Artikel ini akan jelaskan 4 penyebab konflik dalam masyarakat yang beragam seperti di Indonesia ini. Semoga bermanfaat.
Intisari-Online.com -Sebagai negara yang majemuk, ada begitu banyak potensi konflik di Indonesia. Tentu saja semua itu bisa diredam jika dikelola dengan baik.
Artikel ini akan jelaskan 4 penyebab konflik dalam masyarakat yang beragam seperti di Indonesia ini. Semoga bermanfaat.
Mengutip Kompas.com, konflik adalahpertentangan atau perselisihan yang terjadi akibat masalah sosial atau sejenisnya. Mengutip situs Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia, berikut pengertian konflik: "Konflik adalah perjuangan yang dilakukan berbagai pihak untuk memperoleh nilai, status, kekuasaan dan otoritas yang dilakukan dengan bertikai."
Lalu menurut Fisher, konflik adalah hubungan di antara dua pihak atau lebih, yang sama-sama memiliki sasaran tidak sejalan.
Menurut buku Konflik Indonesia Malaysia (2020) oleh Bambang Bahagia Sulistiyono, salah satu penyebab konflik masyarakat adalah perbedaan kekuasaan dan perebutan sumber daya. Kedua hal ini menyebabkan kelompok masyarakat saling berkompetisi untuk mengalahkan satu sama lain, demi mendapatkan hal yang diinginkan.
Empat penyebab konflik dalam masyarakat yang beragam adalah:
1. Perbedaan kekuasaan
Penyebab konflik sosial yang paling pertama adalah perbedaan kekuasaan. Sering terjadi di lingkup perusahaan maupun pemerintahan. Biasanya konflik akibat kekuasaan ini turut dilatarbelakangi masalah kebijakan atau peraturan yang merugikan salah satu pihak.
3. Perebutan sumber daya
Sering kali kita melihat konflik sosial yang disebabkan oleh perebutan sumber daya, seperti tanah, air, sumber daya laut, maupun sejenisnya. Konflik ini bisa diselesaikan lewat mediasi atau kesepakatan bersama di antara kedua belah pihak yang berkonflik.
4. Perbedaan ras, budaya, dan agama
Penyebab konflik masyarakat lainnya ialah perbedaan ras, budaya, dan agama. Hal ini umumnya juga disebabkan oleh sikap etnosentrisme.
5. Perbedaan kepentingan antarindividu atau kelompok
Penyebab konflik sosial adalah perbedaan kepentingan antarindividu atau kelompok. Adapun kepentingan ini juga sering beririsan dengan tujuan dan sikap tiap individu atau kelompok.
Contoh konflik sosial besar yang ada di Indonesia
Salah satu konflik sosial di Indonesia yang menyisakan trauma begitu mendalam adalah Konflik Sampit atau Tragedi Sampit. Ia diingat sebagai salah satu masa terkelam dalam sejarah Indonesia, khusus di Sampit, Kalimantan Tengah.
Pada 2001 terjadikonflik berdarah antara masyarakat Suku Dayak dan Madura di Kota Sampit. Sebelum tragedi berdarah itu pecah, konflik antara kedua suku sebenarnya telah terjadi sejak lama.
Perpecahan antara Suku Dayak dan Madura kemudian memunculkan gelombang kekerasan yang meresap ke dalam setiap aspek kehidupan masyarakat Kota Sampit.
Latar belakang tragedi di Sampit mencakup sejarah panjang ketegangan dan perselisihan antara Suku Dayak dan Madura. Tanda-tanda ketidakharmonisan antara kedua kelompok ini sebenarnya telah muncul sejak 1972.
Ketidakharmonisan tersebut kemudian menciptakan perasaan ketidakpuasan serta dendam yang tumbuh seiring waktu di antara Suku Dayak dan Madura. Disebutkan bahwa terdapat tindakan-tindakan brutal yang telah dilakukan oleh warga Madura terhadap Suku Dayak.
Pada 1972, seorang gadis Dayak dikabarkan menjadi korban pemerkosaan oleh orang Madura di Palangka Raya. Kejadian ini pun menimbulkan dendam yang mendalam bagi Suku Dayak terhadap masyarakat Suku Madura yang tinggal di Kalimantan.
Lalu, pada 1982, muncul sebuah kasus pembunuhan oleh orang bersuku Madura. Kasus ini tidak mendapatkan penyelesaian yang memuaskan sehingga meninggalkan luka emosional yang dalam bagi Suku Dayak.
Kasus-kasus kekerasan tersebut kemudian menyulut perasaan ketidakpuasan yang berkepanjangan, lalu memicu pertumbuhan dendam dan permusuhan antara dua kelompok ini. Selain itu, penyebab Konflik Sampit juga berasal dari persaingan yang semakin intens antara warga Madura dan Suku Dayak di kota itu.
Suku Dayak merasa eksistensinya terancam oleh Suku Madura yang kian intens menguasai semua sendi kehidupan di Kota Sampit. Hal yang memperburuk situasi adalah adanya peraturan baru yang memberikan hak bagi warga Madura kontrol atas sektor industri komersial di provinsi tersebut.
Dengan begitu, warga Madura mendapatkan kekuasaan dan peluang ekonomi yang lebih besar. Peraturan ini lantas menjadi sumber konflik antara Suku Madura dengan Suku Dayak yang merasa hak-hak dan kepentingan mereka terancam di tanahnya sendiri.
Dengan demikian, latar belakang tragedi ini bukanlah sesuatu yang muncul secara tiba-tiba, melainkan akumulasi dari konflik yang tidak terselesaikan, ketidakpuasan, dan tindakan kekerasan selama bertahun-tahun.
Titik ledakan kekerasan yang dahsyat terjadi pada rentang tanggal 18 hingga 21 Februari 2001 di Sampit. Puncak kekerasan dalam Konflik Sampit merupakan akibat dari kenyataan bahwa sistem hukum dan lembaga adat gagal mengatasi dan menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang telah terakumulasi selama ini.
Tragedi paling mematikan dalam sejarah ini menjadi bukti bahwa ketidakmampuan dalam menangani perselisihan dan konflik dapat berujung pada konsekuensi yang sangat mengerikan. Suku Dayak yang sebelumnya dikenal hidup dalam damai, tiba-tiba menunjukkan sisi tegas dan keras tak terduga.
Suku Dayak merasa tertindas dan tidak dihormati sehingga amarah mereka pun meledak. Oleh karena itu, mereka bersatu dengan suku Banjar dan membangun barisan kuat untuk melawan serta menyerang balik masyarakat Suku Madura yang tinggal di Sampit.
Selama periode tersebut, aksi-aksi kejam, seperti pemenggalan kepala, pembakaran, dan penusukan, terhadap orang-orang Madura, terjadi di setiap penjuru kota. Aparat kepolisian berupaya untuk menghentikan gelombang kekerasan ini, tetapi tetap tidak mampu mengendalikan situasi yang semakin memanas.
Periode kerusuhan berlangsung hingga 20 Februari 2001 dan berdampak sangat luas serta mengakibatkan lumpuhnya aktivitas di Kota Sampit. Tragedi ini menjadi luka yang sangat dalam.
Tercatat bahwa sekitar 500 orang dari suku Madura tewas dalam peristiwa ini. Adapun lebih dari 100.000 orang Madura terpaksa mengungsi karena adanya serangan pembalasan yang begitu mengerikan.
Pemandangan di jalanan Kota Sampit pada saat itu penuh dengan kengerian. Mayat-mayat bergelimpangan, kepala-kepala manusia terputus tertancap di ujung tombak, dan bahkan diarak mengelilingi kota.
Jalanan basah oleh darah dan tubuh-tubuh yang terhempas. Meskipun begitu, dalam kekacauan tersebut, tampak bahwa serangan hanya ditujukan kepada mereka yang melawan dan berusaha melukai orang-orang Dayak.
Menarik untuk dicatat bahwa tidak ada perusakan yang ditujukan kepada rumah ibadah agama lain. Bahkan, Suku Madura yang mencari perlindungan di gereja atau masjid tidak mengalami serangan karena suku Daya masih menjunjung tinggi nilai leluhurnya.
Tragedi Sampit memiliki dampak yang signifikan terhadap situasi di Kalimantan Tengah. Besarnya skala pembantaian yang terjadi membuat kendali atas situasi sulit dijalankan oleh militer dan kepolisian.
Mereka terpaksa mengerahkan pasukan tambahan untuk memberikan bantuan kepada aparat yang sudah ditempatkan di Kalimantan Tengah. Pada 18 Februari, Suku Dayak berhasil menguasai Kota Sampit.
Polisi kemudian menangkap seorang pejabat lokal yang diduga menjadi salah satu dalang di balik perencanaan serangan ini. Selain itu, setelah terjadinya insiden pembantaian pertama, pihak kepolisian juga menangkap sejumlah pelaku yang diduga terlibat dalam kerusuhan tersebut.
Namun, ribuan anggota Suku Dayak kemudian mengepung kantor polisi di Palangkaraya demi menuntut pembebasan para tahanan. Pihak kepolisian akhirnya memenuhi permintaan ini untuk mengatasi ketegangan dengan Suku Dayak.
Pada 28 Februari 2001, militer baru berhasil meredakan situasi dengan membubarkan massa Suku Dayak dari jalanan.
Begitulah artikel yang jelaskan 4 penyebab konflik dalam masyarakat yang beragam seperti di Indonesia ini. Semoga bermanfaat.
Baca Juga: Hal yang Dilakukan PBB dalam Menengahi Konflik antara Indonesia dan Belanda