Intisari-Online.com – Pada saat yang tenang benda-benda pun dapat berbicara satu dengan yang lain.
Pada malam itu suasana di sebuah aula masih tenang. Sedikit waktu lagi tamu akan berdatangan. Karena tidak ada bulan, maka gelap gulitalah ruangan itu. Dalam keadaan yang sepi lagi gelap inilah korek api mendekati lilin yang masih utuh itu, katanya:
“Kini tibalah saatnya aku harus menyalakan dikau.” Terkejutlah si lilin mendengar pembicaraan korek api itu lalu ia menyahut, “Jangan dulu. Api akan menyakiti saya. Oleh panasnya api, badan saya yang bagus ini akan meleleh dan hancur. Kasihan.”
Lalu si korek api bertanya, “Bagaimana? Apakah seumur hidup engkau ingin kaku dan dingin, tanpa sungguh bergairah?”
“Tetapi bernyala pasti menyakiti saya dan menghabiskan tenaga saya,” berbisiklah si lilin dengan jantung berdebar-debar ketakutan.
“Benar juga apa yang kau katakan,” sahut si korek, “tetapi bukankah kita dipanggil untuk menjadi cahaya? Apa yang dapat aku lakukan, sebenarnya sangat sedikit sekali. Aku hanya bisa menyalakan dikau. Lalu tamatlah riwayat hidupku. Namun kalau aku tidak menyalakan dikau hidupku menjadi hampa dan tanpa arti. Engkau adalah sebatang lilin. Engkau harus menyinarkan cahayamu bagi orang. Segala rasa sakit dan tenaga yang terkuras akan menjadi cahaya bagi orang. Dengan demikian hidup mempunyai arti. Sebaliknya, kalau tetap kaku dan utuh, tujuan hidupmu tidak tercapai.”
Setelah mendengar nasihat dari korek api si lilin menegakkan sumbunya lalu berkata, “Silakan, nyalakanlah saya.” Dan ketika orang masuk ke dalam ruangan itu, mereka bergembira melihat cahaya lilin yang manis itu.
Barangsiapa mengorbankan diri bagi kebahagiaan orang lain, maka ia akan memperoleh lebih dari yang sudah dikorbankannya.