Dia mengesampingkan peran Budi Utomo (1908) sebagai pelopor kebangkitan nasional.
Hal itu karena Budi Utomo adalah kesinambungan pemerintahan kolonial yang menguntungkan penjajah daripada kepentingan kaum pribumi terjajah.
Terlebih karena Budi Utomo adalah organisasi priayi di Jawa, dan dia tidak setuju bahwa kesadaran nasional dimulai dari mereka.
Sebagai gantinya, Pram dalam novelnya menunjukkan Syarikat Priayi (1906) dan Syarikat Dagang Islam (1909) yang juga dirintis oleh Minke sebagai organisasi modern pribumi bercorak nasional.
Baca Juga: Ditinggal Mati Orangtua, Kakak Beradik di Bali Ini Tidur Hanya Beralas Tikar
Tak seperti Budi Utomo yang hanya beranggotakan orang-orang Jawa dan Madura serta berbahasa Jawa dan Belanda.
Syarikat Priayi tidak membatasi suku keanggotaannya dan menggunakan bahasa Melayu (induk bahasa Indonesia).
Ini membuktikan bahwa dengan menggunakan segala kekritisan nalarnya, Minke yang berusaha menegakkan jati diri sebagai Jawa telah menjadi pemberontak untuk merintis gerakan nasional yang memihak rakyat pribumi.
Baca Juga: Ini Definisi 'Terorisme' yang Akhirnya Disepakati dalam RUU Antiterorisme
Penulis | : | Muflika Nur Fuaddah |
Editor | : | Ade Sulaeman |
KOMENTAR