Batista mulai kelabakan dan langsung membentuk Operasi Verano pada 1958. Tujuannya membasmi Fidel cs. yang kian ngetop. Gerakan “La Ofensiva” makin melemah, sedangkan pasukan Castro kian kuat karena mendapat dukungan tentara Batista yang membelot, termasuk escopeteros (wajib militer). Desember 1958, pasukan Castro dengan semangat “revolusi dengan kekerasan” terus merangsek dari segala lini, termasuk barisan gerilya pimpinan Cienfuegos dan Che Guevara yang terkenal.
Awal Januari 1959, Batista yang keok bersama Presiden Andres Rivero Aguero yang baru terpilih kabur ke Dominika, dan kemudian ke Spanyol. Dalam usia 32 tahun, Dr. Fidel Castro menjadi dalang gerilya klasik dan mendepak diktator Kuba, lalu menjadi perdana menteri pada 16 Februari 1959, serta memimpin negara “tanpa kolonel dan jenderal” itu. Setelah itu, “dendam” Castro kepada AS terwujud. United Fruit menjadi sasaran “nasionalisasi” Kuba, disusul perusahaan AS lainnya.
Padahal Fidel pada 15 - 26 April 1959 sempat diundang ke AS, sambil senyam-senyum menggeragot hotdog dan hamburger Amerika, di muka undangan Press Club. Toh Castro yang fasih berbahasa Inggris makin terkenal dan dibenci politisi AS. Apalagi saat dia menolak bertemu dengan Presiden AS Dwight Eisenhower.
Tahun 1960, AS melancarkan serangan balasan. Embargo impor gula Kuba, menghentikan pengiriman minyak, juga meneruskan embargo pengiriman senjata api. Bahkan AS melatih kaum pelarian Kuba menjadi milisi khusus dan disiapkan untuk menyerang dan menyusup ke Kuba. Pokoknya embargo segala macam bentuk perdagangan, kecuali misi kemanusiaan kiriman makanan dan obat-obatan. AS - Kuba pun putus hubungan diplomatik.
Akibatnya, sejak Februari 1960, Kuba melirik ke Uni Soviet untuk beli minyak dan senjata api. Kemesraan Kuba - Soviet ini bahkan menghasilkan kiriman bantuan ekonomi dan militer dari Krushchev. Juga banyak pakar pertahanan Soviet ikut mengatur Komite Pertahanan Revolusi. Sementara AS berusaha terus menggulingkan Castro, termasuk memakai tentara Kuba dalam pengasingan di Florida. Pada 15 April 1961, sehari setelah Castro menyatakan dirinya sosialis dengan revolusinya, tentara dalam pengasingan itu mengebom empat lapangan udara Kuba, dilanjutkan dengan serangan ke Teluk Babi.
lnvasi Teluk Babi gagal. Castro makin kuat dan kian berani. Dia serta-merta menyatakan Kuba “Negeri Sosialis” pada 1 Mei 1961. Bahkan pada 2 Desember 1961, Fidel menyebut dirinya “Marxis-Leninis” dan menerima komunisme. Lalu muncul kehebohan soal peluru kendali. AS kaget karena Uni Soviet memasang rudal yang moncongnya diarahkan ke daratan AS, sebagai alat penangkal serangan AS ke Kuba. Tahun 1963, Presiden John F. Kennedy mengeluarkan travel warning alias melarang orang AS melancong ke Kuba.
Hubungan intim Castro - Krushchev itu bikin Che Guevara yang pro-Cina rada tersinggung. Ernesto Guevara minta mundur sebagai menteri dan komandan tentara Kuba. Tahun 1966 Che pergi perang ke Kongo, lalu meneruskan “revolusi kerasnya” ke Bolivia. Che Guevara yang terkenal dengan logo potretnya pada kaus oblong anak muda zaman reformasi di Indonesia, kabarnya tidak beruntung di medan perang. Jagoan taktik perang gerilya ini tewas tertembak pada Oktober 1967, bukan di Kuba atau di Argentina, tapi di Bolivia.
“Makan teman” sendiri
Bertahun-tahun kemudian, Fidel makin kokoh memimpin negeri gudang atlet voli, basket, atletik, dan tinju itu. Partai Komunis Kuba menjadi partai tunggal. Kuba yang kaya emas, perak, batu permata, dan hasil bumi, juga mantan koloni Spanyol sejak 1511 - 1902 dan berada di bawah pengaruh AS sebelum zaman Castro, lalu memekar dari 4 menjadi 14 provinsi, di luar “Provinsi” Guantanamo di ujung timur, yang dikontrak AS sebagai penjara musuhnya AS.
Rakyat Kuba sebagian senang, sebagian lagi tidak suka dengan negara dan pemimpinnya. Penangkapan, penyiksaan. pemenjaraan dan “penghilangan” serta aksi kejam lainnya terhadap kaum kontra-revolusi, fasis atau agen CIA, menjadi sorotan kaum pembela hak asasi. Konon, selama 1957 - 1987 saja, rezim Castro telah menghukum mati 37 ribu – 141 ribu orang. Kurangnya hak sipil, terberangusnya kebebasan pers, pelarangan terhadap organisasi oposisi politik, kecuali Sentral Buruh Kuba (Central de Trabajores de Cuba). Kuba juga satu-satunya negara yang tidak mengizinkan Komisi Palang Merah Internasional memasuki penjara-penjara di negerinya.
Fidel sendiri perlahan-lahan luntur sikap atheisnya. Tahun 1992 Castro setuju menghilangkan batasan agama dan negara. El Comandante ini pun mengizinkan umat Katolik masuk partai komunis. Tahun 1998, Fidel Castro dengan setelan jas biru gelap yang bukan seragam tentara duduk nampang berdampingan dengan Sri Paus Yohanes Paulus 11 di muka umum, saat menjadi tuan rumah di Havana. Bahkan ketika Sri Paus wafat pada 2005, Castro pun menghadiri misa di katedral untuk raenyatakan bela sungkawanya. Konon Castro diketahui terakhir kali masuk katedral Havana pada 1959.
Meski Uni Soviet tahun 1991 sudah berantakan, Castro tetap tegar dan memimpin Kuba dengan segala gayanya. Ratusan ribu rakyatnya lari ke Amerika Serikat, malah puluhan ribu lainnya begitu nekat menjadi balseros alias pelarian dengan mengapungkan dirinya pakai ban dalam truk atau traktor. Puluhan ribu warga Kuba “mengapung” ke Florida, pakai apungan ban karet dengan bat pingpong sebagai dayung, serta olesan minyak bekas sebagai antiserangan ikan hiu.
Sebagian balseros tiba sebagai pelarian, sisanya tewas tertelan laut dalam atau terkoyak tewas digeragot ikan hiu. Fidel Castro selama hidupnya tidak lepas dari segala analisis dan tafsir. Dia katanya amat setia kawan, namun dikenal sebagai “terminator” alias selalu membersihkan pesaingnya, agar hanya dialah yang ngetop terus. Selain mengirim rekan seperjuangannya ke kancah revolusi di luar Kuba, Castro juga terbukti telah menembak mati perwira militer rekan revolusinya.
Belakangan Fidel Castro disebut-sebut oleh Majalah Forbes tahun 2005 sebagai negarawan terkaya dengan duit sampai AS$900 juta. Namun, ayah dari Fidelito, Alex, Alexis, Antonio, Alejandro, dan Alina ini dengan sangar bilang, “Jangan omong, buktikan kalau aku punya tabungan di luar negeri, meski satu dolar pun aku akan mundur dari jabatanku!”
Kini Fidel Castro sudah mati. Meski demikian, ide-idenya, oleh sebagian orang, disebut tidak akan pernah mati, karena bagaimapun revolusinya belum mati-mati!
Penulis: Rudy Badil, Intisari 2007
Source | : | intisari |
Penulis | : | Moh. Habib Asyhad |
Editor | : | Ade Sulaeman |
KOMENTAR