Intisari-Online.com - Tak ada yang meragukan menterengnya padepokan Dimas Kanjeng di Desa Wangkal, Kecamatan Gading, Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur. Akses menuju ke sana juga bagus. Jalannya lebar dan beraspal. Perlu diketahui, banyak cerita menarik yang bisa kita lihat di balik padepokan Dimas Kanjeng yang mentereng itu.
Sebelumnya, kita perlu rute untuk sampai ke sana. Dari Jalur Pantura, Kecamatan Kraksaan, Kabupaten Probolinggo, jarak tempuh menuju padepokan sekitar 13 km atau setengah jam. Ke padepokan bisa lewat Kecamatan Besuk ataupun Kecamatan Maron. Namun harus memutar dan jarak tempuhnya lebih jauh.
Para tamu atau santri yang hendak ke padepokan kebanyakan melalui jalur dari arah Kraksaan ke selatan, tepatnya pertigaan depan kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Probolinggo, ke selatan.
Lewat Pasar Semampir menuju Kecamatan Krejengan, setelah 10 kilometer, pengunjung akan tiba di Pasar Wangkal, Kecamatan Gading. Setelah Pasar Wangkal, gapura dengan tulisan Padepokan Dimas Kanjeng segera menyambut. Memasuki kompleks padepokan, pengunjung langsung disuguhkan pemandangan ukiran di mana-mana, baik mulai dari gapura hingga ke dinding-dinding, serta lapangan parkir yang luas di sisi timur.
Di area padepokan, terdapat asrama putra dua lantai. Ada tempat menerima tamu di sebuah kantor di asrama putra. Di sebelah barat asrama putra, terdapat pendopo Rahmatan Lil Alamin. Di belakang asrama putra dan pendopo terdapat rumah penduduk warga sekitar.
Di timur pendopo, rumah utama Dimas Kanjeng, pengasuh Padepokan yang kini disorot secara nasional karena dugaan kasus pembunuhan dan penipuan, berdiri. Rumah utama Dimas Kanjeng berjejer dengan rumah warga. Namun akses menuju rumahnya dihalangi pagar besi.
Sementara itu, di sebelah barat rumah Dimas terdapat jalan desa yang menghubungkan Desa Wangkal dengan Desa Gading Wetan. Lalu di sebelah selatan jalan desa itu terdapat masjid, kantor yayasan, asrama santri, dan halaman parkir luas beralas paving.
Acara pengajian, istighosah, peringatan hari besar keagamaan kerap digelar di situ karena daya tampung halaman parkir cukup untuk memuat sekitar 10 ribu orang. Jika tak ada acara, mobil-mobil yang digunakan Dimas Kanjeng berada di situ di garasi dengan atap besi dan alumunium. Sebelum Dimas Kanjeng ditangkap, mobil-mobil yang terparkir di lapangan itu mulai dari Alphard, Pajero, Fortuner, CRV, Mercedez Benz, hingga Nav1.
Namun pada hari Jumat (23/9), sehari setelah Dimas Kanjeng ditangkap, mobil yang terparkir hanya mobil biasa saja, seperti Agya, sedan Honda, dan Fortuner hitam. Di belakang rumah Dimas Kanjeng, terdapat lapangan yang luas pula. Sekitar dua hektar luasnya. Pagar tembok lapangan juga dihiasi ukiran khas gapura lengkap dengan lampu.
Kini, padepokan ini berdiri di atas lahan seluas lima hektar.
Sekarang lebih megah
Padepokan Dimas Kanjeng kini berubah menjadi jauh lebih megah dibandingkan tahun 2009. Saat itu, akses menuju padepokan buruk. Jalan dari Pasar Wangkal menuju padepokan harus melalui jalan rusak dan sempit yang di samping kanan dan kirinya berupa semak belukar.
Kini, akses jalannya bagus dan sudah beraspal. Semuanya dipercantik dengan dana pribadi Dimas Kanjeng sendiri. Lalu, pada tahun 2009, rumah Dimas Kanjeng masih berukuran kecil dengan warna dominan hijau. Kini, rumah berlantai dua itu megah dan mentereng. Tak sembarang orang bisa masuk, kecuali tamu penting dan sudah janjian dengan Dimas Kanjeng.
Padepokan Dimas Kanjeng selalu ramai setiap hari oleh para santri yang berasal dari berbagai daerah, mulai Sulawesi hingga Kalimantan, mulai Jawa Barat hingga Bali. Banyak juga santri yang berasal dari luar Kabupaten Probolinggo.
Shalat berjamaah lima waktu rutin dilakukan di masjid Padepokan. Suara adzan, wirid hingga mengaji terlihat sehari-hari. Ibadah mereka seperti ibadah kaum muslim kebanyakan. Bahkan, saat hari besar keagamaan, seperti Tahun Baru Islam, Maulid Nabi, Isra’ Miraj, Ramadhan, Idul Fitri, dan Idul Adha, padepokan selalu ramai oleh kegiatan, baik berupa pengajian umum, istighosah, hingga pembagian santunan.
Santunan di Padepokan yang diberikan Dimas Kanjeng nilainya juga fantastis. Mencapai miliaran rupiah. Kaum dhuafa dan anak yatim masing-masing mendapatkan santunan Rp100 ribu. Para penerima santuan mencapai 10 ribu orang.
“Kami di sini hanya mengaji, wirid, berdoa dan menggelar istighosah. Bahkan jika malam Jumat manis, kami selalu istighosah. Aktivitas kami di sini seperti kaum muslimin kebanyakan, seperti di pondok pesantrenlah,” ujar seorang santri asal Jawa Barat.
Ajaran mencurigakan
Namun, Sekretaris Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Probolinggo H Yasin mengatakan, ajaran di Padepokan Dimas Kanjeng ada yang terbuka dan ada yang tertutup. Ajaran yang terbuka tidak ada yang aneh, seperti istighosah, pengajian umum dengan mendatangkan kiai, dan memperingati hari besar keagamaan.
“Namun, ada ajaran yang tertutup. Ajaran yang tertutup inilah yang dicurigai. Dari laporan yang sudah sampai ke MUI, ajaran tertutup itu berupa wirid, bacaan-bacaan, mandi, dan ritual lainnya yang mengarah ke pencairan uang atau penggandaan uang,” ungkap Yasin.
Dari temuan MUI dan laporan santri, lanjut Yasin, santri Padepokan diwajibkan membayar mahar dan memperoleh dapur ATM berupa kotak dan kantong. Kotak itu sudah berisi jimat yang bisa menyedot banyak uang. Nah, sebagai ritual agar dapur ATM itu terus berisi uang, santri harus membayar mahar untuk membeli gelang, sabuk, dan kartu ATM, nilainya hingga jutaan rupiah.
“Kotak itu terlebih dulu diisi Rp 10 ribu. Nah, jika ingin terus bertambah, kotak tidak boleh dibuka. Dan santri harus terus membayar mahar supaya kotak itu terus bertambah uangnya. Begitu modus dan temuan kami,” katanya.
MUI juga menemukan selebaran bacaan Shalawat Fulus, yang dibaca pengikut padepokan dalam setiap kegiatan. Shalawat Fulus, kata Yasin, adalah bacaan yang diyakini bisa mendatangkan uang ghaib. Ajaran tertutup atau ritual pencairan itulah yang disampaikan MUI Kabupaten Probolinggo ke MUI Jatim dan akan disampaikan ke MUI Pusat.
“Kami masih belum memvonis ajaran padepokan. Kami sepakat untuk menyampaikan laporan ajaran Padepokan Dimas Kanjeng ke MUI Pusat pada Selasa (4/10). Nanti MUI Pusat yang akan memberikan vonis atas fatwa. MUI hanya fokus pada ajaran ritual di sana,” imbuh Yasin.
Jumlah santri di Padepokan Dimas Kanjeng dikabarkan mencapai 20 ribu-30 ribu orang yang berasal dari banyak daerah di Indonesia. Yasin membenarkannya. Menurut dia, video mendatangkan uang yang diunggah di Youtube berhasil menarik orang untuk berlomba-lomba mendatangi dan berguru kepada Dimas Kanjeng.
“Siapa yang tidak tergiur dengan keberadaan uang sebanyak itu di Youtube,” ujarnya.
Santri Padepokan berasal dari berbagai profesi. Mulai PNS, pengusaha, pedagang, guru, petani, wirawaswasta, pegawai BUMN, dan politisi. Bahkan, seorang mantan Wakil Bupati juga terlihat mengikuti kegiatan Padepokan Dimas Kanjeng.
Para santri, lanjut Yasin, terlihat berpendidikan dengan penampilan rapi dan bersih. Namun kebanyakan, santrinya berasal dari ekonomi menengah ke bawah. “Soal berpendidikan tidaknya santrinya, kan bisa dilihat sendiri. Wong Marwah Daud Ibrahim saja jadi santrinya,” tukasnya.
(Ahmaf Faisol/Kompas.com)
Penulis | : | Moh Habib Asyhad |
Editor | : | Moh Habib Asyhad |
KOMENTAR