Intisari-Online.com -Kecintaanya dan kepeduliannya terhadap buku dan membaca membuat Eko Cahyono (35) rela melakukan apa saja. Bahkan, dia sempat ingin menjual ginjalnya demi menyebarkan virus membaca, tapi niat itu urung dia lakukan. Tuhan tidak mengizinkan, alasannya waktu itu.
Eko hanya lulusan SMA. Meski demikian, pria asal Malang itu memiliki tekad baja untuk menularkan virus membaca kepada siapa saja. Dia lalu mendirikan perpustakaan yang ia beri nama “Anak Bangsa”. Sempat mendapat tentangan dari orangtuanya, Eko memilih “minggat” dan memutuskan untuk mengontrak rumah sebagai lokasi taman bacaannya.
(Bingung Memilih Seri Zenfone Asus? Simak Panduan Ini!)
Untuk menghidupi perpustakaan yang kini memiliki koleksi lebih dari 50 ribu buku itu Eko harus menjual Playstation, televisi, dan sepeda motor kesayangannya. Seperti disinggung di awal, dia juga sempat ingin menjual ginjalnya demi membayar kontrakan. Ada orang dari Jakarta dan Bali yang menawar ginjal Eko seharga ratusan juta rupiah. Tapi niat itu urung dia lakukan, “Tuhan belum mengizinkan saya untuk menjual ginjal,” tukas pria beralis tebal ini.
Perpustakaan “Anak Bangsa” berkembang pesat. Kini perpustakaan telah memiliki anggota lebih dari 10 ribu orang terdiri atas siswa, mahasiswa, dan masyarakat umum. Tak hanya dari Malang, anggota perpustakaan besutan Eko ini juga berasal dari Jember, Surabaya, Bayuwangi, bahkan Jakarta.
Beberapa hal yang menjadi pertimbangan orang menjadi anggota di perpustakaan ini adalah buku yang relatif lengkap, cara meminjam buku yang tidak memerlukan jamina, tidak ada batas waktu peminjaman, juga tidak ada denda bagi yang terlambat mengembalikan.
(Yudi Hartanto, Membangun Perpustakaan Anak dengan Hanya Bermodal Niat)
“Saya senang pinjam buku di sini, banyak pilihan buku dan nggak ada batas peminjaman,” ujar Zainal, anggota perpustakaan yang juga seorang guru. Koleksi majalah Intisari merupakan salah satu yang menjadi favorit Eko di perpustakaan binaannya itu.
Untuk ke depannya, Eko kepingin membangun seribu perpustakaan di desa-desa dan daerah-daerah terpencil—sebanyak 86 perpustakaan sudah berhasil didirikan. Lebih dari itu, Eko berharap semakin banyak masyarakat Indonesia menyadari penting dan vitalnya buku dan membaca.