Intisari-Online.com- Tidak dipungkiri jika Jepang merupakan salah satu macan Asia. Dengan pendapatan perkapita mencapai 34.87 US Dollar (Rp45,5 juta), tak salah jika negeri matahari terbit masuk dalam deretan negara maju. Namun yang tidak disangka-sangka ialah ternyata kehidupan pekerja di Jepang jauh dari kata mewah. Bahkan mereka tinggal di sebuah warung internet atau warnet.
Dikutip dari dailymail.co.uk, di Jepang warnet itu disebut internet cafe refugees atau internet kafe pengungsi. Tren tinggal di warnet ini dimulai kurang lebih sejak tahun 1990-an. Pekerja dengan penghasilan rendah, baik pria maupun wanita permanen tinggal di ruang kecil dan gelap itu.
Kehidupan pekerja Jepang semuanya dilakukan di ruangan kecil itu setelah pulang bekerja. Dengan hanya berbatasan sebuah tembok tipis, mereka menggunakannya untuk tidur, mandi, bermain game, sampai makan.
Harga satu ruang bilik internet kafe pengungsi disewakan dengan harga 1200 yen per hari (Rp150 ribu). Hanya tersedia selimut dan bantal. Sementara peralatan lainnya dibawa sendiri oleh masing-masing pekerja.
Menurut Fumiya (26), salah satu pekerja mengatakan harga flat atau apartemen di Jepang sangat mahal. Apalagi diibukota mereka, Tokyo. Karenanya demi hemat, ia rela tinggal di afe internet kafe pengungsi ini. “Aku menghabiskan sebagian besar di kantor. Jadi hanya sebentar saja berada di tempat itu,” katanya.
Sekitar 38 persen pekerja di Jepang bukanlah pekerja tetap dan hanya memiliki kontrak jangka pendek. Oleh karena itu, mereka lebih memutuskan untuk tinggal di internet kafe pengungsi.
Kehadiran internet kafe pengungsi sudah beberapa kali dibuatkan film dokumenter. Angle yang diambil pun beragam-ragam. Mulai dari sisi gelap sampai keakraban para pekerja di sana.
Ternyata lebih oke kamar kost di Indonesia kan?