Intisari-Online.com – Sebuah video yang berasal dari CCTV Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) Tingkir, Salatiga, viral di grup WhatsApp dan media sosial lain.
Video itu mengingatkan kita untuk tidak mudah memodifikasi motor – khususnya knalpot - tanpa memperhitungkan keselamatan orang lain.
Dalam video awalnya terlihat sejumlah orang sedang mengantre membeli bensin. Sedangkan di samping antrean itu terdapat truk Pertamina melakukan bongkar muat bahan bakar.
Tak lama berselang, muncul seorang pria mengendarai sepeda motor dengan knalpot tidak standar (dikenal pula dengan istilah knalpot racing). Pria itu kemudian melintas di antara truk Pertamina dan antrean pembeli.
Akan tetapi tak disangka, tiba-tiba api berkobar saat sepeda motor berknalpot tidak standar berada di samping truk pengangkut BBM itu. Api dengan cepat menjalar ke bagian kolong truk.
Para pengantre bensin langsung berhamburan menjauhi lokasi tersebut. Dugaan sementara api berasal dari percikan api yang dihasilkan knalpot tidak standar.
Dalam kejadian tersebut terdapat tiga orang korban menderita luka bakar ringan. Tiga korban itu adalah seorang pria, 39, seorang wanita, 34, dan seorang anak, 2, yang semuanya warga Senjoyo, Tengaran, Kabupaten Semarang.
Belum ada informasi pasti terkait total kerugian akibat kejadian tersebut.
Knalpot yang tidak standar memang sudah lama meresahkan masyarakat. Dulu sekitar tahun 1980-an, di Kota Yogyakarta muncul larangan motor berknalpot tak standar itu masuk ke pemukiman. Yang nekat bisa dilempar batu.
Selain bisa menimbulkan bahaya seperti di SPBU Tingkir tadi, suara yang ditimbulkan knalpot sepeda motor tidak standar juga menggangggu orang lain.
Sebenarnya sudah banyak aturan yang mengatur soal knalpot kendaraan bermotor ini.
Misalnya Peraturan Menteri Lingkungan Hidup no. 7 tahun 2009. Dalam lampiran II peraturan tersebut terdapat tabel yang menunjukkan bahwa sepeda motor dengan mesin bervolume hingga 80cc memiliki ambang batas kebisingan 77dB. Motor dengan mesin 80cc-175 cc ambang batas kebisingannya 80dB, sementara di atas 175cc adalah 83dB.
Peraturan menteri itupun menjadi rujukan dariUndang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Pasal 285 ayat (1) bisa digunakan untuk menjerat mereka menggunakan knalpot tak standar.
Setiap orang yang mengemudikan Sepeda Motor di Jalan yang tidak memenuhi persyaratan teknis dan laik jalan yang meliputi kaca spion, klakson, lampu utama, lampu rem, lampu penunjuk arah, alat pemantul cahaya, alat pengukur kecepatan, knalpot, dan kedalaman alur ban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (3) juncto Pasal 48 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) bulan atau denda paling banyak Rp250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah).
Namun, di lapangan peraturan itu masih menimbulkan polemik. Bagaimana jika pemotor menggunakan knalpot racing tetapi sudah memasang peredam kebisingan seperti DB Killer?
Hukum Onlinemenjelaskan bahwa walau mungkin tidak bising, pengguna knalpotracing masih bisa ditilang karena knalpot tersebut bukan standar dari pabrik. Landasan hukumnya adalah Pasal 285Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Kata kuncinya, menurutHukum Online, adalah "tidak memenuhi persyaratan teknis". Walau pasal tersebut tidak menjelaskan apakah suku cadang kendaraan yang digunakan, termasuk knalpot, harus standar pabrik atau bukan, tapi polisi sepertinya menafsirkan bahwa motor yang memenuhi persyaratan teknis adalah yang semua suku cadangnya asli dari pabrik pembuatnya.
Polisi bernama I Gede Nyoman Bratasena dalam perbincangan dengan blogger otomotif lokal Taufik dariTMCBlog.com, membenarkan hal itu.
"Sebenarnya kita (polisi) fokus dengan knalpot yang berisik, namun untuk keseragaman akhirnya polisi akan menindak/menilang semua jenis knalpot yang tidak standar. Knalpot yang dijual di toko-toko variasi belum memiliki surat lulus uji persyaratan teknis dari Dinas Perhubungan," papar Bratasena seperti dikutip TMCBlog.com.
Karena ada dualisme penerapan peraturan inilah banyak pemotor yang kebingungan dan terjadi perselisihan saat razia seperti diceritakanBandungMotorBlog,Aripitstop.com, danRearDiskBrake.
Tampaknya semua aparat terkait mesti satu suara dalam penegakan hukum mengenai ambang batas kebisingan kendaraan ini sehingga tidak ada pihak yang dirugikan.