Intisari-Online.com – Tak selamanya orang sakit perut perlu ke dokter atau minum obat. Mengetahui kapan harus ke dokter, kapan musti minum obat, dan bagaimana cara mencegah penyakit, jauh lebih bijak. Setidaknya, bisa membantu menghemat pengeluaran biaya kesehatan.
Hampir kebanyakan penyakit harian akan sembuh, walaupun tidak diobati. Tubuh kita punya mekanisme penyembuhan sendiri. Intervensi obat yang terlalu cepat atau berlebihan justru mengganggu mekanisme alamiah tubuh.
Berikut ini “panduan” yang diberikan dr. Handrawan Naseul agar aktivitas berobat berjalan lebih efisien.
- Tidak semua keluhan perlu obat. Obat bisa jadi “racun” jika salah alamat dan dipakai secara berlebihan. Apalagi jika pemakaiannya cukup sering. Efek obat sakit kepala terhadap ginjal dan hati, misalnya. Seringan apa pun obatnya, pasti ada efek buruknya bagi tubuh. Jika masih bisa sembuh atau meringankan sakit tanpa obat, mengapa harus minum obat?
- Tidak semua obat menyembuhkan. Memang, tidak semua obat menyembuhkan penyakit. Jika pemakaian obat yang sama untuk waktu lama tidak mengubah penyakit, mungkin obatnya tidak tepat. Prinsip dalam memakai obat adalah memperhitungkan unsur manfaat dan melupakan efek buruknya. Jika masih punya manfaat, efek buruk obat boleh dilupakan. Jika minum obat tidak memberi manfaat, dan orang cuma memikul efek buruknya, tentu harus dicegah. Melanjutkan obat tanpa khasiat, selain merugikan kocek, juga menimbulkan efek buruk. Tanyakan pada dokter soal ini.
- Tidak semua obat resep harus diterima. Pasien yang terdidik biasanya tidak mau terlalu banyak minum obat. Mereka pun tak malu bertanya kepada dokter tentang manfaat obat yang diresepkan. Pasien bisa menolak resep obat bila dirasa kurang berguna atau memberi manfaat. Pasien mungkin saja menebus resep setengah dari yang seharusnya, asalkan bukan antibiotik. Hanya obat antibiotik yang tidak boleh ditebus setengah, karena bila yang diminum cuma setengah resep, pengobatan menjadi tidak tuntas, bahkan menimbulkan efek kekebalan. Satu resep antibiotik harus dihabiskan.
- Mutu tidak tergantung harga. Bukan harga tinggi yang menyebabkan obat lebih berkualitas. Semua obat generik yang meniru obat aslinya, jika dicampur dengan standar pembuatan obat yang baik (CPOB), pasti sama manjurnya. Pengalaman menunjukkan, banyak kasus kesembuhan pasien justru ditentukan oleh faktor psikis.
- Obat timbulkan penyakit baru. Orang sekarang doyan sekali minum berbagai jenis obat sekaligus. Minum obat seolah jadi kebanggaan. Padahal, pemakaian obat secara berlebihan yang tidak jelas manfaat dan tujuannya akan merugikan pasien. Kasus kesalahan dokter dalam memberikan obat (iatrogenic) kerap menjadi pembicaraan dalam masyarakat modern. Akibatnya, kini semakin banyak kasus orang sakit kebanyakan minum obat yang tidak perlu.
- Pasien punya hak bertanya. Kesalahan selama ini, pasien tidak memanfaatkan haknya untuk bertanya pada dokter yang memeriksa. Jangankan bertanya tentang obat yang diberikan, soal apa penyakitnya pun sering pasien tidak tahu. Pasien cenderung menerima saja alias manut pada apa yang dikatakan dan diberikan dokter. Dalam hal obat, pasien perlu bertanya tentang obat apa yang diberikan, bagaimana cara kerjanya, apa efek buruknya, dan seterusnya. Ingat, pasien yang banyak bertanya akan menguntungkan dirinya sendiri dalam banyak hal.
- Apotek tidak berhak menukar obat. Acap kali terjadi, apoteker menukar obat yang tidak sesuai dengan yang dituliskan dokter, tanpa sepengetahuan si pembuat resep. Motifnya lebih karena alasan ekonomi. Mungkin oabt yang diminta dokter tidak ada, agar pasien tidak mencari di apotek lain, mereka menukarnya dengan obat berjenis sama dari pabrik berbeda. Bisa juga karena kenakalan apotek, yang sengaja menukar dengan obat yang harganya lebih tinggi. Tentu saja yang rugi pasien, karena khasiat kesembuhannya sebenarnya tidak berbeda.
- Tidak semua obat harus dihabiskan. Pasien sering bingung, apakah obat yang diberikan dokter pelu dihabiskan. Kurangnya informasi ini bisa merugikan pasien. Sebab, tidak semua obat yang diberikan dokter perlu dihabiskan. Obat jenis simptomatik untuk meredakan keluhan dan gejala misalnya, tidak perlu dihabiskan. Hanya diminum kalau keluhan dan gejalanya masih ada atau muncul lagi. Obat yang masih tersisa jika disimpan dengan baik masih bisa dipakai kembali, ketika datang keluhan yang sama.
- Tidak setiap sakit harus ke dokter. Demi penghematan dan efisiensi, kita tidak selalu pergi ke dokter setiap kali sakit. Untuk itu perlu pengetahuan medis dari bacaan dan pergaulan. Jika batuk-pilek saja, bisa minum obat sendiri. Begitu juga jika sekadar mulas, pening, pusing, atau mual. Tubuh sudah punya mekanisme penyembuhan sendiri. Selama bisa tanpa obat, biarkan tubuh menyembuhkan sendiri. Pergi ke dokter bila keluhan dan gejala tidak menghilang sampai beberapa hari.
Mengobati sendiri memang tidak selamanya aman. Namun, dengan pengetahuan dan wawasan medis yang semakin banyak, upaya pengobatan sendiri dapat menjadi pilihan untuk efisiensi. (
Kumpulan Artikel Kesehatan 7)