Intisari-Online.com -Ternyata bukan remaja masa kini saja yang menanti-nantikan bagi-bagi hadiah Hari Valentine. Berabad-abad sebelum Masehi kaum muda Romawi sudah biasa merayakan Lupercalia. Setiap tanggal 15 Februari nama atau benda kecil milik gadis-gadis dikumpulkan dalam sebuah jambangan. Lalu pemuda-pemuda mengambil benda-benda atau nama itu dan mencari pemiliknya.
(Kartu Valentine Paling Horor)
Semua mengharapkan hari itu mereka bertemu jodoh yang diidam-idamkan.
Ketika orang Romawi menjajah ke sana dan ke mari, mereka juga membawa serta kebiasaan itu. Rupanya Lupercalia disukai oleh orang-orang muda di mana pun.
Musim burung kawin
Perayaan zaman baheula itu tetap bertahan setelah orang-orang Eropa menganut agama Kristen. Cuma saja perayaan itu bukan dimaksudkan untuk menghormati Dewi Februata Juno lagi.
Lupercalia kemudian mendapatkan nama baru, Hari Valentine. Santo Valentinus adalah seorang martir yang tewas dipancung di Roma sehari sebelum Lupercalia, yaitu tanggal 14 Februari. Sekitar tanggal itu sebetulnya musim burung kawin. Itulah ternyata yang menyebabkan pertengahan bulan Februari digunakan untuk ajang mencari jodoh.
Kalau pemuda-pemuda Romawi memberi cabang-cabang pohon zaitun atau laurel yang daun-daunnya disepuh emas kepada gadisnya, maka di Inggris Kuno pemudanya memberi sepasang sarung tangan. Rupanya sarung tangan lama kelamaan kurang menarik buat gadis-gadis, jadi pemuda-pemuda Inggris ganti haluan. Hadiahnya bisa apa saja, di samping mengajak berkencan.
Kartu Valentine sendiri baru muncul beberapa abad kemudian, tepanya di abad ke-15. Biasanya kartunya diberi sanjak. Bahan kartu bukan dari kertas melainkan dari perkamen. Ada juga yang membuatnya dari logam atau kayu berukir. Karena perkamen mahal dan masih banyak orang yang buta huruf, tidak banyak orang yang bisa mengirim kartu. Kartu kertas yang dicetak sendiri baru muncul pada abad ke-17. Kepopulerannya melonjak setelah prangko dan amplop surat dikenal pada 1840.
Gara-gara bapak galak
Kartu juga biasa dikirimkan bersamaan dengan hadiah. Hadiah itu biasanya ditaruh oleh si pemuda di depan pintu rumah si gadis pujaannya. Ia lalu mengetuk pintu, dan buru-buru minggat. Si gadis lalu menerka-nerka siapa pengirimnya karena si pemuda pengirim itu tidak menuliskan namanya.
Kartunya jangan bayangkan seperti sekarang ini. Di zaman Victoria, kartu Valentine dihiasi dengan renda, beludru, dan pita satin. Kadang-kadang kartu itu punya panel rahasia berisi sanjak khusus untuk si gadis pujaan. Soalnya, zaman itu si bapak masih merasa wajib menyensor surat-surat untuk anak gadisnya. Kalau isinya dirasa kurang berkenan, surat itu tidak bakal sampai ke gadis pujaan. Rupanya, karena banyak yang galak itulah kartu Valentine sering tak-bertuan alias anonim.
Hadiah yang diberikan pada malam menjelang Valentine itu ada yang berharga, ada juga yang boong-boongan belaka. Umpanya berupa bungkusan berlapis-lapis yang isinya cuma sebuah sendok kayu dan selembar kertas bertuliskan, “Berbahagialah mereka yang tidak mengharapkan apa-apa dari orang lain” atau “Jangan pernah berputus asa”.
Mulai tahun 1872, Kantor Pos Inggris menyediakan diri untuk mengantarkan bingkisan Valentine yang beratnya tidak lebih dari 300 gram. Masyarakat menyambutnya dengan hangat sekali. Sejak itulah para pemuda tidak berhasrat lagi meninggalkan bingkisan di depan pintu rumah. Selain bisa dipergoki si ayah yang gahar, bisa-bisa juga digigit anjing penjaga nan galak.
Yang sudah menikah pun ikut-ikutan
Kebiasaan memberi hadiah pada hari itu ternyata berkembang menjadi bisnis yang menggiurkan. Siapa sih yang tidak membeli hadiah di hari itu? Ada yang membeli hadiah mewah seperti parfum, ada pula yang biasa-biasa saja seperti boneka yang bisa menguik ketika dipencet.
Produsen kue pun ikut kecipratan Valentine. Hari itu ada kebiasaan makan Valentine buns, yaitu roti berisi buah-buah kering, kue jahe, dan macam-macam lagi.
Pada abad ke-17, pasangan-pasangan yang sudah menikah pun enggan meninggalkan perayaan ini di Inggris. Mereka masih tetap ingin merasakan nikmatnya terpilih menjadi Valentine ataupun memilih Valentine. Hadianya sering tidak tanggung-tanggung. Konon katanya, seorang perempuan bernama Ny. Stewart terpilih menjadi Valentine Duke of York (putra raja). Ia dihadiahi perhiasan seharga 800 poundsterling—yang pada waktu itu sanga besar nilainya.
Tahun berikutnya ia terpilih menjadi Valentine Lord Mandville. Hadiahnya cincin seharga 300 poundsteriling.
Mengirim kartu Valentine menjadi subur kembali sejak tahun 1930-an. Seperti banyak perayaan, kartu Valentine sudah sangat dikomersilkan. Yang paling banyak mengirim kartu adalah orang Amerika, dan semakin lama semakin banyak macamnya—dan semakin mahal.