Ketika arus mulai mengalir ke tubuh terpidana, para pesakitan mengalami kengerian luar biasa. Mereka berusaha melompat, meronta, dan melawan dengan sepenuh kekuatan. Tangan menjadi merah, lantas berubah menjadi putih. Anggota badan, jari jemari tangan, kaki, dan wajah berubah bentuk. Bola mata sering melotot. Mereka juga sering buang air besar dan kecil, muntah darah, serta mengeluarkan air liur.
Sementara itu, penggunaan kamar gas sebagai proses eksekusi agaknya terinspirasi oleh penggunaan gas racun pada Perang Dunia I. Negara Bagian Nevada menjadi negara bagian pertama yang mengadopsi cara ini di tahun 1924. Penggunaan kamar gas tampaknya lebih bisa diterima dibandingkan dengan bentuk-bentuk eksekusi yang lain. Alasannya, tidak meninggalkan kekerasan dan cacat pada tubuh.
Hukuman ini dijalankan pada sebuah kamar gas yang kedap udara. Terpidana diikat di bagian leher, pinggang, tangan, dan pergelangan kaki, dan menggunakan masker. Di bawah kursi terdapat tabung logam berisi sianida. Kaleng-kaleng logam berisi larutan asam sulfur ditempatkan di bawah tabung.
Ada tiga eksekutor yang masing-masing memegang satu tombol. Ketika tiga tombol itu serentak ditekan, penutup tabung yang berisi sianida akan membuka dan jatuh ke dalam larutan asam sulfur yang ada di bawahnya. Reaksi ini memunculkan gas yang mematikan.
Dalam beberapa detik terpidana menjadi tidak sadar bila ia menghirup napas dalam-dalam. Tetapi jika ia menahan napas, kematian bisa tertunda lebih lama. Dalam proses ini terpidana umumnya mengalami kekejangan hebat. Sebuah monitor yang memantau kerja jantung dipasang di ruang kontrol.
Bila pengawas menyatakan terpidana telah meninggal, amonia dipompakan ke dalam kamar untuk menetralkan gas. Exhaust fan lantas memindahkan asap gas itu ke dua buah tabung berisi air untuk dinetralkan. Proses ini memerlukan waktu 30 menit sejak kematian berlangsung. Kematian umumnya terjadi dalam 6 – 18 menit sejak gas dimasukkan.
Penulis | : | K. Tatik Wardayati |
Editor | : | K. Tatik Wardayati |
KOMENTAR