Advertorial
Intisari-Online.com- Perang Peloponnesia yang terjadi antara 431-404 SM antara Athena dan Sparta merupakan periode penting dalam sejarah dunia.
Athena, negara semi-demokratis yang meminjamkan begitu banyak cita-citanya ke Roma dan ke peradaban barat secara keseluruhan di era modern, dan Sparta, negara militer profesional bertempur untuk menguasai Yunani dan Cekungan Mediterania timur.
Ketika perang Peloponnesia itu berakhir, kebesaran Athena hanya tinggal menjadi masa lalu.
Tak jauh berbeda, kontrol singkat Spartan di semenanjung Yunani dan sekitarnya juga akan segera berakhir.
Baca Juga:Bekerja Sama dengan Rusia-China Produksi Pesawat Siluman, Turki Makin Bikin Sewot AS
Pada 404 SM, Athena dilanda oleh penyakit yang yang disebabkan oleh blokade Sparta.
Namun akhirnya para pemimpin Sparta menawarkan nutuk mengakhiri permusuhan juga.
Kisah terkenal Thucydides tentang perang juga memberi tahu kita bahwa pada akhir konflik, Sparta memberi syarat menyerah kepada Athena.
Pada hari berikutnya, para duta besar melaporkan kepada Majelis persyaratan yang ditawarkan oleh Sparta untuk berdamai.
Baca Juga:Kisah Abdul Manan, Pria yang Kehilangan Sebagian Kepalanya Akibat Insiden Tragis
Dan sementara beberapa orang memilih untuk menentang perdamaian itu, jumlah yang jauh lebih besar memilih untuk mendukung pilihan perdamaian.
Meski begitu, tidak ada perjanjian yang ditandatangani secara nyata yang pernah ditemukan atau dilaporkan.
Pihak-pihak terkemuka telah memilih untuk berdamai, hal itu sekaligus mengakhiri perang 27 tahun.
Kedua negara hancur dan tidak pernah sama seperti dahulu kala lagi.
Baca Juga:Banjir Bonus Asian Games 2018 Akan Cair Oktober, Ini Rinciannya yang Bikin 'Ngiler'
Kemuliaan peradaban Athena tertelan sejarah.
Begitu juga kekuatan militer Sparta yang berada pada puncaknya segera perlahan-lahan mengalami penurunan.
Seiring penurunan kedua kekuatan itu, muncul kekuatan baru dari daerah pegunungan di Yunani utara.
Di bawah raja-raja Archelaus, Amyntas III, dan putranya Philip II, orang-orang Makedonia perlahan-lahan menjadi kerajaan yang paling kuat di Mediterania.
Baca Juga:76 Hari Terkatung-katung di Atlantik Seorang Diri, Kepribadian Callahan Terpecah Dua
Di bawah putra Philip, Alexander (356-323SM), orang-orang Makedonia dalam waktu singkat akan menjadi kekaisaran yang paling kuat di Eropa dan Timur Tengah.
Kekalahan Athena dan melemahnya Sparta selama Perang Peloponnesia secara tak langsung merestui jalan itu.
Namun baru pada tahun 1996, walikota Athena dan Sparta memutuskan bahwa perang 2.500 tahun mereka harus berakhir secara resmi.
Orang Yunani baik di Yunani atau yang berdiaspora akan memberi tahu Anda bahwa masih banyak perbedaan antara orang Athena dan Sparta.
Baca Juga:Inilah Kejahatan Brutal Papin Bersaudara hingga Menggemparkan Dunia
Bahkan akan selalu ada persaingan tak tertulis dalam membandingkan warisan sejarah mereka.
Tetapi untuk waktu yang singkat di akhir 1990-an, Athena dan Sparta datang bersama-sama untuk secara resmi mengakhiri perang terlama di dunia.
Pada 12 Maret 1996, juru bicara kota Athena, Vassilias Talamangas mengumumkan:
'Tahun ini menandai abad ke-25 sejak akhir Perang Peloponnesia dan pakta perdamaian simbolik ini adalah cara kita memperingati akhirnya!'