Intisari-Online.com – Diare adalah gangguan umum, bahkan sering dianggap penyakit “tak serius”.
Namun, sampai saat ini masih menjadi masalah kesehatan utama pada anak-anak balita di Indonesia. Mungkinkah belum banyak orangtua mengetahui bagaimana menanggulanginya dengan cepat dan tepat?
Bu Wati merasa kecewa karena tak bisa lagi memberi cukup ASI kepada bayinya yang baru berusia tiga bulan. Apa boleh buat, terpaksa ASI dikombinasi dengan susu kaleng.
Namun, timbul masalah baru. Perut si buyung ternyata tidak tahan terhadap susu formula yang dijual di pasaran. Setiap kali minum langsung diare. Barulah setelah dokter menganjurkan untuk memberikan susu rendah laktosa, diare berhasil diatasi.
(Baca juga:Cara Tepat Minum Oralit)
Ibu Wati tidak sendirian, masih banyak ibu lain yang mengalami masalah serupa. Data survei kesehatan nasional menunjukkan, diare menduduki peringkat ke-3 penyakit anak balita di Indonesia.
Salah satu masalah yang acap kali dihadapi, banyak ibu kurang mengerti bagaimana melakukan tindakan pencegahan serta penanggulangan bila terjadi kekurangan cairan (dehidrasi) pada anaknya secara cepat dan benar.
Apalagi diare pada anak balita bukan saja menyangkut masalah susu yang tidak cocok (seperti pada kasus bayi Wati tadi), tapi juga berkaitan dengan pelbagai masalah lain.
(Baca juga:Menakjubkan, Inilah Kebiasaan Irit Para Miliarder Dunia)
Secara umum yang dimaksud dengan diare adalah terjadinya perubahan pola buang air, berupa bertambahnya frekuensi buang air besar; atau bentuk tinja menjadi cair.
“Pola buang air besar pada anak memang sangat bervariasi, baik dalam frekuensi maupun konsistensinya. Sehingga kita perlu hati-hati dalam menentukan apakah seorang anak balita mengalami diare atau tidak,” kata dr. Badriul Hegar, Sp.A. dari Sub-bagian Gastroenterologi – Ilmu Kesehatan Anak FKUI, dalam sebuah seminar tentang “Pengenalan dan Penanganan Diare pada Anak”.
Bayi yang baru lahir, walaupun sering buang air dan selalu dalam bentuk cair, tidak dapat dikatakan menderita diare. Hal itu terjadi karena belum matangnya fungsi saluran cerna. Sebaliknya, anak lebih besar meskipun mengalami buang air besar kurang dari tiga kali sehari, kalau cair, sudah dapat dikatakan diare.
Penyebab diare macam-macam, bisa karena infeksi, bisa pula karena faktor gangguan penyerapan. Infeksi dapat berasal dari saluran cerna sendiri, seperti infeksi dari bakteri, virus, dan parasit (cacing, jamur). Infeksi ini merupakan penyebab utama diare pada anak.
Infeksi bisa juga berasal dari organ di luar saluran cerna seperti saluran napas, saluran kemih, dan liang telinga.
Gangguan penyerapan dapat berupa gangguan penyerapan karbohidrat, lemak, atau protein. Dari kelompok karbohidrat, laktosa merupakan karbohidrat utama yang terkandung baik di dalam ASI maupun susu formula, sheingga gangguan penyerapannya pada bayi akan menimbulkan masalah serius.
Berbagai kondisi makanan (sebagai misal: basi), anak alergi terhadap suatu jenis makanan, juga merupakan faktor yang tidak jarang menjadi penyebab diare. Bahkan faktor psikologis, seperti rasa takut atau cemas, khususnya pada anak lebih besar, bisa pula menjadi penyebab diare.
(Baca juga:Trisakti, Wiji Thukul, & Malala Yousafzai)
Diare pada umumnya menimbulkan kerusakan dinding saluran cerna serta gangguan penyerapan zat gizi dan cairan. Bisa dimengerti kalau tidak segera ditangani dengan tepat, dikhawatirkan penderita akan mengalami dehidrasi dan kurang gizi.
Mengapa diare selalu identik dengan tinja yang mencair? Di dalam usus, makanan atau zat makanan yang tidak terserap menyebabkan tekanan dalam usus meningkat. Usus pun terangsang untuk mengeluarkannya.
Sementara, rangsangan toksin yang dikeluarkan oleh bakteri pada dinding usus menyebabkan peningkatan jumlah air dan elektrolit masuk ke dalam rongga usus. Sehingga terjadilah becana “air bah” di “kutub selatan”, alias diare.
Cegah dehidrasi
Anak yang menderita diare tidak sekadar mengeluarkan cairan bersama tinjanya, tetapi juga sejumlah elektrolit. Gejala awal, anak jadi rewel dan gelisah, suhu tubuh biasanya meningkat, nafsu makan menurun, kemudian baru timbul diare. Anus dan daerah sekitarnya menjadi kemerahan akibat seringnya diare.
Seperti sudah diketahui banyak orang, yang perlu diusahakan adalah jangan sampai terjadi dehidrasi. Kehilangan cairan tubuh ini bisa digolongkan antara yang ringan, sedang, dan berat.
Dikatakan ringan bila kehilangan cairan baru sekitar 5% dari bobot badan semula. Diarenya berlangsung sekali tiap dua jam atau lebih.
Dehidrasi dikatakan sedang bila kehilangan cairannya mencapai 5 – 50% dari bobot badan semula. Pada tingkatan ini diare semakin sering dengan volume lebih besar.
Sementara pada dehidrasi berat kehilangan cairan diatas 10% dari bobot badan semula. Dehidrasi sedang sampai berat perlu segera ditanggulangi karena dapat menurunkan volume darah, bahkan kolapsnya pembuluh jantung. Apalagi dehidrasi berat. Yang ini bisa mengakibatkan kematian, bila tidak segera ditanggulangi.
(Baca juga:Subsidi Terus Dikurangi, Tarif Terus Naik, Lakukan Cara Sederhana Ini untuk Menekan Tagihan Listrik)
Masalah ini menjadi lebih merepotkan, ketika diare kemudian disertai muntah. Di sini penderita mulai mengantuk, lemas, berkeringat dingin, kulit tangan dan kaki tampak keriput, mengalami kejang otot, bahkan pernapasan menjadi cepat dan dalam, serta mata menjadi cekung.
Tanpa melihat faktor-faktor penyebab dan cara masuknya kuman, prinsip utama pengobatan diare adalah tubuh membutuhkan segera penggantian cairan dan elektrolit.
Oleh karena itu, selama diare makanan harus tetap diberikan, malah perlu ditingkatkan. Dengan demikian kita bisa menghindarkan terjadinya efek buruk pada gizi anak. Obat-obatan tentu dibutuhkan asalkan sesuai keperluan
Menurut dr. Hegar, tiga cara dasar yang perlu diperhatikan dalam melaksanakan pengobatan diare, anak diberi cairan lebih banyak daripada biasanya (untuk mencegah dehidrasi). Ia juga tetap diberi makanan bergizi cukup.
Namun segera bwa dia ke sarana kesehatan bila diarenya tidak membaik dalam tiga hari, atau bila timbul tanda-tanda seperti: buang air besar semakin sering, muntah berulang, sangat haus, makan atau minum sedikit, demam, dan tinja berdarah.
Jelang, penanganan dehidrasi ini merupakan langkah penting dalam upaya menanggulangi diare secara keseluruhan. Kekurangan cairan dan elektrolit itu harus dapat segera diatasi!
Tetap beri ASI
Ada pelbagai kiat untuk menutup kekurangan cairan yang terjadi.
Menurut Budi Hartati Farkhan, SKM,m M.Kes, ahli gizi pada Bagian Instalasi Gizi RSUPN Cipto Mangunkusumo, kehilangan cairan dapat segera diganti secara oral atau infus (khususnya dehidrasi berat). Tindakan ini dinamakan rehidrasi.
Cairan rehidrasi dapat disediakan di rumah atau membeli di apotek. Cairan di rumah bisa berupa larutan gula garam, air tajin, air matang, air kelapa, kuah sayur (sup) dan larutan formula tempe (campuran tempe segar, tepung beras, gula pasir, minyak nabati, dan garam dapur).
(Baca juga:8 Kebiasaan Sepele Orangtua yang Bisa Tumbuhkan Anak Gagal)
Bila masalahnya karena susu tinggi laktosa, susu tersebut mesti diganti dengan yang rendah/bebas laktosa, susu dengan lemak mudah serap, atau formula yang tidak mengandung protein seperti susu kedelai.
Pada anak dengan diare lanjut, Budi Hartati menganjurkan, berikan makanan padat yang tidak menimbulkan alergi pada usus misalnya bubur ayam diare (Preda), Porridge Refeeding Daging Ayam, atau formula tempe.
Diare memang gangguan yang umum dan biasa. Namun gangguan ini membutuhkan penanganan yang cepat. Hanya dengan cara demikian keceriaan buah hati kita bisa segera kembali. Memang, keterampilan dan pengetahuan orang tua sangat dibutuhkan. Juga tak kalah penting, ketenangan dalam menghadapinya.
Resep Pencegah Dehidrasi
Larutan gula garam
Bahan:
Air tajin
Bahan:
Preda
Bahan:
Cara membuat: