Advertorial
Intisari-Online.com -Presiden AS Donald Trump sedang ‘merasa menang’ karena pemimpin Korut Kim Jong Un mulai menepati janji sesuai yang disampaikan dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) di Singapura (12/7/2018).
Salah satu janji yang ditepati Korut adalah pengembalian jasad tentara AS yang tewas di kawasan Korea Utara saat berkecamuk Perang Korea (1950-1953).
Pada Jumat (27/7/2018) sebanyak 55 peti yang berisi tulang belulang tentara AS yang gugur dalam Perang Korea telah dipulangkan ke AS mengunakan pesawat angkut raksasa USAF C-17 Globemaster.
Militer AS sendiri memperkirakan sekitar 8000 tentaranya telah gugur dalam Perang Korea dan jasadnya diyakini masih tersebar di berbagai kawasan Korut.
Sejauh ini sudah sebanyak 340 jasad tentara AS yang gugur di Korut telah dipulangkan.
Upaya menemukan sekaligus memulangkan jasad para tentara AS yang gugur lebih 65 tahun lalu memang banyak mengalami kesulitan.
Apalagi tentara yang gugur di Korut bukan hanya tentara AS tapi juga tentara Australia, Belgia, Inggris, dan negara-negara Eropa lainnya yang saat itu tergabung dalam pasukan PBB.
Baca juga:200 Jenazah Tentara Amerika Serikat yang Hilang Saat Perang Korea Mulai Dipulangkan
Oleh karena itu meski anggota militer AS dan keluarga-keluarga AS yang telah kehilangan ayah, kakak, atau adik dalam Perang Korea menyambut penuh hormat jasad yang diyakini tentara AS, mereka masih diliputi keraguan.
Pasalnya jasad yang dikirimkan oleh Korut secara ‘dicicil’ belum tentu tentara AS dan untuk melakukan tes DNA agar teridentifikasi masing-masing jasad yang dipulangkan minimal butuh waktu 1 tahun.
Para tentara AS yang gugur di Perang Korea dan jasadnya berada di wilayah Korut umumnya tidak terawat atau malah diabaikan mengingat warga Korut sendiri saat itu sangat membeci pasukan AS.
Apalagi jutaan warga sipil Korut telah menjadi korban bombardemen oleh pesawat-pesawat tempur AS yang begitu dahsyat dan membabi buta selama Perang Korea.
Baca juga:Kisah TKI di Korea, Bergelimang Harta Ratusan Juta Rupiah tapi Susah Kaya
Sehingga untuk mengurusi jenasah warga Korut yang tewas akibat pemboman itu. Militer Korut sendiri saat itu merasa kewalahan.
Dengan kondisi seperti itu maka pemerintah Korut sendiri sebenarnya sangat kesulitan untuk mengidentifikasi jasad ribuan tentara AS yang juga telah bercampur dengan jasap pasukan PBB lainnya.
Maka menjadi masuk akal jika Korut hanya bisa mengembalikan jasad tentara AS yang telah menjadi tulang belulang dengan cara ‘dicicil’.
Pasalnya untuk menemukan sekaligus mengidentifikasi jasad tentara AS yang telah tewas lebih 65 tahun lalu yang hanya bisa dilakukan secara visual, jelas bukan merupakan langkah yang mudah.