Polisi Ini Sebut Colek Paha Wanita Bercelana Panjang Tidak Termasuk Pelecehan Seksual, Benarkah?

Ade Sulaeman

Editor

Di India, Jumlah Pelecehan Seksual di Tempat Kerja Terus Meningkat
Di India, Jumlah Pelecehan Seksual di Tempat Kerja Terus Meningkat

Intisari-Online.com - Ucapan Kanit Reskrim Polsek Jatinegara, AKP Bambang Edi tengah menjadi sorotan. Hal ini terkait penyataannya bahwa menyolek paha wanita yang mengenakan celana panjang tidak termasuk sebagai tindakan pelecehan seksual.

(Siapa Sangka, Makan Es Krim ketika Sarapan Bagus untuk Kesehatan Mental dan Kewaspadaan)

Pernyataan Bambang ini berawal dari laporan seorang mahasiswi Universitas Kristen Indonesia (UKI) yang merasa dilecehkan secara seksual oleh seorang pria berinisial IK, Senin (6/3/2017).

Peristiwa tersebut, menurut Asisten Kepala Humas PT Transjakarta Wibowo, terjadi di dalam bus Transjakarta yang melintas di Halte Cawang Otista arah PGC.

"Posisi di dalam bus dalam keadaan padat sehingga ada salah satu pelanggan laki-laki duduk di samping kursi korban, sehingga salah satu tangan pelaku menyentuh (meraba) bagian paha wanita tersebut," kata Wibowo seperti dilansir kompas.com.

(Hari Perempuan Internasional: I’m Single and I’m Happy, karena Tak Menikah Bukan Lagi Hal yang Tabu?)

Korban langsung menegur pelaku. Selanjutnya, dengan ditemani salah seorang petugas Transjakarta, pelaku dibawa ke Polsek Kramatjati, Jakarta Timur.

Setelah menjalani pemeriksaan, pelaku lalu dilepaskan. Bambang menilai tidak ada unsur pidana dalam laporan tersebut.

“Kalau pelecehan, kan dia pegang payudara atau pegang alat kelaminnya atau ‘barang’ si laki-laki dikeluarin ditampilin. Ini kan enggak. Cuma pegang pahanya dan dia pakai celana panjang. Kecuali kalau dia pakai rok, terus dibuka pahanya, dipegang, itu baru bisa masuk unsur pelecehan,” ujar Bambang seperti dikutip dari viva.co.id.

Benarkah pendapat Bambang tersebut?

(Tindakan Apa Saja yang dapat Digolongkan Sebagai Pelecehan Seksual?)

“Meski tindakannya sedikit, tapi dampaknya bagi korban bisa mendalam. Itulah karakteristik dampak pelecehan seksual,” kata Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), Lies Sulistiani dalam keterangan tertulisnya, Rabu (8/3/2017), seperti dikutip dari kompas.com.

“Tanpa persetujuan, colekan sedikit apapun bisa memberikan dampak kurang menyenangkan bagi orang yang dicolek”, kata Lies.

Sementara itu Ratna Batara Munti adalah Deputi Kajian LBH-Apik Jakarta, seperti dikutip dari hukumonline.com, memang tidak ada istilah pelecehan seksual di Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).

KUHP hanya mengenal istilah cabul seperti yang diatur dalam Pasal 289 sampai dengan Pasal 296 KUHP.

Dalam pasal tersebut, disebutkan bahwa perbuatan cabul adalah perbuatan yang melanggar rasa kesusilaan, atau perbuatan lain yang keji, dan semuanya dalam lingkungan nafsu berahi kelamin. Misalnya cium-ciuman, meraba-raba anggota kemaluan, meraba-raba buah dada dan sebagainya.

Masih menurut Ratna, jika merujuk pada istilah sexual harrasment yang diartikan sebagai unwelcome attention (Martin Eskenazi and David gallen, 1992), maka unsur penting dari pelecehan seksual adalah adanya ketidakinginan atau penolakan pada apapun bentuk-bentuk perhatian yang bersifat seksual.

Dengan kata lain, bisa saja perbuatan iseng seperti siulan, kata-kata meledek atau bahkan komentar yang secara budaya dinilai wajar, bisa saja tergolong sebagai pelecehan seksual jika si penerima tidak menghendaki hal-hal tersebut.

Lalu, jika merujuk pada pengertian di atas, mungkinkah mahasiswi tersebut ingin diraba? Jangan lupa tuliskan pendapat Anda di kolom komentar.

Artikel Terkait