Paus Fransiskus: Produsen Senjata Bertanggung Jawab atas Konflik Timur Tengah

Ade Sulaeman

Penulis

Paus Fransiskus: Produsen Senjata Bertanggung Jawab atas Konflik Timur Tengah
Paus Fransiskus: Produsen Senjata Bertanggung Jawab atas Konflik Timur Tengah

Intisari-Online.com - Paus Fransiskus dalam misa Jumat Agung, Jumat (25/3/2016) waktu setempat di Vatikan, menyesalkan banyak orang dan pihak yang "cuci tangan" atas konflik di Timur Tengah.

Padahal, akibat konflik itu, para pengungsi kini membanjiri sebagian Eropa dan negara-negara lain di dunia.

Pernyataan Paus Fransiskus tersebut mengacu pada tindakan Pontius Pilatus, gubernur ke-5 dari Provinsi Yudea, Kekaisaran Romawi. Ketika itu, sebagai wakil dari Kaisar Romawi, Pilatus punya kewenangan untuk membebaskan Yesus dari hukuman mati.

Namun, Pilatus justru memilih mencuci tangan dan menyerahkan Yesus kepada kaum Yahudi untuk disalibkan di Bukit Golgota.

"Hari ini, kami melihat diri-Mu (Yesus) dalam wajah anak-anak, para perempuan yang ketakutan akibat perang dan kekerasan. Beberapa orang dari mereka harus pula menghadapi kematian. Sementara itu, banyak 'Pilatus' yang mencuci tangan mereka," kata Paus, Jumat, sebagaimana dilaporkan Reuters.

Pernyataan Paus berikutnya lebih menohok. Paus Fransiskus mengecam para politisi yang seolah menumpahkan minyak dalam kobaran api konflik di kawasan Timur Tengah. Para politisi itu menyebabkan konflik seolah tiada berujung.

Konflik di Timur Tengah dalam beberapa dekade terakhir tidak pernah mereda. Selalu ada kehendak dari para pemimpin tertentu untuk memperluas wilayah atau menguasai sumber daya alam tertentu.

Kali ini, dalam misa Jumat Agung, para produsen dan pengedar senjata juga tidak luput dari "serangan" Paus.

Menurut Paus Fransiskus, para produsen senjata ikut bertanggung jawab untuk memberikan amunisi terhadap perang-perang yang menumpahkan darah dari saudara-saudara yang tidak bersalah.

Pengungsi Muslim

Sesuai tradisi Katolik, baik Paus maupun pastor di gereja-gereja Katolik akan memilih para imam atau umat dengan reputasi baik dalam karier atau dalam kehidupan bermasyarakat untuk dibasuh pada peringatan Kamis Putih.

Kehadiran mereka melambangkan 12 murid atau rasul yang mengikuti langsung perjalanan Yesus.

Namun, tahun ini, Paus Fransiskus memilih untuk membasuh dan mencium kaki 11 pengungsi, tiga di antaranya pengungsi Muslim. Pengungsi Muslim itu berasal dari Mali, Pakistan, dan Suriah.

Pengungsi lain yang dipilih Paus adalah pengungsi Ortodoks, Hindu, dan Katolik. "Kita berasal dari berbagai latar belakang budaya dan agama. Namun, kita bersaudara dan ingin hidup dalam damai," ujar Paus sebelum membasuh dan mencium kaki para pengungsi.

Kata-kata Paus langsung memicu tangis dari para pengungsi yang berkumpul di Castelnuovo di Porto, Roma Utara. Paus bahkan memilih untuk langsung mengunjungi para pengungsi, tidak sekadar memanggil mereka untuk "menghadap" ke Vatikan.

Di tengah meningkatnya teror di Eropa, Paus Fransiskus seolah ingin kembali mengajak dunia untuk tetap memperhatikan dan melindungi para pengungsi dan pencari suaka. Paus ingin mengingatkan bahwa ada banyak orang yang kini hidup dalam ketidakpastian.

Bicara soal imigran, Paus Fransiskus bahkan berani beradu argumen dengan calon presiden Amerika Serikat, Donald Trump.

"Seseorang yang hanya berpikir tentang membangun tembok, di mana pun, dan bukan membangun jembatan, bukanlah orang Kristen," ujar Paus menanggapi rencana Donald Trump untuk membangun pagar antara Amerika dan Meksiko.

Dari Meksiko diwartakan, pada perayaan Paskah tahun ini, seniman setempat, Leonardo Linares, telah membuat patung Donald Trump. Patung tersebut akan dibakar sebagai bagian dari ritual untuk melambangkan kemenangan Yesus atas iblis.

Terkait pembelaannya terhadap imigran dan orang yang tersisihkan, Paus ternyata tidak sedang berbasa-basi dengan tindakannya itu.

Tahun 2013, dia juga mendobrak tradisi tua Gereja Katolik dengan membasuh kaki para narapidana di Roma. Para pendukung paham konservatif di Gereja Katolik dikabarkan terkejut dengan langkah Paus asal Argentina ini.

Januari lalu, Paus memperbolehkan para imam untuk membasuh kaki perempuan. Lagi-lagi, sebuah tradisi berusia ribuan tahun yang telah dijalani oleh Gereja Katolik diubah Paus Fransiskus untuk membuka kesempatan lebih luas bagi perempuan untuk terlibat dalam perayaan-perayaan Gereja Katolik.

(Haryo Damardono/Harian Kompas)