Apalagi jika teroris operator senapan sniper sudah mendapat pelatihan khusus dan biasa bertempur, maka kemampuannya bisa setara dengan penembak jitu dari pasukan khusus.
Senjata-senjata genggam yang berada di tangan para teroris memang akan digunakan untuk pertempuran jarak dekat dan jika sampai terjadi, korban jiwa dari kedua belah pihak sulit dihindari.
Polisi sebenarnya bisa langsung melakukan serangan sekali hantam menggunakan peluncur granat (RPG) atau bahan peledak lain, atau bisa juga menggunakan tank pinjaman dari TNI AD.
Tapi serangan sekali pukul itu jelas akan membunuh semua teroris dan tahanan non teroris lain, serta merupakan tindakan pembantaian.
Apalagi sebagian teroris ternyata tidak mau melawan dan melakukan kekerasan dan memilih menyerah.
Atas pertimbangan itu maka polisi tidak jadi melakukan serangan frontal dan masih menggunakan taktik pendekatan persuasif.
Taktik ini akhirnya berhasil dan para teroris akhirnya menyerah.
Jika sampai terjadi pertempuran akibat serbuan polisi ke kubu teroris dalam rutan, polisi dipastikan menang.
Tapi korban dari polisi juga berjatuhan karena para teroris yang dihadapi merupakan orang-orang yang pernah dilatih menggunakan senjata api dan berperang secara terorganisir.
Baca juga: Bentrokan di Mako Brimob: Ini Artinya Jika Polisi Melengkapi Diri dengan Borgol Plastik
Source | : | dari berbagai sumber |
Penulis | : | Agustinus Winardi |
Editor | : | Mentari DP |
KOMENTAR