Intisari-Online.com - Pelepasan lampion menjadi momen paling ditunggu-tunggu oleh umat Buddha, tak terkecuali oleh masyarakat umum, pada setiap perayaan Tri Suci Waisak di Candi Borobudur, Magelang, Jawa Tengah.
Prosesi ini menghadirkan suasana yang berbeda, sakral, dan indah bercampur menjadi satu.
(Baca juga: Misteri Jam Raksasa di Candi Borobudur)
Pada Waisak 2561 BE, Rabu (10/5/2017) malam, ribuan orang berbondong-bondong datang ke candi peninggalan Wangsa Syailendra itu.
Mereka datang sejak sore hari dan sudah menempati posisi masing-masing di lokasi pelepasan lampion di Taman Aksobya, kompleks Taman Wisata Candi Borobudur (TWC).
Penerbangan lampion dilakukan sebelum detik-detik Waisak pada Kamis (11/5/2017) dini hari. Tahun ini panitia menyediakan sebanyak 1.999 buah lampion.
(Baca juga: Inilah Tiga Peristiwa Penting yang Melatarbelakangi Hari Raya Waisak)
Umat Buddha harus lebih dulu memanjatkan paritta (doa) sebelum menerbangkan lampion.
Mereka menempelkan kertas berisi doa atau cita-cita hidup yang diharapkan terbang tinggi bersama lampion ke langit.
Berbeda dari tahun lalu, penerbangan lampion malam ini dibagi menjadi tiga sesi. Prosesnya dimulai sekitar pukul 21.00 WIB dan berakhir sekitar pukul 23.00 WIB.
Lampion yang diterbangkan di masing-masing sesi mencapai ratusan buah. Panitia menjaga ketat prosesi ini.
Hanya umat dan masyarakat yang sudah membeli lampion yang diperbolehkan masuk area penerbangan di pelataran Aksobya Candi Borobudur. Pengunjung membayar Rp100.000 per lampion untuk 4 orang. Yang lain hanya boleh melihat di luar area.
Ketua Umum Sangha Theravada Indonesia Bikkhu Subhapanno Mahathera menuturkan bahwa perayaan Waisak 2561 BE Tahun 2017 mengangkat tema "Cinta Kasih Penjaga Kebinekaan".
(Baca juga: Kisah Masa Kecil Buddha)
Menurut Subhapanno, cinta kasih adalah suatu kekuatan untuk memelihara menyatukan umat manusia, khususnya di Indonesia, dalam sebuah keberagaman yang sesungguhnya.
"Pikiran cinta kasih yang dikembangkan, memiliki kekuatan magnetis, yang dapat memoengaruhi dan menarik simpati orang lain," ujarnya.
Ia mengatakan, dengan cinta kasih, terciptalah kebahagiaan hidup, kehidupan menjadi lebih cerah dan lebih luhur.
Cinta kasih merupakan suatu pengharapan kesejahteraan dan kedamaian lahir batin, bagi semua makhluk hidup, tanpa adanya sekat apapun. Hal terpenting adalah menerima perbedaan karena merupakan kebutuhan bersama.
"Perbedaan yang ada, bukanlah penghalang untuk hidup dalam persaudaraan dan persatuan. Selama ini, persaudaraan retak karena disebabkan perbedaan yang dipermasalahkan," ujarnya.
(Ika Fitriana)
Artikel ini sudah dimuat di kompas.com dengan judul “Sambut Detik-detik Waisak, 1.999 Lampion Terbang di Langit Borobudur”.