Intisari-Online.com – Kanker telah menjadi momok yang menakutkan beberapa dekade terakhir. Betapa tidak? Pada 2017 ini diprediksikan hampir 9 juta orang meninggal di seluruh dunia akibat kanker. Parahnya lagi akan terus meningkat hingga 13 juta orang per tahun di 2030. Lalu, bagaimana dengan Indonesia?
Di Indonesia prevalensi penyakit kanker juga cukup tinggi. Menurut data Riskesdas 2013, prevalensi kanker di Indonesia adalah 1,4 per 100 penduduk atau sekitar 347.000 orang. Sedangkan jika melihat data BPJS Kesehatan, terdapat peningkatan jumlah kasus kanker yang ditangani dan pembiayaannya pada periode 2014 – 2015.
Melihat situasi tersebut, Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (Dirjen P2P) Kementerian Kesehatan, dr. M. Subuh, MPPM, menekankan pentingnya langkah deteksi dini penyakit kanker, baik oleh individu maupun masyarakat.
(Termasuk Cegah Kanker, Ini Manfaat Buah Peach Alias Buah Persik untuk Kesehatan Tubuh)
“Ternyata kanker tidak hanya bicara golongan usia tertentu, dari sejak Balita hingga tua, kemungkinan terpapar kanker ini ada. Sehingga kalau deteksi dini dan diagnosis dini dilakukan, maka kita dapat menekan angka kesakitan, kecacatan dan kematian. Ini sebenarnya semangat yang ingin kita berikan kepada masyarakat”, kata Subuh dalam acara Press Briefing Hari Kanker Sedunia Tahun 2017 (1/2) di Jakarta.
Pemerintah memiliki sejumlah kebijakan dan program pengendalian kanker di Indonesia. Tujuannya untuk meningkatkan deteksi dini, penemuan dan tindak lanjut dini kanker, meningkatkan kualitas hidup penderita kanker, dan menurunkan angka kematian akibat kanker. Untuk mencapai tujuan tersebut, program pengendalian kanker meliputi upaya promotif dan preventif dengan meningkatkan pengetahuan masyarakat akan kanker. Selain itu ada juga pengadaan kegiatan pemberdayaan masyarakat berupa Posbindu PTM, dan juga deteksi dini kanker.
Program deteksi dini utamanya dilakukan pada kanker leher rahim dan payudara yang merupakan jenis kanker tertinggi di Indonesia. Upaya tersebut berupa skrining kanker leher rahim dengan metode Inspeksi Visual dengan Asam Asetat (IVA) dan kanker payudara dengan edukasi periksa payudara sendiri (SADARI) dan Pemeriksaan Payudara Klinis (SADANIS).
Kemenkes menyatakan bahwa sejak dicanangkan menjadi program nasional pada tahun 2008, cakupan metode dan pemeriksaan yang menyasar wanita usia 30-50 tahun tersebut terus mengalami peningkatan.
“Cakupan deteksi dini IVA dan SADANIS di tahun 2016 meningkat menjadi 1.925.943 orang (5,1%) dibandingkan dengan cakupan tahun 2015 yang berjumlah 1.268.333 orang (3.4%),” ujar Subuh.
Kabar baiknya, Di era Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), para penderita kanker semakin mendapat kemudahan dalam mengakses pelayanan kesehatan yang dibutuhkan.
“Pasien yang telah didiagnosis kanker dapat langsung dirujuk dari fasilitas kesehatan tingkat pertama ke rumah sakit tipe A yang memiliki pelayanan kanker dan dokter spesialis onkologi”, sebut dr. Fachrurrazi dari BPJS Kesehatan dalam acara tersebut.
Bahkan untuk memperkuat program pengendalian kanker, pada November 2014 pemerintah membentuk Komite Penanggulangan Kanker Nasional (KPKN). Komite ini telah menghasilkan sejumlah standar dan pedoman dalam hal pelayanan kanker di fasilitas kesehatan dan pelayanan kedokteran untuk 17 jenis kanker/tumor.