Intisari-Online.com -Gempa Aceh baru saja berjadi pada Rabu (7/12) pagi tepat pukul 05.03 WIB. Bencana ini mengingatkan kita pada gempa Yogyakarta dan gempa Padang. Untuk mengurangi risiko kehilangan nyawa manusia dan kerusakan bangunan beserta isinya, para ahli melakukan prediksi terhadap kemungkinan aktivitas kegempaan di masa mendatang.
Gempa dapat merusak bangunan karena menimbulkan gaya inersia akibat pergerakan tanah. Selain itu gempa dapat menyebabkan kebakaran, perubahan sifat fisik dari tanah, tsunami (seperti yang terjadi saat gempa Aceh 2004 dan gempa Tohoku, Jepang) dan dapat juga menyebabkan peningkatan aktivitas gunung berapi.
(Baca juga: Gempa Aceh, The Ring of Fire, dan Status Indonesia Sebagai Kawasan Rawan Gempa)
Tentu manusia mampu membuat bangunan tahan gempa. Setelah memprediksi kegempaan di satu wilayah, para insinyur dapat merancang bangunannya agar mampu ”melawan” gaya inersia akibat pergerakan tanah.
Pengetahuan yang ada saat ini sudah cukup canggih untuk menghasilkan bangunan tahan gempa, tetapi perlu dimengerti bahwa konsep rancangan tahan gempa ditujukan untuk melindungi nyawa manusia saja. Tak ada jaminan gedung dan kerangka strukturnya tidak akan rusak, konsep rancangan tahan gempa juga tidak bertujuan untuk melindungi isi gedung.
Padahal kerusakan yang mungkin terjadi pada gedung akibat gempa besar dapat sedemikian sehingga gedung tidak dapat dipergunakan lagi, bisa sementara waktu sampai dilakukan perbaikan besar, atau selamanya karena harus dibongkar. Pada pokoknya, bila gedung tidak roboh dan menimpa penghuni, perancangan tahan gempa dianggap sudah memenuhi tujuannya.
Selain melawan gaya inersia gempa, gedung dapat diamankan dari gempa dengan menyaring gerakan tanah berkat sebuah teknologi baru yang sedang populer terutama di Jepang dan belakangan juga di Cina. Dan teknologi ini telah mulai diterapkan juga di Jakarta. Namanya Base Isolation.
(Baca juga: Gempa Aceh: Empat Jam Terkurung Reruntuhan, Nisa Hanya Andalkan Sinar Ponsel)
Ide dasar di balik konsep ini sederhana saja. Bangunan dipisahkan dari komponen gerakan tanah horisontal akibat gempa dengan cara menyisipkan penyekat yang mempunyai kekakuan horisontal rendah. Lapisan penyekat ini akan membuat bangunan mempunyai frekuensi jauh lebih rendah daripada bila bangunan dijepit pada lantai dasarnya.
Pada saat tanah bergerak, isolator yang fleksibel akan mengikuti pergerakan ini, tetapi gedung di atasnya hanya akan bergerak sedikit. Bila isolator yang fleksibel dipilih dengan benar, gaya inersia yang terjadi pada bangunan akibat gempa dapat ”disaring” menjadi sepersekian bagian saja dari yang akan dialami gedung biasa. Dengan demikian, isolator akan melindungi gedung beserta isinya.
Intinya, dengan teknologi antigempa dari Jepang ini, penghuni gedunghanya akan mengalami goyangan kecil saat gempa, demikian juga seluruh instalasi yang terdapat di dalam gedung.
Di Jepang dua ribuan
Teknologi ini berkembang pesat di Jepang karena biaya riset yang tinggi khusus dianggarkan untuk teknologi tahan gempa, terutama jenis bantalan isolator karet. Perusahaan-perusahaan kontruksi besar di Jepang memasarkan teknologi isi secara agresif , mengingat Jepang mempunyai tingkat kegempaan yang sangat tinggi.
(Baca juga: Gempa Aceh: Benarkah Hewan Bisa Prediksi Gempa?)
Pemakaiannya meningkat secara pesat semenjak Gempa Kobe pada 1995. Saat itu di sana sudah ada lebih dari dua ribu bangunan yang dipasangi isolator. Cina menduduki peringkat kedua di dunia, dengan tiga ratus bangunan. Jenis isolator yang paling populer saat itu adalah high damping rubber bearing, yaitu bantalan karet yang dibuat dari karet alam dengan laminasi pelat baja. Ternyata karet alam, termasuk karet hasil bumi dari Sumatera, dapat digunakan untuk memitigasi bencana gempa!
Banyak gedung yang sudah dibangun dengan bantalan isolator karet, termasuk di AMerika Serikat. Kinerja gedung-gedung itu saat terkena gempa ternyata jauh lebih unggul daripada gedung normal yang tercepit pada dasarnya. Goncangan yang terasa jauh lebih kecil, sehingga isu gedung dapat berlindung.
Rumah sakit Universitas Southern California menunjukkan kinerja ketahanan gempa yang sangat baik pada saat terjadinya Gempa Northridge 1994 berkat isolator-isolator yang dipasang di sana. Bahkan kegiatan operasi dapat tetap berlangsung normal saat terjadi gempa! Seluruh isi gedung terlindung, termasuk persediaan obat-obatan yang disimpan dalam rak. Dan satu hal penting lagi: dengan teknologi ini, kegiatan bisnis tidak akan terganggu akibat kerusakan gedung pascagempa besar, karena gedung tidak perlu diperbaiki strukturnya.
Gambar di atas menunjukkan dasar sebuah gedung yang dipasangi isolator di antara fondasi dan kerangka strukturnya.
Sudah ada di Indonesia
Di tanah air kita, pemakaian teknologi Base Isolation dalam skala kecil sebenarnya sudah pernah dilakukan beberapa puluh tahun lalu, antara lain pada sebuah gedung percobaan di Pelabuhan Ratu. Sekarang, teknologi canggih ini mulai diterapkan pada sebuah gedung perkantoran setinggi 25 lantai yang sedang dibangun di Jakarta, di mana empat puluh buah bantalan isolator karet disisipkan antara fondasi dan struktur gedung.
Gedung ini akan menjadi gedung tinggi pertama dengan bantalan isolator karet di Asia, diluar Jepang dan Cina. Teknologi antigempa sudah tiba di Indonesia!
Namun, alangkah sayangnya, para pengembang di tanah air kita belum banyak yang mempunyai kesadaran tinggi terhadap aspek ketahanan gempa dari bangunan dan menempatkannya sebagai prioritas nomor satu. Satu kejadian gempa besar niscaya akan membuka mata masyarakat dan pengembang tentang pentingnya hal ini.
Ingat, beberapa gempa yang telah melanda Jakarta hanya termasuk dalam kategori moderat saja. Dan lihat, betapa paniknya masyarakat Jakarta. Bayangkan bila gempa besar yang melanda.
Ingat pula bahwa secara konsep, gedung tahan gempa hanya dirancang untuk tidak roboh saat terjadi gempa besar, tetapi struktur gedung bisa saja mengalami kerusakan. Perbaikannya dapat memakan biaya besar dan dapat pula menutup aktivitas gedung selama perbaikan dilakukan.
Teknologi antigempa telah tersedia. Siapkah kita menyambutnya?
Alangkah indahnya apabila setelah terjadi gempa besar rumah sakit-rumah sakit yang ada tetap mampu melayani pasien karena gedungnya tetap utuh tidak mengalami kerusakan, demikian pula peralatan serta pasokan obatobatan yang tersimpan di dalam gedung tidak porak poranda akibat goncangan gempa. Alangkah indahnya apabila setelah terjadi gempa besar bangunan sekolah-sekolah tetap utuh tanpa perlu perbaikan sehingga dapat dijadikan tempat penampungan sementara korban gempa, dan kemudian dapat segera berfungsi normal sebagai tempat kegiatan belajarmengajar.
Semoga kita tidak hanya bermimpi. Semoga......