Namun, tahun ini, Paus Fransiskus memilih untuk membasuh dan mencium kaki 11 pengungsi, tiga di antaranya pengungsi Muslim. Pengungsi Muslim itu berasal dari Mali, Pakistan, dan Suriah.
Pengungsi lain yang dipilih Paus adalah pengungsi Ortodoks, Hindu, dan Katolik. "Kita berasal dari berbagai latar belakang budaya dan agama. Namun, kita bersaudara dan ingin hidup dalam damai," ujar Paus sebelum membasuh dan mencium kaki para pengungsi.
Kata-kata Paus langsung memicu tangis dari para pengungsi yang berkumpul di Castelnuovo di Porto, Roma Utara. Paus bahkan memilih untuk langsung mengunjungi para pengungsi, tidak sekadar memanggil mereka untuk "menghadap" ke Vatikan.
Di tengah meningkatnya teror di Eropa, Paus Fransiskus seolah ingin kembali mengajak dunia untuk tetap memperhatikan dan melindungi para pengungsi dan pencari suaka. Paus ingin mengingatkan bahwa ada banyak orang yang kini hidup dalam ketidakpastian.
Bicara soal imigran, Paus Fransiskus bahkan berani beradu argumen dengan calon presiden Amerika Serikat, Donald Trump.
"Seseorang yang hanya berpikir tentang membangun tembok, di mana pun, dan bukan membangun jembatan, bukanlah orang Kristen," ujar Paus menanggapi rencana Donald Trump untuk membangun pagar antara Amerika dan Meksiko.
Dari Meksiko diwartakan, pada perayaan Paskah tahun ini, seniman setempat, Leonardo Linares, telah membuat patung Donald Trump. Patung tersebut akan dibakar sebagai bagian dari ritual untuk melambangkan kemenangan Yesus atas iblis.
Terkait pembelaannya terhadap imigran dan orang yang tersisihkan, Paus ternyata tidak sedang berbasa-basi dengan tindakannya itu.
Tahun 2013, dia juga mendobrak tradisi tua Gereja Katolik dengan membasuh kaki para narapidana di Roma. Para pendukung paham konservatif di Gereja Katolik dikabarkan terkejut dengan langkah Paus asal Argentina ini.
Januari lalu, Paus memperbolehkan para imam untuk membasuh kaki perempuan. Lagi-lagi, sebuah tradisi berusia ribuan tahun yang telah dijalani oleh Gereja Katolik diubah Paus Fransiskus untuk membuka kesempatan lebih luas bagi perempuan untuk terlibat dalam perayaan-perayaan Gereja Katolik.
(Haryo Damardono/Harian Kompas)
Penulis | : | Ade Sulaeman |
Editor | : | Ade Sulaeman |
KOMENTAR