Advertorial

Kisah Ho 229, Pesawat 'Siluman' Adolf Hitler yang Melampaui Zamannya tapi Berakhir Tragis

Moh. Habib Asyhad
Moh. Habib Asyhad

Editor

Sayang, pesawat siluman Ho 229 tak pernah terbang. Ketika pasukan AS tiba di Jerman pada April 1945, mereka hanya menemukan bagian kokpit prototipe.
Sayang, pesawat siluman Ho 229 tak pernah terbang. Ketika pasukan AS tiba di Jerman pada April 1945, mereka hanya menemukan bagian kokpit prototipe.

Intisari-Online.com -Ho 229 tak sekadar disiapkan menjadi musuh paling tangguh di atas langit Perang Dunia II. Lebih dari itu, ia dipersiapkan untuk diproduksi massal di akhir masa perang.

Northrop Grumman bilang, tahun ini mereka sedang mengembangkan pesawat pembom siluman kedua, B-21 Raider namanya.

Pesawat ini digunakan untuk menggantikan posisi B-2 Spirit, yang ndelalah punya desain sangat mirip dengan Ho 229.

Soal Ho 229, ada cerita menarik tentang pesawat yang disebut sebagai “pesawat tempur siluman Adolf Hitler” ini.

Baca juga:Pesawat Siluman AS Masih Terdeteksi, NATO Berencana Bikin Pesawat yang Benar-benar Bisa 'Menghilang'

Walter Horten adalah pilot pesawat tempur di Luftwaffe Jerman, setelah mencetak tujuh kali terbang sebagai wingman pilot legendaris Adolf Galland selama Pertempuran Britania.

Sementara saudaranya, Reimar, adalah perancang pesawat terbang otodidak. Di masa muda, keduanya kerap merancang serangkain glider berawak tanpa ekor yang inovatif.

Pada 1943, kepala Luftwaffe Herman Goering meletakkan apa yang disebut spesifikasi 3x1.000 untuk sebuah pesawat yang bisa terbang 1.000 km/jam dan membawa 1.000 bom dengan bahan bakar cukup untuk menempuh perjalanan 1.000 km pulang-pergi.

Dengan kapasitas seperti itu, harapannya pesawat ini bisa menyerang sasaran dan mengatasi segala rintangan.

Tapi rasanya tidak mungkin memenuhi tiga spesifikasi itu dalam waktu bersamaan. Nah, ide Horten bersaudara adalah menggunakan desain sayap terbang—pesawat tanpa ekor yang begitu aerodinamis.

Pesawat model itu, menurut mereka, membutuhkan lebih sedikit tenaga mesin untuk mencapai kecepatan tertinggi, dan karena itu, bahan bakar yang dipakai juga tidak banyak.

Lepas dari itu, desain sayap terbang bukanlah ide yang sepenuhnya baru dan telah digunakan sebelumnya. Baik pada glider atau pesawat bertenaga lainnya.

Baca juga:K-Wagen, Tank Raksasa Jerman yang Tak Pernah Sampai ke Medan Perang

Selama Perang Dunia II, Northrop mengembangkan pesawat pembom XB-35 untuk militer AS, yang punya kinerja sangat tinggi—meskipun gagal secara komersial.

Terlepas dari keunggulan aerodinamisnya, tidak adanya ekor cenderung membuat pesawat jenis ini rentan oleh hal lain.

Meski begitu, Horten bersaudara diberi lampu hijau untuk menggarap konsep itu, pada Agustus 1943.

Mereka pertama-tama membangun pesawat terbang layang tanpa daya yang dikenal dengan H.IX V1.

V1 memiliki sayap yang panjang dan tipis yang terbuat dari kayu lapis untuk menghemat berat.

Sayap berbentuk lonceng ini memberi kompensasi untuk masalah yawing. Yawing merupakan gerakan menggeleng atau nose pesawat ke kanan dan ke kiri pada sumbu vertikal pesawat.

Kurangnya kemudi atau aileron, V1 mengandalkan “elevons” (kombinasi aileron dan elevator) dan dua set spoileron untuk kontrol. Elevasi dapat dipindahkan secara diferensial untuk menginduksi gulungan, atau bersama-sama dalam arah yang sama untuk mengubah pitch, sementara spoileron digunakan untuk menginduksi yawing.

Setelah V1 sukses diuji coba pada 1944, prototipe V2 berikutnya dibuat dengan dua mesin turbojet Jumbo 0048 yang terletak di kedua sisi pod kokpit yang terbuat dari pipa baja yang dilas.

Baca juga:Berkah di Balik Musibah, Kebakaran Hutan di Irlandia Ungkap Pesan Perang Dunia II yang Tersembunyi

Prototipe ini juga menampilkan kursi lontar primitif dan parasut peluncuran ketika mendarat, sementara pendaratan roda tiga didesain ulang untuk memungkinkan pesawat membawa beban yang lebih berat.

Penerbangan uji pertama terjadi pada 2 Februari 1945. Jet itu berbentuk manta menunjukkan pengerjaan yang halus dan ketahanan yang baik.

Prototipe ini bahkan dilaporkan mengalahkan jet tempur Me 262, yang dilengkapi mesin Jumo 004, dalam pertempuran udara.

Namun proses pengujian mengalami kendala ketika pada 18 Februari salah satu mesin jet V2 tebakar dan berhenti di tengah penerbangan.

Pilot uji coba, Erwin Ziller, melakukan sejumlah berbagai upaya untuk menghidupkan kembali mesin, sebelum akhirnya pesawat menukik ke tanah. Ia pun terluka.

Terlepas dari itu, Goering menyetujui produksi empat puluh pesawat tempur rekaan Horten bersaudara. Pesawat ini kemudian lebih dikenal sebagai Ho 229 atau Go 229s, yang punya kecepatan super.

BBC menyebut pesawat ini mempunyai teknologi yang melampuai zamannya.

Tapi sayang, Ho 229 tidak pernah lepas landas. Ia masih dalam tahap pengembangan ketika Nazi-nya Adolf Hitler luluh lantak di tangah Sekutu yang dipimpin Amerika Serikat.

Ketika pasukan Amerika VII Corps meluncur ke pabrik di Friedrichroda, Jerman, pada April 1945, mereka hanya menemukan bagian kokpit prototipe dalam berbagai tahapan pengembangan.

Sepasang sayap yang cocok dengan prototipe itu ditemukan 75 mil jauhnya. Yang paling lengkap dari prototipe itu, V3, dikirim ke Amerika Serikat untuk dipelajari bersama. Saat ini kita bisa melihatnya di United States Air and Space Museum di Chantilly, Virginia.

Baca juga:Kapak Berjanggut Bangsa Viking: Berguna di Dapur, Mematikan saat Bertempur

Apakah Ho 229 benar-benar pesawat siluman?

Soal apakah Ho 229 benar-benar pesawat siluman, atau didesain untuk menjadi pesawat siluman, masih menjadi perdebatan hingga sekarang—bagaimanapun tidak ada satu pun dokumentasi yang mendukung klaim ini.

Meski begitu, Horten bersaudara mengklaim menemukan fakta, desain sayap pesawat tersebut cocok untuk mendukung skema pesawat siluman.

Reimer Horten pindah ke Argentina setelah Perang Dunia II selesai, dan pada 1950-an menulis sebuah artikel untuk Revista Nacional de Aeronautica, yang menyebut bahwa pesawat kayu bisa menyerap gelombang radar.

Tiga puluh tahun kemudian, ketika teori-teori tentang pesawat siluman yang sudah menjadi makanan umum, Reimer menulis bahwa dirinya dengan sengaja berusaha membuat sayap Ho 229 menjadi pesawat siluman.

Ia juga mengklaim telah membangun badan pesawat menggunakan campuran penyerap radar khusus dari karbon, serbuk kayu, dan lem kayu tanpa sepengetahuan atasannya.

Dua tes pun dilakukan untuk membuktikan klaim itu, satu tes mendukung klaim itu sementara yang lain tidak. Secara umum, sejarawan skeptis bahwa sejak awal Ho 299 didesain untuk menjadi pesawat siluman.

Artikel Terkait