saat koneksi otak menjadi lemah dan terputus.
Menurut tim peneliti di Universitas Politeknik Marche Italia, proses yang tampaknya mengkhawatirkan itu sebenarnya adalah hal yang positif.
"Kami menunjukkan untuk pertama kalinya bahwa sebagian sinapsis benar-benar dimakan oleh astrosit karena kekurangan tidur," kata penulis utama Michele Bellesi kepada New Scientist.
Menurut Bellesi, sel-sel itu mirip perabotan tua yang perlu banyak diperhatikan dan dibersihkan.
Namun dia menambahkan bahwa otak yang kekurangan tidur menunjukkan tanda-tanda aktivitas yang tidak menguntungkan dan bisa berujung pada Alzheimer.
Pada tikus yang kekurangan tidur, sel otak yang disebut microglials lebih aktif.
"Kita sudah tahu bahwa aktivasi mikroglial berkelanjutan telah diteliti dalam kaitannya dengan Alzheimer dan bentuk neurodegenerasi lainnya," kata Bellesi.
Penelitian juga menunjukkan bahwa kurang tidur berisiko terkena penyakit jantung.
(Baca juga:Pasukan SAS Inggris yang Terkenal Hebat Saja Akui Kopassus Lebih Hebat, Masa Kita Tidak?)
Patokannya enam jam
Penelitian tersebut menemukan bahwa tidur kurang dari enam jam semalam dikaitkan dengan risiko kematian yang lebih tinggi pada orang dengan sindrom metabolik - kombinasi diabetes, tekanan darah tinggi, dan obesitas.
Peneliti mengatakan, efeknya sangat kuat pada mereka yang memiliki tekanan darah tinggi atau metabolisme glukosa yang buruk.
Orang dengan kelompok faktor risiko penyakit jantung dan diabetes harus waspada. Soalnya, mereka memiliki risiko dua kali lipat meninggal karena penyakit jantung atau stroke dibandingkan dengan mereka yang tanpa faktor risiko.
Mereka yang tidur cukup maka risiko kematian pun berkurang.
Penelitian ini adalah yang pertama mengukur lama tidur di laboratorium daripada mengandalkan laporan pasien, dan yang pertama meneliti dampak lama tidur terhadap risiko kematian pada kelompok risiko penyakit jantung yang umum.
Para peneliti secara acak memilih 1.344 orang dewasa dengan usia rata-rata 49 orang yang setuju untuk menghabiskan satu malam di laboratorium tidur.
Berdasarkan hasil tes mereka, 39,2 persen peserta ditemukan memiliki setidaknya tiga faktor risiko, yang ketika bersatu dikenal sebagai sindrom metabolik.
Untuk penelitian ini, indeks massa tubuh (body mass index / BMI) lebih tinggi dari 30 (definisi standar obesitas), serta tingginya angka kolesterol total, tekanan darah, kadar gula darah puasa, dan trigliserida.
Selama rata-rata tindak lanjut 16,6 tahun, 22 persen peserta meninggal dunia.
(Baca juga:4 Kali Nikah-Cerai dalam Waktu 16 Tahun, Christina Onassis Jadi Bukti Bahwa Uang Tak Bisa Beli Kebahagiaan)
Dibandingkan dengan orang-orang yang tidak memiliki kelompok faktor risiko yang sama, mereka yang memiliki sindrom metabolik yang tidur lebih dari enam jam di laboratorium sekitar 1,49 kali lebih mungkin meninggal karena stroke selama masa tindak lanjut.
Tetapi mereka yang tidur kurang dari enam jam di laboratorium kira-kira 2,1 kali lebih mungkin meninggal karena penyakit jantung atau stroke.
Jadi, janganlah begadang. Perlu tidak perlu, jangan begadang.