Alternatif Bagi Si Hiperaktif (2): Obat Bukan Satu-satunya Solusi

Moh Habib Asyhad

Editor

Alternatif Bagi Si Hiperaktif (2): Obat Bukan Satu-satunya Solusi
Alternatif Bagi Si Hiperaktif (2): Obat Bukan Satu-satunya Solusi

Penanganan terhadap anak hiperaktif memang berbeda-beda. Tergantung berat-ringannya. Tapi yang jelas, obat bukan satu-satunya solusi yang harus ditempuh. Yang ringan dapat ditangani melalui bimbingan dan penyuluhan kepada orang tua dan pendidikan khusus untuk memperbaiki perilaku anak. Terapi psikologis dibutuhkan juga untuk mengatasi stres dan berbagai konfliknya, yang biasanya berkaitan dengan hubungan sosial.

Bila cukup parah, pemberian obat diperlukan juga agar anak mampu berkonsentrasi dan menyelesaikan tugas dengan baik. Meskipun demikian para ahli umumnya tak menyarankan obat-obatan sebagai terapi tunggal.

Obat stimulan saraf yang umumnya diberikan pada anak hiperaktif, antara lain metilfenidat, dekstroamfetamin, dan pemolin-magnesium. Hasilnya, anak pun bisa tenang dan berkonsentrasi selama beberapa jam.

Walaupun efektif, obat memiliki efek samping yang merugikan. Timbul kantuk, nafsu makan berkurang, atau sebaliknya sulittidur, tic (semacam kedutan), nyeri perut, sakit kepala, cemas, perasaan tidak nyaman, serta kreativitas terhambat. Dalam jangka panjang semua ini bisa memberikan efek negatif terhadap sistem saraf, yakni menyebabkan kecanduan/ketergantungan obat, bahkan sampai ia dewasa.

Perkembangan jiwa anak pun ikut mempengaruhi munculnya perilaku adiktif. Kecenderungan adiksi ini bisa dikenali pada enam tahun pertama. Kita bisa mengamati anak-anak balita kita lewat sikap, karakter, dan tingkah lakunya,terutama yang menunjukkan gejala hiperaktivitas. Termasuk, tidak ada salahnya mewaspadai ancaman narkoba sejak anak balita.

Diet modifikasi bisa sebagai solusi

Jika khawatir dengan pemberian obat, diet modifikasi bisa menjadi solusi. Diet ini didasari oleh penelitian Ben Feingold, seorang ahli alergi, pada 1960. Lima puluh persen anak dengan ADHD yang ditanganinya "membaik" setelah menjalani diet tanpa makanan pencetus alergi, yaitu makanan yang mengandung salisilat alami, seperti jeruk, apel, aprikot, beri, anggur. Juga makanan yang mengandung zat tambahan buatan, seperti pengawet, pemanis, pewarna, penyedap (MSG, monosodium glutamat).

Jelas, diet ini mengharuskan perubahan pola makan anak dan keluarga. Jadi, perlu perhatian khusus dari ibu dalam memasak dan menyajikan makanan.

Setelah menjalankan diet ketat beberapa lama, makanan yang dicurigai sebagai pencetus alergi dapat diberikan kembali satu per satu ke dalam menu. Jika muncul perubahantingkah laku pada anak, misalnya menjadi hiperaktif kembali, makanan itu jangan lagi diberikan.

Menurut Gerard Olarsch, ND, hiperaktivitas dapat juga gara-gara kekurangan mineral tertentu.Gejalanya, anak punya keinginan berlebihan untuk makan makanan manis atau asin. Zat mineral yang diduga berhubungan dengan ADHD, antara lain DMG (dimetilglisin), enzim,asam lemak,zat besi, magnesium, dan seng.

Artikel ini pernah ditulis di Intisari Kumpulan Artikel Psikologi Anak 3 oleh Femi Olivia dengan judul asli "Alternatif Bagi Si Hiperaktif".