Melayani Orang Lain yang Sudah Melayani Kita

K. Tatik Wardayati
,
Ade Sulaeman

Tim Redaksi

Melayani orang seperti orang melayani kita
Melayani orang seperti orang melayani kita

Intisari-Online.com – Saya meletakkan barang di dalam bagasi dan duduk di bangku sesuai tiket. Ini akan menjadi penerbangan panjang dari kota ini.

“Saya senang punya buku bagus untuk dibaca. Mungkin saya bisa tidur singkat,” pikirku.

Tepat sebelum lepas landas, sebaris tentara melewati lorong dan mengisi semua kursi kosong. Benar-benar mengelilingi saya. Saya memutuskan untuk memulai percakapan.

“Kalian akan ke mana?” saya bertanya pada pria muda yang duduk terdekat dengan saya.

“Kami akan pergi ke kota lain selama dua minggu untuk pelatihan khsusus, kemudian kami akan dikerahkan untuk sebuah operasi,” jawab pria muda itu.

Setelah terbang selama sekitar satu jam, diumumkan bahwa makan siang yang tersedia harus dibayar. Masih ada beberapa jam untuk sampai tujuan, dan saya cepat-cepat memutuskan untuk makan siang demi melewatkan waktu.

Ketika meraih dompet, saya mendengar seorang prajurit bertanya pada temannya apakah ia berencana untuk membeli makan siang. “Tidak, bisa mengeluarkan banyak uang, mungkin akan sia-sia. Saya akan menunggu sampai kita turun dan ….” Temannya setuju.

Saya melihat sekeliling tentara lainnya. Tidak ada yang membeli makan siang. Saya berjalan ke belakang pesawat dan menyerahkan pada pramugari sejumlah uang untuk membeli 10 porsi makan siang dan mengatakan kepada pramugari itu, “Berikan makan siang untuk semua tentara itu.”

Pramugari itu meraih lengan saya dan meremas erat. Matanya basah dengan air mata, ia berterima kasih pada saya. “Adik saya adalah seorang tentara. Yang Anda lakukan benar-benar untuk dia.”

Setelah mengambil 10 boks makanan, pramugari itu lorong di mana tentara itu duduk. Ia berhenti di kursi saya dan bertanya, “Mana yang Anda sukai? Sayuran atau ayam?”

“Ayam,” jawabku, sambil bertanya-tanya mengapa dia bertanya demikian.

Pramugari itu berbalik dan pergi ke bagian depan pesawat, kembali semenit kemudian dengan piring makan dari kelas utama. “Ini untuk Anda, terima kasih.”

Setelah kami selesai makan, saya pergi lagi ke belakang pesawat, menuju kamar kecil. Seorang pria tua menghentikan saya, “Saya melihat apa yang Anda lakukan. Saya ingin menjadi bagian dari itu. Ini, ambillah ini.” Ia menyerahkan sebuah cek sebesar 500.

Segera setelah saya kembali ke tempat duduk, saya melihat Kapten turun ke lorong, melihat angka-angka di lorong saat ia berjalan. Saya berharap ia tidak mencari saya, tapi ternyata ia hanya melihat angka-angka pada sisi saya. Ketika ia sampai di bari saya ia berhenti, tersenyum, mengulurkan tangannya, dan berkata “Saya ingin berjabat tangan dengan Anda.”

Cepat saya membuka sabuk pengaman dan berdiri lalu menjabat tangan Kapten. Dengan suara menggelegar ia berkata, “Saya adalah seorang pilot Angkatan Udara yang telah lama kembali. Seseorang membelikan makan siang. Itu adalah tindakan kebaikan yang tidak akan pernah saya lupakan.” Saya sangat malu ketika tepuk tangan terdengar dari semua penumpang.

Kemudian saya berjalan ke depan pesawat sehingga saya bisa meluruskan kaki saya. Seorang pemuda berumur sekitar 18 tahun sekitar enam baris di depan saya mengulurkan tangannya, ingin berjabat tangan. Saya merasa ia mencatat sejumlah mata uang di telapak tangan saya.

Ketik kami mendarat, saya mengumpulkan barang-barang saya dan mulai pergi. Menunggu di dekat pintu pesawat itu seorang pria menghentikan saya, memasukkan sesuatu ke dalam saku baju saya, berbalik, dan berjalan pergi tanpa mengucapkan sepatah katapun.

Sejumlah mata uang lain!

Setelah memasuki terminal, saya melihat para tentara berkumpul untuk perjalanan mereka sampai ke daerah pelatihan mereka. Saya berjalan ke arah mereka dan menyerahkan semua cek yang diserahkan pada saya pada penerbangan dan berkata, “Ini akan membawa kalian beberapa waktu untuk mencapai daerah pelatihan kalian. Paling tidak bisa untuk membeli sandwich. Semoga Tuhan memberkati kalian.” Dan terima kasih untuk melakukan apa pun yang kalian lakukan.

Sepuluh pemuda kehormatan itu meninggalkan penerbangan dengan rsasa cinta dan hormat dari rekan senegara mereka. Saya saya berjalan ke parkiran, saya berbisik mendoakan agar mereka kembali dengan aman. Para tentara ini memberikan semuanya untuk negara. Sementara saya hanya bisa memberi mereka beberapa makanan.

Tampaknya begitu kecil.

Sebuah pelayanan kecil, tetapi berarti bagi negara. Itulah kehormatan, dan terlalu banyak orang di negeri ini yang tidak memahaminya.

Artikel Terkait