Benarkah Indonesia Selalu Dipandang Rendah oleh Bangsa Malaysia

Ade Sulaeman

Editor

Kartun tentang asap kebakaran hutan, yang jelas datang dari mana.
Kartun tentang asap kebakaran hutan, yang jelas datang dari mana.

Intisari-Online.com -

Oleh Seno Gumira Ajidarma

--

Dalam khasanah teori humor, terdapatlah yang disebut teori superioritas, yakni cara pihak yang lebih kuat menunjukkan kepada yang lemah, siapakah dirinya itu sebenarnya.

Namun dalam kartun Lat, Indonesia tidak selalu muncul sebagai yang lemah, bahkan sebaliknya, dalam hal film dan (astaga) kondom, tampil superior.

Pada yang pertama, dalam Entahlah Mak...!, ditujukan untuk menyindir pemerintah atau pengusaha Malaysia sendiri, pada yang kedua, dalam kumpulan It's a Lat Lat Lat World (1985) memang lagi-lagi menegaskan persepsi Malaysia tentang orang Indonesia yang (mungkin) saja akan tertangkap (lagi) sebagai penyelundup.

Rupa-rupanya film Indonesia berjaya di Malaysia.
Citra penyelundup termasuk yang terus bertahan.
Betapapun, kalau kita tengok jugadari buku yang sama, sulit dihindari kesan terdapatnya persepsi Malaysia yang menganggap orang (asal) Indonesia serba lemah.

Kampung Padang di Kuala Lumpur yang tampak kasihan di tengah kemewahan.
Baca Juga: Berani Sebut Kepulauan Riau hingga Singapura Harus Diklaim oleh Malaysia, Rupanya Begini Sejarah Malaysia dan Pembagian Wilayahnya

Namun tidak dalam semua hal kartun Malaysia ini menunjuk dengan jelas.

Dalam masalah asap yang menyelimuti kota-kota di Malaysia, dan pasti datang dari kebakaran hutan di wilayah Indonesia, Lat dalam Lat at Large ternyata hanya mengambil segi humornya saja tanpa menunjuk hidung siapapun.

Kartun tentang asap kebakaran hutan, yang jelas datang dari mana.
Apakah karena dianggap tidak ada "kesengajaan" di sini? Toh ini menambah "daftar citra" yang bisa kita urutkan di sini: (1) penyelundup, (2) Jawa, (3) pembantu rumahtangga, (4) tidak aman, dan (5) pengirim asap.

Nah, apakah orang Malaysia lantas menganggap dirinya sendiri lebih superior dari orang Indonesia? Ternyata tidak juga.

Dalam kumpulan Lat With a Punch (1988), Lat menyindir perilaku orang Malaysia yang sesama urang awak saling berbicara dalam bahasa Inggris, melalui pertanyaan lugu seorang pelayan hotel di Jakarta.

Tetap kritis terhadap orang Malaysia sendiri
Tetap kritis terhadap orang Malaysia sendiri
Bahkan sebetulnya kartun yang terhubungkan ke Indonesia itu hanya segelintir dibandingkan dengan kartun sarkastis tentang Malaysia.

Tentang pertetanggaan Malaysia dan Indonesia sendiri, meski bisa teracu pula ke negara-negara ASEAN yang lain, oleh kartunis Reggie dalam kumpulan Good Morning Malaysia digamdigambarkan seperti.

Baca Juga: Biasa Jadi Negara Langganan Indonesia Kirim TKI ke Malaysia, Ini Alasan Indonesia Pilih Hentikan Pengiriman TKI ke Negeri Jiran

Kartun tentang hubungan antarnegara regional ASEAN, tapi mungkinkah maksudnya Malaysia dan Indonesia?
Teori humor bukan hanya teori superioritas yang kurang produktif itu, karena terdapat juga teori keganjilan, ia mengungkap yang aneh dan tidak umum.

Sudut pandang kartun redaksional {editorial cartoon) adalah menangkap gejala aneh dan umum ini bukan sekadar untuk memancing tawa, tetapi sebagai kritik sosial untuk memperbaikinya.

Jadi, janganlah terlalu cepat marah kepada kartunis, di Malaysia atau Indonesia, jika ada karya kartun yang menohok, karena gejala umum di antara khalayak itulah yang disaksikannya, sebelum dia ungkapkan kembali sebagai guyonan.

Kartunis hanyalah medium, tempat segala kutipan dari berbagai wacana berjuang dalam penafsiran pembaca.

Mengungkapkan kembali memang jadi tugasnya.

Baca Juga: Bersaing Ketat dalam Pasar CPO Global, Malaysia Ikut Campur Pasca Pemerintah Indonesia Larang Ekspor CPO dan Turunannya

--

Tulisan ini pernah dimuat di majalah Intisari edisi November 2009 dengan judul asli Citra Indonesia dalam Kartun Malaysia.

Artikel Terkait